EKSENTRIK atau KONSENTRIK
(Suatu perenungan di hari Reformasi 1998)
Pdt. Sutjipto Subeno.

 

31 Oktober 1517 - 1998 -- Sudah 481 tahun Reformasi diteriakkan  sejak 95 tesis Martin Luther dipakukan di pintu gereja Wittenberg (harap suatu hari saya sempat melihat gereja bersejarah ini). Suatu perjuangan yang bukan sekedar perjuangan teologis dan sistim, tetapi suatu perjuangan hati, yang ingin kembali kepada KEBENARAN yang sejati. Satu teriak kepedihan ketika melihat gereja sedang diselewengkan keluar dari inti iman Kristen itu sendiri. Inilah semangat Eksentrik (Eks = keluar; sentrik = pusat). Ketika dunia berdosa semakin berputar, ia semakin berputar keluar dari inti kebenaran yang seharusnya. Semakin hari dunia menjadi semakin menggila, semakin panas, dan semakin liar. Inilah semangat eksentrisitas dunia.

Bagaimana dengan Kekristenan? Apakah Kekristenan juga tercemar dengan semangat eksenstrisitas ini? Apakah kekristenan ingin semakin hari semakin gila, semakin aneh, semakin "baru" dan mau keluar dari jiwa ortodoks yang seharusnya ditegakkan? Ternyata bagi sebagian orang jawabnya adalah: ya. Ada orang-orang Kristen yang selalu berusaha tampil beda, mau semakin hari semakin kelihatan wah, kelihatan istimewa dan aneh. Bukankah itu berarti semangat eksentrisitas telah meracuni Kekristenan?

Marilah kita memandang Reformasi bukan secara teologis saja, tetapi juga mengertinya secara historis. Inilah titik putar (pivotal point) yang Tuhan perkenankan terjadi di dalam sejarah, sebagai usaha untuk mengembalikan eksentrisitas gereja kembali menjadi konsentris (ko = menyatu; sentris = pusat). Kita perlu berputar dan berproses balik menuju ke pusat kebenaran. Inilah jiwa Reformasi yang sesungguhnya. Jika saat ini kita meneriakkan Reformasi, tanpa mengerti jiwa dan inti semangat Reformasi itu sendiri, betapa naifnya kita.

Di hari peringatan Reformasi ini, marilah kita belajar dari sejarah. Ketika gereja sudah menyeleweng dari pusatnya, keluar dari inti kemuliaan Allah dan taat pada kebenaran Allah, maka perlu ada perrjuangan konsentris, suatu Reformasi yang menyadarkan dan membawa gereja kembali kepada Firman.

Untuk itu ada tiga pilar utama yang perlu kembali kita pegang agar semangat dan pola konsentrisitas kita tidak berubah:

1. Dasarnya: Memutlakkan yang Mutlak.

Reformasi mengajak kita kembali pada: Sola Fide, Sola Gratia dan Sola Scriptura (Hanya Iman, Hanya Anugerah dan Hanya Firman). Tidak ada hal relatif yang berhak mencampuri dan merusak iman Kristen. Hal ini bukan sekedar satu teori teologi, tetapi sungguh-sungguh satu praktika iman. Sudah kita betul-betul beriman kepada Tuhan? Ataukah selama ini kita yang mau mendikte Tuhan. Sudahkah kita sadar semua yang ada pada kita adalah anugerah?

Dan kalau satu waktu Tuhan sudah tidak berkenan lagi, itu akan segera dicabut dari kita, entah itu kepandaian, kekayaan, kekuatan, kesehatan dll. Benarkah kebenaran kita mutlak kembali kepada firman? Atau pada saat ini kita lebih suka menegakkan kebenaran relatif kita sendiri, dan terkadang dengan berani menganggap itu wahyu Tuhan dan meminta otoritas yan sama dengan Alkitab? Bukankah itu sudah keluar dari jiwa Reformasi. Marilah kita kembali kepada semangat Reformasi, sehingga pada akhirnya kita juga mencapai tujuan Reformasi, yaitu: Soli Deo Gloria (Segala kemuliaan hanya bagi Allah - Rom 11:36).

2. Motivasinya: Taat pada Kedaulatan Allah

Semangat yang didasarkan pada sikap pertama tadi adalah semangat taat pada kedaulatan Allah. Semangat ini yang menjadi semangat dasar para Reformator. Para Reformator memilih untuk lebih taat pada kedaulatan Allah dan firman-Nya ketimbang taat pada seluruh kekuasaan dan ancaman hukuman mati dari Paus.

Mereka tahu, ketika mereka taat pada Allah, mereka harus menghadapi resiko yang sangat berat di dunia ini. Tetapi mereka juga tahu bahwa itulah yang dituntut oleh Allah di dalam Alkitab, yang membuat mereka bisa mempermuliakan Allah dan Kebenaran-Nya. Kedaulatan Allah bukan sekedar merupakan debat teologis, tetapi suatu praktika kehidupan. Seberapa jauh kita hidup taat pada kedaulatan Allah, setia pada kebenaran, bukan sekedar berbicara dan berteori memperdebatkannya. Justru orang Kristen sejati adalah orang yang mau setia dan taat pada Allah, bukan orang yang mau memaksakan kehendaknya kepada Allah.

3. Metodanya: Pengujian Sejarah

Untuk mengerti kebenaran dan taat pada firman, salah satu ujiannya adalah melihat dari perjalanan sejarah. Ide eksentris atau konsentris bukanlah ide sesaat, tetapi suatu proses. Inilah ide Ortodoksi (orto = benar; doksa = pengajaran). Ortodoks tidak sama dengan kuno. Ortodoks berarti semangat kembali kepada yang benar. Inilah Reformasi. Ortodoks menuntut kita kembali melihat sejarah dan mempelajari seluruh arus yang berkembang di dalam sejarah. Semua yang benar akan terus terlihat dan terbukti di dalam sejarah. Inilah semangat konsentris. Sebaliknya, semua yang bidat dan tidak benar, juga terlihat dalam sejarah. Inilah pergerakan eksentris. Itu alasan, salah satu pokok studi yang sangat penting di dalam teologi Reformed adalah Sejarah Teologi. Melalui hal ini, kita bisa melihat perkembangan studi pemikiran teologis yang pernah muncul di sejarah. Dengan demikian kita bisa belajar dari sejarah, tidak seperti kecaman Hegel yang menyatakan manusia tidak mau belajar dari sejarah. Reformasi bukan mau mengeluarkan ajaran baru. Reformasi menginginkan kembalinya kekristenan kepada ajaran yang benar, kembali ke pusat.

Akhir kata, kiranya Hari Reformasi ini boleh mengingatkan kita akan pentingnya kita mendalami kembali kebenaran firman dan taat pada kedaulatan Allah. Dan seperti yang dirindukan oleh para Reformator dalam perjuangan mereka, kiranya kitapun bisa berseru seperti Paulus: Segala kemuliaan hanya bagi Allah (Soli Deo Gloria). Amin.

Surabaya, 31 Okt. 1998.