Ringkasan Khotbah : 02 April 2000

BE THE IMITATOR OF GOD

Nats : Efesus 5:1-5

Pengkhotbah : Rev. Sutjipto Subeno

 

Saudara, minggu lalu kita telah melihat kaitan antara Ef 4 hingga Ef 6:10 yang  membicarakan tentang bagaimana hidup Kristen harus berubah sesuai dengan apa yang di­ajar­kan didalam kebenaran firman Tuhan. Maka ketika kita mendapat pengajaran menjadi anak-anak Tuhan, kita diubah bukan karena diharuskan dari luar tetapi karena roh pikiran kita diubah oleh Tuhan dengan kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya (Ef 4:17). Kita diubah oleh Tuhan su­paya boleh menjadi anak-anak Allah yang kekasih dan mencitrakan citra Allah. Se­hing­ga kita ti­dak boleh sampai salah mengerti antara hakekat anak yang sesungguhnya dengan pe­nger­tian anak secara perluasannya. Anak-anak Allah adalah anak-anak yang menampilkan dan meng­hi­dup­­­kan apa yang diinginkan oleh BapaNya sehingga apa yang dinyatakan, itu merupakan seluruh iden­titas kebijakan/ kebajikan yang mung­kin ditunjukkan dan dinyatakan di tengah dunia. Inilah yang ditekankan oleh Paulus.

Ketika dikatakan, seperti anak-anak yang kekasih maka kita seharusnya hidup didalam ka­sih. Kekristenan dikatakan sebagai agama kasih karena istilah inilah yang menjadi inti ajaran iman Kristen. Kita seringkali salah mengerti dengan menganggap bahwa kitalah yang dapat men­cintai dan mengasihi, padahal kita bukan merupakan sumber kasih tetapi hanya sebagai pemilik ka­­­sih secara turunan yang turun dari sumber kasih, sehingga kalau kita melepaskan relasi dari  sum­­ber tersebut maka kita akan mengalami kekacauan. Dan ketika manusia jatuh kedalam dosa, du­­nia menjadi loveness/ketidakdaan kasih/kehilangan cinta kasih yang sesungguhnya karena me­nga­lami destruksi sehingga tidak mampu lagi mengimplementasikan kasih. Itulah yang  men­ja­di alasan dimana kalau kita memperhatikan dalam Yoh 13:34-35 Kristus mulai memberikan perin­tah baru kepada 11 muridNya: “…, supaya kamu saling mengasihi; …, dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” Kali­mat ini menunjukkan bahwa ketika kita dapat mengasihi seperti apa yang Tuhan tuntutkan, itu bu­kan sekedar kasih biasa tetapi ada satu kriteria kasih yang begitu unik yang membuat orang tahu bah­wa kita adalah murid Kristus dan dengan demikian berhak di­se­but sebagai perintah baru. Pe­rin­tah ini se­nada dengan apa yang diungkapkan dalam Ef 5 di­ma­na dikatakan: “…, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menye­rah­kan diriNya untuk kita sebagai per­sem­­­bah­an dan korban yang harum bagi Allah.” Cinta kasih yang disodorkan di tengah dunia bu­kan lagi cinta kasih yang sesungguh­nya, yang Tuhan inginkan. Disini kita melihat Paulus sa­ngat ber­hati-hati ketika ia mengatakan hi­dup­lah didalam kasih, kalimat itu tidak hanya berhenti sam­pai di­­situ tetapi dilanjutkan, ‘se­bagai­ma­na Kristus Yesus mengasihi kamu.’ Hal itu sangat ber­pu­sat ke­­pada Kristus, sehingga ketika kita menga­sihi, hendaklah itu seperti cinta Kristus terhadap kita.

Kalau kita mempelajari surat Efesus, pasal 1-3 meru­pakan doktrin Kristen yang begitu so­lid dan kemudian 4-6 meru­pa­kan implementasi praktisnya, bagaimana kita menjalankan hidup sa­ya sesuai dengan ajaran yang diajarkan. Tetapi Martin Llyord John kemudian mensinyalir ada­nya ketegangan karena salah me­ngerti konsep ini sehingga seolah-olah iman Kristen terpisah men­jadi dua bagian yang tidak terkait satu sama lain. Ini merupakan satu si­kap yang sangat ber­ba­haya! Ia mengatakan bahwa ketika kita men­ja­lan­­kan hidup praktis Kristen ma­ka kita tidak da­pat lepas daripada doktrin yang telah diajarkan, de­mi­­kian pula sebaliknya. Ma­ka dalam ayat ini di­ka­takan bahwa waktu kita menjalankan kasih kun­ci­­nya adalah bagaimana Kristo­logi (prinsip ba­gai­mana Kristus mencintai kita, penebusan Kristus men­­jadi dasar daripada implementasi kasih yang sesungguhnya). Ia mengkritik keras satu konsep yang mengatakan bahwa para pen­de­ta atau gereja tidak perlu belajar doktrin. Disini dapat dibayangkan kasih macam apakah yang dapat kita lakukan jikalau demikian? Saya tidak kaget kalau kemudian isti­lah yang seharusnya indah: ‘The Children of God’ justru menjadi tempat dimana implementasi anak-anak Allah menjadi begitu rusak dan konyol.

