Ringkasan Khotbah : 18 Juni 2000

DINAMIKA IMAN YEFTA

Nats : Kej 48:13-19; Bil 13:8; Hak 11:1-11;29-35; 12:1-7

Pengkhotbah : Ev. Thomy J.Matakupan

 

Alkitab di dalam menggambarkan kelemahan dan kegemilangan masing-masing tokoh yang ada didalamnya begitu terbuka. Dalam bagian ini kita melihat bagaimana se­orang yang ber­na­ma Yefta ber­usa­ha untuk mengerti pimpinan dan kehendak Tuhan, dan per­gumulan demi per­gu­mulan yang ada sebenarnya merupakan pergumulannya sejak ke­cil. Ia sudah memendam sakit hati yang sangat dalam berkaitan dengan peristiwa Yakub mem­berkati kedua anak Yusuf. Pa­da ma­­sa itu Yusuf membawa Manasye dan Efraim kepada Yakub dan ketika itu ternyata Yakub me­nyi­­­langkan tangannya ke­atas kepala ke­duanya, dengan demikian Efraim (se­ba­gai anak bungsu) men­­­­dapat berkat dari tangan kanan Yakub, sedangkan Manasye yang se­ba­gai anak sulung men­da­­­­pat berkat dari tangan kiri Yakub. Melihat hal itu Yusuf tidak setuju sebab menurutnya yang men­­­­­­dapat ber­kat ta­ngan kan­an itu seharusnya adalah anaknya yang sulung yaitu Manasye. Dan se­­­­telah itu se­jarah Israel mu­lai mem­buktikan Efraim menjadi su­ku yang sa­ngat be­sar dan ba­nyak to­­­koh-tokoh penting dalam Alkitab muncul dari suku ter­se­­but.

Dan Yefta yang la­hir dari seorang Gilead adalah salah satu suku terbesar ba­ni Ma­nasye. Hal ini menjadi sa­­kit hati yang terus-me­ne­­­rus dan tu­run-temurun secara mendalam yang ter­­­simpan dalam ha­­ti orang-orang Ma­nasye, termasuk Yefta. Itu merupakan satu sisi yang sangat ti­­­­­dak me­nye­nangkan di­­­­da­lam hidup suku Manasye. Dilain sisi, ki­ta juga melihat bahwa Yefta ada­lah se­orang yang lahir dari seorang perempuan sundal sehingga setelah anak-anak istri Gilead be­­­sar, mereka membenci dan akhirnya mengusir Yefta dari rumahnya, demikian pula halnya de­ngan orang Israel  saat itu yang mempunyai peraturan ketat sekali. Disini kita da­pat mem­bayang­kan, be­tapa sakit yang amat dalam se­kali yang ia bawa seumur hidup se­hingga ia kemudian pergi ke sua­tu tempat yang disebut ta­nah Tob. Disana ia diterima de­ngan baik dan berhasil menya­tu­kan kelompok para pe­tua­lang atau pe­nyamun (preman) sehingga ia diangkat menjadi pemimpin ter­­tinggi yang di­hor­mati, dikagumi dan ditakuti, dan itu ti­dak ia peroleh  dalam suku bang­­sa­nya sen­­­­diri. Tetapi ketika bani Amon berperang melawan orang Israel, para pemimpin Gilead datang un­­­­tuk minta tolong kepada Yefta, dan itu berarti nama Yefta telah begitu tersohor saat itu. Ak­­hir­nya setelah terjadi tawar-menawar dengannya maka Yefta bersedia berperang namun de­ngan sya­­­­­rat jikalau menang maka ia akan menjadi pemimpin atas suku Gilead. Disitulah dimulainya titik ba­­lik kehidupan Yefta.

