Ringkasan Khotbah : 28 Juni 1998

Melihat Peluang diatas Peluang

Nats : Kis 16:19-40

Pengkhotbah : Rev. Sutjipto Subeno

Kota Filipi pada waktu itu dikuasai oleh filsafat Yunani yang bersifat duniawi dan egoisme. Tidak heran, dalam situasi seperti itu terjadilah apa yang sekarang kita sebut dengan KKN. Ketika pejabat-pejabat tersebut mendengar laporan bahwa Paulus dan Silas telah mengganggu dan mengacau, maka tanpa melalui proses pengadilan mereka langsung menangkap dan menganiaya Paulus dan Silas. Mereka tidak tahu bahwa Paulus juga adalah warga negara Romawi. Sesudah Paulus ditangkap, didera kemudian dimasukkan ke dalam penjara, maka para pejabat kota itu memerintahkan untuk menjaga mereka dengan sungguh-sungguh. Kepala penjara tersebut menaruh Paulus dan Silas ditempat paling tengah dari penjara, sehingga tidak mudah lolos. Bukan hanya itu Paulus dan Silas juga dipasung kakinya. Dalam kondisi seperti ini Paulus tidak marah dan memaki-maki melainkan ia melihat peluang yang tidak bisa dilihat oleh manusia. Meskipun Paulus berada ditengah-tengah tempat yang sangat sentrum, justru pada saat seperti itu Paulus dan Silas berdoa dan memuji Tuhan. Secara tidak langsung ini merupakan cara komunikasi yang sangat indah dengan para narapidana lain yang tidak bisa berkomunikasi dan salah satu cara bersaksi yang unik dirasakan oleh para narapidana lain.

Ketika para narapidana mendengar doa dan pujian tersebut tiba-tiba terjadilah gempa besar. Ini bukan sembarang gempa, karena gempa itu cukup untuk mendongkel semua pintu-pintu besi yang ada disana. Semua engsel pintu penjara terbuka seluruhnya. Demikian juga rantai-rantai yang membelenggu kaki lepas. Namun, penjara tersebut tidak roboh. Berdasarkan teori, dengan gempa yang demikian besar seharusnya penjara tersebut roboh. Kepala penjara begitu shock luar biasa, karena melihat semua pintu penjara sudah terbuka semua. Menurut logika, kondisi seperti ini pasti semua narapidana sudah lari.

Melihat ini, kepala penjara tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi dengan dirinya. Kepala penjara tahu resiko yang harus dia tanggung dan dia begitu putus asa. Dalam situasi seperti ini kepala penjara itu ingin bunuh diri. Tetapi waktu itu, ia mendengar teriakan dari dalam penjara, "Jangan celakakan dirimu, sebab kami semuannya masih ada di sini!" Di sini kita melihat dampak besar yang terjadi dari doa dan pujian Paulus dan Silas. Semua narapidana tidak ada yang melarikan diri. Kesempatan untuk lari ada, namun saat itu semua narapidana yang ada justru sangat terkesan dan percaya bahwa kejadian yang mereka alami bukan kejadian sembarangan. Kejadian yang mereka alami tidak mungkin bisa mereka mengerti. Hal ini mungkin bisa sebaliknya jika Paulus dan Silas melarikan diri. Secara peluang mata dan secara logika, Paulus dan Silas melihat peluang untuk melarikan diri ada. Namun ia tidak berpikir seperti itu. Paulus melihat logika diatas logika dan justru pada saat Paulus dan Silas tidak melarikan diri itulah saatnya kepala penjara mau bunuh diri. Ketika kepala penjara melihat Paulus, Silas dan semua narapidana masih ada disana, dengan tersungkur di hadapan Paulus dan Silas kepala penjara itu bertanya, "Apa yang harus aku perbuat, supaya aku selamat?" Permasalahannya, apa yang dimaksud dengan kata ‘selamat’ menurut kepala penjara? Disini ada beberapa pengertian: pertama, selamat disini berarti selamat dari situasi dan tangan-tangan diktator yang akan menuntut dan mengadili dia. Kedua, selamat dalam pengertian keselamatan jiwa. Kepala penjara ini tahu bahwa Paulus dan Silas adalah pemberita Injil. Hanya, dia takut karena tahu bahwa dia berada dibawah penguasa kota Filipi. Jadi sebenarnya dia dalam situasi terjepit. Namun disaat seperti ini kepala penjara kemudian menanyakan, apa yang sebetulnya Paulus dan Silas beritakan di luar. Dari kedua kemungkinan ini kita tidak tahu dengan jelas yang mana.

Namun di saat seperti ini Paulus langsung memberitakan Injil kepada dia, "Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu." Ketika Paulus memberitakan Injil kepada seisi rumah tersebut, mereka mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Alkitab mencatat, mereka akhirnya percaya kepada Tuhan Yesus. Yang artinya seluruh orang yang berada di dalam rumah tersebut menjadi percaya dan menyerahkan diri untuk dibaptis (ay 34).