Sehingga disini Paulus dengan tegas langsung mengkontraskan dengan: “Tetapi per­ca­bulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun jangan diantara kamu, se­ba­gai­mana sepatutnya bagi orang-orang kudus.” Kata percabulan yang ditulis didalam ayat ini me­rupakan kata ‘porno’ (Yunani: porneia). Paulus melihat bahwa jikalau kita menjalankan kasih ter­lepas daripada prinsip kebenaran Kristen dan tidak kembali pada sumber yang sejati maka akhir­nya kasih itu akan berubah menjadi kasih yang bersifat rendah, kecemaran dan ingin me­na­rik keuntungan secara tamak dari orang lain. Dan justru sekarang dimana dunia dikatakan se­ma­kin maju, moralitas masyarakatnya justru semakin rusak. Bisnis terbesar di internet sekarang jus­tru pornografi (sarana menjual pornografi) sehingga meng­­hasilkan mafia-mafia yang mengum­pul­kan milyartan dollar untuk bisnis tersebut, dan se­mua itu dengan slogan “Love.” Bagaimana kita meng­implementasikan ka­sih yang sesungguhnya didalam kekristenan? Ini perlu kita perhatikan kem­bali! Seharusnya im­ple­mentasi teknologi yang terbaik ada ditangan gereja dan kita memakai sa­rana-sarana teknologi yang terbaik untuk kemajuan seluruh pelayanan penginjilan demi ke­mu­lia­an Allah.

Ketika ia mengatakan, “Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan di­sebut sajapun jangan diantara kamu,” ini merupakan satu hal yang begitu unik. Kekristenan di­ajar untuk mengimplementasikan cinta kasih yang dimodelkan dan diturunkan berdasarkan dok­trin penebusan Kristus. Sehingga kasih kita harus merupakan kasih yang direlasikan kembali de­ngan sumber kasih yaitu Tuhan Allah sendiri yang boleh menjadi contoh kasih yang se­sung­guh­nya. Dengan demikian, kasih itu dapat diimplementasikan secara tepat karena kasih itu dijalankan me­nurut teladan Kristus. Kalau kita memisahkan antara cinta terhadap Tuhan dengan terhadap se­sama maka akibatnya orang Kristen seolah-olah hanya menutup kasih yang digambarkan se­ba­gai penebusan Kristus hanya didalam kasih antara saya dengan Allah. Dunia ini sedang di­je­bak dengan jiwa nafsu, semangat sifat cemar dan tidak beres yang begitu rusak sehingga itu akan mendatangkan satu manipulasi yang begitu tamak didalam pikiran yang kotor, cabul dan por­­no. Sehingga saya dapat membayangkan betapa khawatirnya kalau kita mempunyai anak pe­­rem­puan yang bersekolah di luar negeri karena pencemarannya begitu mengerikan. Disini justru Alkitab keras sekali membicarakan tentang relasi cinta yang digambarkan satu-persatu oleh Paulus didalam hubungan setiap manusia, khususnya termasuk didalam keluarga. Bahkan disitu di­­­gambarkan seperti hubungan antara Kristus dengan je­maat, dimana hubungan itu sebagai satu mo­­­del bagaimana Kristus berelasi dengan jemaat (Ef 5).

Waktu kita melihat hal seperti ini, ter­nyata kita harus kembali kepada model yang se­sung­­­guh­nya yaitu penebusan Kristus yang boleh menjadi model cin­ta kita di semua bidang. Se­tiap saat dunia kita semakin di­han­curkan dan kalau kita tidak berhati-hati ma­ka kitapun menjadi kor­­ban. Dalam Amsal 5 di­ka­ta­kan, “…, kalau daging dana tubuhmu habis binasa, …, ah, menga­pa aku benci kepada didikan, dan hatiku menolak teguran.” Tetapi seringkali kalimat itu muncul ke­­tika kita sudah ter­lam­bat, dengan air mata dan ke­hancuran yang kita alami. Amsal 5 memberi pe­­ringatan yang be­gitu keras dan tajam untuk ma­sa­lah seperti ini tetapi seringkali manusia tidak mau belajar dari se­ja­rah. Terlalu banyak contoh di­dalam film dimana orang yang jahat dan mafia han­­cur serta rusak hi­dup­nya, tetapi hal ini tidak men­ja­di berkurang tetapi justru bertambah dan ma­­nusia mengulang hal yang sama dengan apa yang pernah dillihatnya. Itulah realita! Sehingga kita baru berubah kalau esensi cin­ta yang sesungguhnya diubah dari akar permasalahan di­ba­wah­nya. Saya rindu hal ini boleh terjadi di tengah kita yaitu melihat Tuhan sebagai model.

