Ringkasan Khotbah : 8 Februari 1998
Aspek-aspek Persatuan di dalam Kristus
Nats : Efesus 1: 9-12
Pengkhotbah : Rev. Sutjipto Subeno

Pada minggu ini kita akan mempelajari persekutuan sejati yang diinginkan Kristus. Persekutuan sejati ini terjadi jikalau kita kembali kepada pusat representatif yang menjadi dasar pusat segala sesuatu. Manusia tidak boleh hidup terpecah. Pertanyaannya adalah bagaimana hal di atas digenapi di dalam perjalanan sejarah umat manusia. Dalam hal ini manusia akan mengalami kesulitan karena manusia tidak memiliki konsep tentang kondisi asal dari keberadaan manusia. Akibatnya, manusia mencoba membangun teori kesatuan berdasarkan realita. Persatuan-persatuan yang dibangun di atas realita tidak mungkin mencapai nilai tertinggi justru kita sedang membangun di atas reruntuhan.

Di dalam menyusun teori persatuan, kekristenan memiliki keunikan dibandingkan begitu banyak pemikiran ditengah dunia ini. Kekristenan mencoba kembali kepada dasar atau kepada asasinya. Inilah yang didoakan oleh Tuhan Yesus bagi murid-muridNya sebagaimana tertulis dalam Injil Yoh 17, yang merupakan doa eksklusif Tuhan Yesus, karena doa ini hanya ditujukan kepada orang percaya (ay. 9-20). Di dalam ayat 9 dikatakan, "Bapa, Aku berdoa bukan untuk dunia." Melalui perkataan ini, Yesus sudah membatasi doa-Nya. Yesus berdoa untuk mereka yang telah diberikan Bapa kepada-Nya. Ini tidak hanya tertutup untuk sebelas murid (ay. 20), melainkan juga untuk orang yang akan percaya oleh pemberitaan para murid (ay. 23). Seluruhnya menjadi satu lingkup wilayah kesatuan yang sejati. Disini Ia mau menggambarkan bagaimana kita mengerti persatuan sejati.

Jadi, format dan kualitas dari kesatuan ini dimodelkan dengan kesatuan asasi pada Allah Tritunggal, yakni Allah Bapa dan Allah Anak. Kesatuan Ini merupakan gambaran sejati yang mau menggambarkan kembali kesatuan ideal ketika dunia ini dicipta. Konsep ini berbeda dengan dunia barat dan timur. Di dunia Barat dan Timur kita menemukan suatu format dari prinsip pengajaran dualisme yang menggambarkan adanya dua kekuatan setara seperti: hitam dan putih, baik dan jahat, positif dan negatif, yang terus bertempur sampai selama-lamanya. Dualisme ini didasarkan oleh realita. Ketika dunia terjebak dalam situasi dunia dualisme seperti ini Alkitab mengatakan,"Bapa, Aku mau mereka bersatu."

Berikut ini kita akan melihat beberapa format kesatuan. Pertama, format kesatuan dalam penciptaan. Format ini bukan sesudah manusia jatuh dalam dosa melainkan sebelum manusia jatuh dalam dosa. Seluruh dunia sebelum Kej. 3 berada di dalam kesatuan yang harmonis, teratur dan menyatu. Seluruhnya, antara Allah, manusia dan alam terjadi suatu relasi yang sangat harmonis. Dimana manusia berada dalam kesatuan yang asasi yaitu di dalam diri Allah sendiri.

Namun setelah Kej. 3, kita melihat persekutuan ini dirusak oleh setan. Keseluruhan kesatuan yang harmonis ini menjadi rusak total. Antara Allah dengan manusia, Allah dengan alam, manusia dengan dirinya, manusia dengan manusia, manusia dengan alam akhirnya bermusuhan. Seluruh relasi menjadi berseteru. Inilah ciri dari setan di mana setan masuk disitu terjadinya pertikaian, perceraian dan perseteruan. Inilah poin pertama.

Hal kedua, cara kita membangun teori adalah idealnya disana. Namun faktanya hidup kita seringkali jauh dari kesatuan yang ideal yakni kesatuan yang harmonis dengan Tuhan. Dalam situasi seperti ini maka Ef 1: 6-7 dipakai oleh Paulus untuk menjadi pola dasar dalam membangun kebenaran ini. Ayat 6-7 mengatakan, "supaya terpujilah kasih karuniaNya yang mulia, yang dikaruniakanNya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihiNya. Sebab di dalam Dia dan oleh darahNya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karuniaNya."

Menurut Tyndale New Testament Commentaries ‘Ephesians’ oleh Francis Foulkes, ayat ini menunjuk kepada Kristus yang mempersatukan segala sesuatu. Di dalam pengertian ini kita harus memikirkan tiga unsur yang mendasar. Ketiga unsur ini adalah restorasi, kesatuan dan mengepalakan Kristus. Manusia yang berada di dalam kondisi kejatuhan baru bisa melihat kembali ‘ideal’ yang berada sebelum kejatuhan melalui restorasi. Dengan cara penebusan darah Kristus (Ef 1:6, 7). Hanya melalui Kristus kita ditarik kembali menjadi umatnya. Inilah yang disebut teologi anugerah. Jadi, restorasi dibangun di atas konsep anugerah.