Disini kita akan menyoroti dari dua sisi. Pertama, kita akan menyoroti dari sisi Paulus. Mengapa ketika Paulus diberi peluang untuk lari justru mengambil langkah untuk tidak lari? Ini merupakan hal yang unik sekali. Disini Paulus tidak memakai logika manusia. Kacamata yang Paulus pakai bukan kacamata manusiawi untuk kepentingan dirinya sendiri. Meskipun di dalam peristiwa ini terjadi mujizat yang bersifat rohani tetapi konklusinya tidak boleh bersifat duniawi, meskipun sudah dilepaskan itu tidak berarti saya harus menyelamatkan diri demi kepentingan saya. Tidak, justru dalam situasi seperti itu, Paulus mempertimbangkan kepentingan keseluruhan. Apakah kalau saya diam nama Tuhan dipermuliakan? Jika aku lari, apa yang terjadi dengan semua narapidana? Semua narapidana juga pasti lari. Paulus sekarang dilihat oleh seluruh narapidana. Padahal semua narapidana itu adalah orang-orang jahat yang memang patut dihukum oleh pemerintah. Mungkin hanya Paulus dan Silas orang yang tidak layak dihukum sedangkan yang lain adalah penjahat-penjahat yang memang layak dihukum. Itu sebabnya, jikalau sampai Paulus dan Silas lari, itu berarti mereka sedang merusak sistem keadilan pada saat itu. Dan lagi apakah memang Tuhan menghendaki bahwa seluruh narapidana itu melarikan diri? Dalam situasi seperti ini Paulus peka akan pimpinan Tuhan dan tidak mau mendukakan Tuhan dalam segala sesuatu dan dalam situasi apapun. Titik dimana Paulus tidak lari ini justru titik dimana dia bisa menyelamatkan kepala penjara yang harusnya tidak bisa bertobat. Disini Paulus menunjukkan bagaimana Tuhan bekerja yang paling maksimal. Dalam situasi seperti ini Paulus melihat peluang tapi bukan peluang yang dilihat dari kacamata manusia jasmaniah. Disini paulus melihat peluang untuk memenangkan jiwa seluruh keluarga kepala penjara. Peluang ini tidak bisa kita lihat kalau kita egoisme. Akhirnya peristiwa ini menunjukkan kemuliaan Tuhan yang indah sekali. Biarlah kita juga di dalam melangkah kita bertanya apa yang Tuhan mau kerjakan melalui diri kita? Sehingga nama Tuhan dipermuliakan melalui hidup kita. Saya rasa langkah-langkah kita akan berbeda, sikap hidup kita akan berbeda kalau kita memiliki kacamata seperti Paulus dan Silas.

Sisi kedua, mari kita melihat dari sisi kepala penjara. Kepala penjara ini mengalami proses yang unik sekali. Dia berada di tengah-tengah situasi yang tidak berpengharapan. Sebagai orang Romawi yang ada dikota Filipi dia sudah sangat terformat dengan cara berpikir dan cara hidup model orang-orang dikota Filipi. Bagi kepala penjara, cara hidup yang bersifat antroposentris seperti korupsi, kolusi, dan segala macam diktator itu pemandangan sehari-hari. Di dalam kebudayaan Romawi, meskipun mereka mempunyai aturan-aturan hukum yang diakui oleh seluruh dunia menjadi sumber banyak inspirator hukum, dalam konteks ini justru kita melihat sogok-menyogok untuk mendapatkan posisi itu paling banyak juga di Romawi. Kehidupan ini menjadi format sehari-hari dari orang Filipi. Demikian juga pada waktu gempa terjadi dan kepala penjara melihat semua pintu terbuka maka langsung timbul pemikiran bahwa semua narapidana pasti lari. Ini sudah terformat dan menjadi satu asumsi sebelum realitanya dilihat atau dibuktikan. Format yang sudah mendarah daging ini hampir mengambil resiko nyawanya. Jika kita berani memutlakan apa yang kita pikirkan tanpa kita mau kembali melihat pekerjaan Tuhan, cara Tuhan menerobos sesuatu mungkin sekali apa yang kita mutlakan itu nanti akan menjadi bumerang membunuh diri kita. Kepala penjara dalam kondisi dia sudah terlalu terpaku dengan apa yang dia pikirkan saat itu, dia dibukakan oleh Tuhan untuk melihat satu peluang yang selama ini belum pernah dia lihat, dia alami dan hari itu merupakan pengalaman baru yang menerobos semua pengalaman selama ini dan yang menghancurkan semua bangunan presaposisinya.

Namun, Tuhan masih mau memberikan kesempatan dia melihat kebenaran. Tuhan masih mau menyelamatkan jiwanya melalui Yesus Kristus. Itu sebabnya ketika Paulus dan Silas berkhotbah maka kepala penjara dan keluarganya bertobat dan dibaptis. Ini tidak berarti kepala penjara bertobat maka seluruh keluarganya secara otomatis diselamatkan. Tidak! Mereka diselamatkan karena mereka mendengar Injil dan bertobat. Ini merupakan pengalaman yang melampaui pikiran yang telah Tuhan berikan ke--pada kepala penjara. Dari seorang yang putus asa dan tidak ada harapan sampai seluruh keluarga diselamatkan. Ini bukan berarti kita menolak kebudayaan. Tidak. Tetapi kita harus melihat firman Tuhan dari perspektif Allah melalui firmanNya karena satu-satunya kemutlakan hanya ditangan Tuhan. Hanya kembali pada Tuhan kita baru bisa melihat kemungkinan yang Tuhan buka. Inilah yang membuat kita bisa melihat sesuatu lebih sekedar apa yang diformat oleh dunia. Mari kita belajar dari pengalaman kepala penjara ini. Biarlah ini membuka wawasan kita sehingga ditengah-tengah dunia yang makin sulit ini kita melihat realita yang sejati dan melihat bagaimana Tuhan bekerja ditengah dunia ini. Biarlah kita belajar mengalihkan pola epistemologi, cara kita menentukan kebenaran bukan menurut diri kita melainkan berdasarkan apa yang Tuhan mau. Melihat segala sesuatu apa yang Tuhan inginkan dan kerjakan di dalam diriku dan melalui diriku. Dengan demikian nama Tuhan dipermuliakan. Inilah yang kita rindukan dan menjadi seluruh pengharapan hidup kita. Amin!

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah - RT)