Kita me­­­lihat bahwa diawal hidup Yefta memimpin bangsa Israel Alkitab membuka de­ngan satu ca­tat­­an yang begitu indah, dimana dikatakan bahwa Roh Tuhan menghinggapi Yefta se­­hingga kemenangan demi kemenangan ia alami. Di dalam PL, jikalau Roh Tuhan meng­hing­gapi seseorang, berarti disana ada penyertaan dan berkat Tuhan sehingga apa sa­­ja yang ia per­bu­­­­at pasti berhasil. Tetapi sangat meng­­­he­ran­kan sekali bahwa dalam ayat 30 Alkitab mencatat na­­zar Yefta yang menga­ta­kan, “Jika Engkau sungguh-sungguh menyerahkan bani Amon itu ke­da­­lam ta­ngan­­­­ku, maka apa yang keluar dari pintu rumahku untuk menemui aku, …, itu akan men­ja­­di kepunyaan Tuhan, dan aku akan mem­per­sem­bah­kannya sebagai kor­­ban bakaran.” Disini kita me­­lihat bahwa se­perti­nya Yefta mu­­lai kembali tawar-me­nawar dengan Tuhan, walaupun ia tahu bah­wa Roh Tuhan ada padanya dan itu berarti ada suatu jaminan yang pasti. Ini satu hal yang ia ba­­wa dari masa petualangannya ber­sama pa­ra penyamun di ta­nah Tob. Sebab merupakan ke­­bia­­­sa­an bagi mereka sebelum ber­pe­rang mem­per­sem­bahkan kor­ban manusia sebagai korban ba­­karan untuk men­da­pat­kan kemenangan. Padahal kalau kita lihat selanjutnya dikatakan bahwa anak­­nya merupakan anak tunggal, dan itu berarti ha­nya istri dan anaknya yang tinggal di rumah. Sehingga sangat mengherankan jikalau ia ter­koyak hati­nya ketika anaknya menyongsong dia de­ngan menari-nari. Mungkin sekali itu berarti yang ia ha­rapkan menyongsong adalah istrinya, ka­re­na ia begitu jengkel dan sedang mengalami konflik de­ngan­nya, sehingga dengan cara yang sa­ngat ro­hani ia berusaha melenyapkannya. Ini satu hal yang sangat licik sekali yang mungkin mun­cul da­lam pikiran Yefta. Bukankah seringkali ada ba­nyak hal yang dapat kita pakai mengatas­na­ma­­­kan hal-hal rohani tetapi sebenarnya dibalik itu ba­nyak hal yang tersembunyi, hanya kita sen­diri yang ta­hu? Namun itu bukan berarti Tuhan tidak ta­hu, sebab tangan Tuhan sudah ada diatas Yefta dan Ia sudah memberikan kemenangan demi ke­me­nangan yang hebat.

Pa­ling sedikit terdapat dua penafsiran mengenai nazar Yefta, yai­tu: 1). Yefta menge­napi janjinya dalam arti mengorbankan anak perempuannya dengan cara tidak di­­­berikan kesem­pat­an untuk menikah, dan se­lu­ruh orang Israel menangisi kega­disan­nya. 2). Yefta sung­guh-sung­guh mempersembahkan anak­nya sebagai korban bakaran, sesuai de­ngan na­zar­nya. Saya cen­de­­rung melihat bahwa pe­naf­sir­an yang kedua yang benar, oleh karena ke­­biasaan di ta­nah Tob yang mengikutinya. Di dalam PL sebelumnya dikatakan bahwa Tuhan marah ter­ha­dap orang yang mempersembahkan manusia sebagai korban api kepada dewa Molokh, dan itu pas­­­­ti juga di­ke­­­tahui oleh Yefta. Namun se­pertinya ia telah mempunyai maksud ter­ten­tu untuk me­le­­­­nyap­kan is­tri­­­­nya. Jangan kita mengira bah­­wa hal ke­luarga itu tidak sangat ber­pe­nga­ruh dalam pe­­layanan ki­ta. Seorang istri seha­rus­nya­lah men­du­kung dan memberikan ke­kuatan bagi sua­mi di da­­lam pe­la­­yan­­an, demikian pula se­ba­lik­­­nya. Siapakah Yefta sehingga ia harus mem­buat nazar yang be­gi­tu me­­ng­agetkan, langkah yang begitu menciutkan hati banyak orang sehingga orang yang mem­ba­ca pada saat itu akan mengatakan bahwa ia ada­lah orang tua yang tidak tahu diri? Yefta sejak ke­cil di­benci oleh orang Manasye dan ia seorang anak perempuan sun­dal, namun berkat Tuhan ada di­atasnya. Seringkali kon­sep kita terhadap anak-anak semacam itu, dan bahkan anak dari ke­­luarga yang broken home begitu negatif, pa­da­hal se­be­nar­nya tidak ada orang yang berhak mem­­­berikan pe­nilai­an se­ma­cam itu, karena hanya Tuhanlah yang berhak melakukannya. Sebu­ruk atau sepahit apapun latar be­la­kang hidup kita, itu sanggup Tuhan pa­kai menjadi alat ke­mu­lia­­an­­­Nya! Sa­­ya pernah ber­temu de­ngan ham­ba-hamba Tuhan yang latar belakang keluarganya broken home tetapi Tuhan pakai dan pulih­kan kon­sep penger­ti­an serta harga diri mereka. Kita ja­ngan meng­hina ke­bera­da­an kita ma­sing-masing ka­rena kita adalah orang yang kepadanya Tuhan me­ng­arahkan pa­ndang­an ma­ta dan Tuhan perduli hingga hal-hal yang paling kecil dalam hi­­­dup ki­ta masing-ma­sing. Itu adalah con­toh eks­trim yang Alkitab ka­takan bahwa Yefta lahir dari perem­pu­­an sun­dal!