Kedua, Kesatuan. Kesatuan sejati baru mungkin terjadi jika kita mengerti berapa besar anugerah yang sedang dikerjakan oleh Kristus bagi kita. Berapa besar kita menerima anugerah Kristus ini membuat kita bisa kembali kepada Kristus. Orang Kristen bukanlah orang yang beraksi tetapi yang bereaksi, bukan orang yang aktif melainkan yang bereaktif. Alkitab mengajarkan kita untuk tidak bersifat proaktif yang aktif tetapi kita menjadi proaktif yang reaktif. Maka seberapa besar anugerah Tuhan turun atas kita maka sebesar itu jugalah kita akan bereaksi kepada Dia.

Inilah saatnya kita mengarahkan kepala kita kepada Kristus. Inilah yang memungkinkan adanya persatuan. Ingat persatuan sejati harus kembali kepada kesatuan representatif. Di mana reaksi kita terhadap keaktifan Kristus itu menjadi nyata. Melalui kematian Kristus yang telah menebus dosa manusia Dia telah merestorasi kita dari kondisi manusia berdosa kembali kepada Tuhan.

Di dalam kondisi ideal kita dituntut persatuan kita harus mengarah kepada Kristus. Di dalam kondisi restorasi persatuan kita juga hanya dimungkinkan kalau kita mengarahkan hidup kita kepada Kristus. Diluar Kristus tidak mungkin terjadinya persatuan. Keabsahan dan validitas kesatuan juga harus memiliki syarat utama. Dalam hal ini kita harus memiliki representatif yang sungguh-sungguh sah dan berada di atas kita. Baik dalam kondisi ideal maupun setelah restorasi kedua-duanya harus mengarah kepada Kristus. Tetapi mengapa harus Kristus? Karena dia memiliki tiga syarat yang sah sebagai representatif. Pertama Kristus layak menjadi patokan kebenaran. Bahkan Kristus menjadi dasar epistemologi karena dia adalah dasar kebenaran. Persatuan yang sejati terjadi hanya di dalam kebenaran. Kedua, persatuan sejati harus dipersatukan oleh representatif yang bermoral tinggi. Diseluruh alam semesta tidak ada tokoh yang lebih bermoral tinggi daripada Kristus. Kristus adalah guru moral teragung di alam semesta. Ketiga, bukan hanya kebenaran dan moralitas harus benar. Tetapi dua ini harus bergabung menjadi satu. Bergabungnya kebenaran dan moralitas ini menghasilkan kebenaran keadilan (righteousness). Di mana prinsip keadilan ditegakkan secara benar disitulah terjadi kesatuan yang sejati. Kebenaran dan moral harus bergabung menjadi konsep keadilan yang mempersatukan.

Hal ketiga, dua kondisi sebelumnya adalah statis. Kondisi ideal adalah kondisi yang statis demikian pula dengan kondisi realita. Kedua kondisi ini sedang menuju kepada bagian akhir yang dijanjikan yaitu Kristus sebagai kepala. Ini berarti kondisi ideal dengan kondisi realita akan bertemu pada titik akhir nanti. Di sini penting kita perhatikan yang ideal tidak pernah berubah sedangkan yang realita harus dirubah. Yang satu tetap sedangkan yang satunya sedang berproses. Jadi hal yang ketiga adalah bagaimana kita memproses realita menuju pada ideal. Inilah yang disebut persatuan yang bersifat pertumbuhan. Persatuan bukan sesuatu yang mati, melainkan sesuatu yang hidup, berproses dan terus bertumbuh di dalam kesatuan. Kesatuan jemaat digambarkan bukan sebagai persatuan mekanis melainkan kesatuan tubuh Kristus yang semua bagiannya terus berproses dan bertumbuh untuk berespon dan melayani Tuhan.

Apa implikasinya bagi kita? Pertama mari kita menggarap persatuan dari format yang paling sederhana, misalnya sikap kita sendiri. Kita tidak berhak menuntut orang lain bersatu sebelum kita sendiri menjalankan semangat kesatuan. Kedua, waktu kita mengarahkan hidup kita kepada Kristus jangan lupa dengan keluarga kita. Sudahkah keluarga kita dibentuk dengan semangat kesatuan yang mengarahkan hidup kepada Kristus. Keluarga adalah pembentuk masyarakat. Jika keluarga berantakan maka masyarakatpun akan berantakan. Pembinaan keluarga bukanlah urusan pribadi melainkan urusan semua orang. Mari kita mengajak keluarga kita untuk mengarahkan hidup kepada Kristus agar terciptanya kesatuan sejati, sehingga kita bisa bersaksi di dalam dunia ini serta menjadi terang bagi dunia ini. ?

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah - RT)