Format penebusan Kristus didalam ayat ini menggunakan dua format bersamaan yang digambarkan dengan indah sekali. Yaitu bagaimana Kristus telah menyerahkan dirinya men­jadi persembahan dan korban yang harum. Istilah ‘persembahan’ dan ‘korban yang harum’ meru­pa­­­kan dua istilah yang berbeda. Sehingga di­dalam Perjanjian Lama (Imamat) terdapat 5 macam kor­­ban yang harus dijalankan di­ma­na ada yang ber­sifat dari tanaman (hasil kerja) dan juga ada yang be­rupa darah (binatang yang di­po­tong dan di­bakar dihadapan Tuhan). Persembahan disini di­sebut le­bih dahulu, menggambarkan satu ung­kapan bahwa saya sudah me­nerima dari Tuhan dan kemudian saya harus mengembalikannya ke­pa­da Tuhan atau sebagai hasil pertama dari pe­ker­jaan Tuhan). Orang Yahudi sangat ketat memperhatikan hal ini di­mana pertama kali me­na­nam po­hon maka hasil per­ta­ma daripada kebun itu 100% di­per­sem­bah­kan untuk Tuhan dan se­tiap pa­nen berikutnya mereka me­nyisihkan 10% unutk di­persem­bah­kan. Hal ini banyak di­la­ku­kan seka­rang oleh anak-anak mu­da dimana upah kerja mereka yang pertama dipersembahkan se­mua ba­gi pekerjaan Tuhan. Se­hing­ga gambaran persembahan se­perti ini menjadi satu ucapan syu­kur dan kesadarn bahwa apa yang ada ditangan kita itu bukan mi­lik kita tetapi merupakan berkat tu­run­an dari Tuhan kepada kita. Dan kon­sep kita mencintai juga harus sa­ma dengan persembahan, yaitu bagai­­mana kita sudah menerima itu dari Tuhan dan harus di­per­sem­bahkan kembali bagi Tuhan. Disitu kesadaran bah­­wa kita dapat mengasihi ka­re­na Tuhan sudah memberikan kasih itu kepada kita.

2). Gambaran daripada korban yang harum, satu persembahan darah meupakan tan­da bahwa kita orang berdosa yang kemudian harus mengakui dosa kita dan mencapai satu pene­bus­­an melalui persembahan korban yang digantikan diatas mezbah. Ketika binatang itu di­per­sem­­bahkan maka persembahan itu harus kembali keatas sebagai satu bau-bauan yang harum di­ha­­­dapan Allah. Yang diutamakan disini bukanlah jenis korbannya (Yahudi: ada beberapa jenis kor­­ban di­ma­­na yang paling miskin dapat memberi burung tekukur, dan yang lain dapat memberi kam­­bing/domba, sedangkan yang kaya mempersembahkan lembu). tetapi apakah persembahan itu naik kembali pada Tuhan atau tidak. Dan itu yang digambarkan didalam relasi hubugan antara ka­in dan habil dalam mem­berikan persembahan. Apakah persembahan itu berkenan menjadi du­pa yang harum di­ha­dap­an Tuhan. Sehingga ini yang menjadi persoalan ketika kita membaca na­bi-na­bi kecil dimana Tuhan marah sekali dan mengatakan, bahwa mereka silakan memper­sem­bah­­kan korban tetapi Ia muak melihat persembahan itu karena mereka tidak taat kepadaNya. Ar­­ti­­nya mereka menjalankan secara ritual persembahan korban dan ketika itu hati mereka tidak di­­da­lam persembahan, dan itu tidak ada artinya sama sekali. Penebusan Kristus adalah me­nge­­napi se­luruh ketotalitasan persembahan yang menjadi dupa harum dihadapan Allah. Inilah yang ingin di­gambarkan menjadi satu model turunan cinta kasih bagaimana kita mempraktekkan ka­sih di tengah dunia. Dan waktu kita mencintai, mempraktekkan kasih yang menjadi kunci batas­an­nya ada­­lah apakah kasih kita menjadi satu dupa persembahan yang harum dihadapan Allah atau di­da­­lam seluruh relasi itu apakah Tuhan berkenan dengan implementasi kasih yang kita jalankan. Ini menjadi pertanyaan dalam hidup kita! Apa artinya kita menjalankan cinta kasih kalau itu akhir­nya berlawanan dengan kehendak Allah yang adalah kasih, maka bukankah sebenarnya kasih kita bukan kasih? Saya rindu kita hari ini mulai belajar menguji kembali diri kita, apakah se­be­nar­nya selama ini kita telah mengerti konsep kasih yang sebenarnya dan kasih seperti apa yang se­dang kita implementasikan. Kiranya ini boleh menguatkan kita. Amin.?

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)