Setelah Yefta menang pe­­rang, maka muncullah kasus yang berpuluh-puluh tahun ter­pen­­­dam yaitu perseteruan antara Ma­nasye dan Efraim. Saat itu orang-orang Efraim datang dan dan marah terhadap Yefta sebab ia tidak mengajak mereka bersama memerangi bani Amon. Su­ku Efraim adalah suku yang nakal sebab ketika mereka diajak ber­pe­rang tidak mau namun ketika su­­­­dah menang mereka protes, de­ngan kata lain mereka adalah suku yang mau menang sendiri. Ka­­­sus semacam ini pun pernah di­ha­dapi oleh hakim lain Israel yang bernama Gideon. Namun Gideon adalah seorang yang bijaksana se­hingga ia tahu bagaimana men­jawab orang-orang Efra­im tersebut se­hing­ga mereka merasa cukup senang hatinya ka­rena Gideon masih mem­beri­kan peng­­­hor­mat­an. Lain halnya dengan Yefta, yang sudah terlalu banyak mengalami sakit hati dan ia me­­rasa telah memiliki seluruh kekuasaan, maka saat itu ia langsung menanggapi dengan ke­ras. Dan kita melihat akhirnya pada hari itu ada 42 ribu orang yang mati sia-sia. Satu hal yang per­lu di­pertanyakan adalah, apakah perihal pembunuhan ini juga ada dalam rencana Tuhan se­men­jak awal Ia memilih Yefta? Tuhan tidak pernah mengutus Yefta untuk berdiri dan menjadi ha­kim atas orang yang telah ia benci seumur hidup. Merupakan satu pelajaran bagi kita supaya sebagai orang tua, kita tidak menyebabkan anak-anak kita memendam kebencian yang sangat seumur hidup. Satu kali saya melihat acara TV “Solusi” dimana saat itu diceritakan mengenai dua orang ka­kak beradik yang saling membenci satu sama lain hingga berpuluh-puluh tahun. Tetapi akhir­nya setelah mereka menerima Tuhan Yesus maka mereka sadar dan mau saling mengasihi ka­re­na Tuhan sudah mengasihi mereka lebih dulu. Memang disatu sisi kita tahu bahwa Tuhan sudah mem­­punyai rencana terhadap Yakub, tetapi dilain sisi kita dapat belajar kebenaran bahwa ha­rus ada bijaksana tersediri dari setiap kita sebagai orang tua untuk hati-hati supaya jangan sam­pai ki­ta memperlakukan anak yang satu lebih istimewa dari yang lain, sehingga mengakibatkan salah sa­­­tu dari anak tersebut memendam benci. Banyak hal yang Yefta laku­kan yang sangat mungkin ber­arti kemunafikannya. Tuhan tidak pernah memberikan tugas kepada seseorang yang akhir­nya mem­­buat orang tersebut terkapar dan tidak mampu mengerjakannya karena Ia tahu dengan jelas be­­rapa kapasitas setiap orang.

Di dalam satu film kartun diceritakan tentang seekor burung rajawali yang melatih anak­nya terbang. Ketika anak rajawali itu masih kecil, induk rajawali itu begitu rajin merawat dan mem­­beri makan, demikian juga dengan ayah rajawali yang begitu cer­mat memperhatikan per­tum­buh­­an anaknya. Setelah anak rajawali tersebut sudah mulai menampakkan pertumbuhan bulu ser­­ta hal yang diperlukan rajawali untuk terbang, maka ayah rajawali tersebut ingin membuktikan kemampuan anaknya dihadapan seluruh warga rajawali. Anak raja­wali tersebut belum menge­ta­hui bagaimana ia harus terbang tetapi ayah raja­wali tersebut de­ngan yakin memberikan petunjuk ba­­­gai­­ma­na ia ha­rus mengepakkan sayap­nya. Akhirnya dengan mendengarkan petunjuk dari a-yah­­­­nya maka ia benar-benar dapat membuktikan bahwa ia mampu terbang. Itulah satu ilustrasi di­­­­­­ma­na saya ingin men­jelaskan bahwa kalau Tuhan mau pakai, ia ta­hu kekuatan kita. Yang perlu Tuhan lakukan ada­lah berteri­ak keras supaya kita mengembangkan sayap kita. Tuhan tahu ka­pa­si­­­tas kita, ter­ma­­suk kapasitas Yefta. Yefta tidak seharusnya me­nge­­luarkan tawar-menawar yang ku­­­rang bijaksana yang menyebabkan harus dikorbankannya se­orang anggota keluarganya.

Suatu kali ketika saya dan adik  saya makan di TP, saya melihat ada seorang anak ke­cil berusia 5-6 tahun yang duduk di atas satu kertas semen dan disampingnya tergeletak se­orang bayi yang kira-kira seusia anak saya. Mereka berada ditengah panas terik matahari, debu yang ber­­tebaran dan orang yang lalu lalang disekitarnya. Disitu saya mulai berpikir bahwa anak saya men­­dapat kesempatan lebih baik daripada anak ter­sebut. Kita tidak mempunyai hak untuk me­nga­­takan bahwa kita lebih baik daripada orang lain, ka­rena mungkin sekali Tuhan membalikkan sua­­tu si­tuasi dengan begitu drastis, dimana orang yang dillingkupi dengan kenyamanan dan ke­ten­traman akhirnya harus tinggal di ba­­wah kolong jembatan. Semua itu sangat mung­kin terjadi se­hingga kita tidak seharusnya mem­be­ri penilaian negatif kepada orang lain. Hal ini ha­nya­lah ma­sa­lah bagaimana kita menerima keadaan ki­ta. Hak 11: 29 dicatat sebagai cara Tuhan membuka ke­lemahan Yefta sehingga setiap orang dapat melihat ­de­ngan mendalam apa yang se­be­nar­­nya ter­­ja­­di pada diri Yefta. Apa yang Yefta alami ada ba­nyak hal yang tidak bijaksana, apa­lagi se­­­telah men­­jadi seorang pemimpin atas satu suku bang­sa. Mungkin se­kali ada nilai-nilai yang ber­­sifat e­mas melalui latar belakang yang gelap atau kelemahan kita yang Tuhan akan tun­jukkan sa­tu-per­satu dari hi­dup kita. Mung­kin se­kali latar belakang Yefta adalah besi ka­rat­an tetapi Tuhan per­­nah ba­wa dia ma­suk dan melihat, betapa hidup­nya mem­punyai nilai se­perti emas, tetapi se­te­lah ke­­ge­mi­­lang­an dan se­gala yang ia miliki, ia memendam kebencian, membunuh, dan bah­­kan me­­lang­kah terlalu jauh. Oleh ka­re­na ia berkuasa dan mungkin melakukan semua hal ma­ka ia me­­le­­wati ba­tas dan bermain peran sebagai Tuhan, padahal ia tidak punya hak atas hidup o­rang Efraim. 

Biarlah setiap kita berdoa supaya kiranya potensi yang Tuhan berikan tidak mem­buat ki­ta semakin jauh atau bertindak apa yang tidak Tuhan kehendaki, tetapi justru semakin de­kat pa­da Tuhan, dengan demikian kita boleh menjadi orang yang dipakai oleh Tuhan. Tuhan mem­ber­kati kita. Amin.?

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)