Ringkasan Khotbah : 02 Juli 2000

KUASA KREATIF KASIH KRISTUS

Nats : I Yoh 4:8-12; Rm 5:8-9; Luk 8:26-39; I Kor 16:22

Pengkhotbah : Ev. Solomon Yo

 

Ada seorang wanita yang suatu kali meninggalkan suami dan anak-anaknya untuk per­gi dengan pacarnya yang baru, namun beberapa waktu kemudian ia juga ditinggalkan oleh pa­car­nya. Dalam kondisi seperti itu ia merasa tidak pantas untuk kem­bali pada keluarganya dan bunuh diri. Keesokan harinya polisi menemukan di samping jenazah­nya se­­carik kertas yang bertuliskan, “Saya bukan manusia, saya lebih hina daripada bina­tang, jangan ta­­ngisi saya.” Berapakah se­sung­guhnya nilai seorang manusia itu? Bagi Hitler orang Ya­hudi ada­lah ras rendah yang harus di­habisi; bagi orang komunis, demi satu masa de­pan ne­gara (da­­lam ideal mereka yang salah itu) ma­ka puluhan juta orang dihabisi, demikian ju­ga ba­gi kaum ka­­pitalis, dimana orang hanya dihar­gai sebagai alat produksi untuk suatu profit tertentu.

Jikalau nilai manusia hanya diukur sedemikian saja, lalu apakah orang yang ke­ra­suk­­­­an setan, begitu ganas dan berbahaya sehingga tidak dapat dikontrol lagi masih berharga dan mem­­­­pu­­nyai masa depan? Sangat mungkin bagi keluarganya ia merupakan suatu aib. Jika orang yang se­­hat saja tidak dihargai dan hanya sebagai objek manipulasi. Lalu bagaimana dengan orang yang kerasukan setan ini? Bagi keluarganya dan mas­yarakat, orang tersebut sudah tidak ber­har­­­­ga, te­tapi ba­gi Yesus ia sangat ber­har­ga. Melalui perjalanan jauh, melintasi danau, melewati a­ngin ribut, Yesus jauh-jauh datang dapat dikatakan hanya khusus melayani orang yang tak ber­gu­na. Karena Yesus mengasihi, sehingga Ia rela berkorban, men­ja­­mah­nya dan men­­­­ja­dikan hi­dup­nya berharga.

Pada akhirnya kita tetap harus kembali pada yang sungguh-sungguh me­nga­sihi kita yai­­­tu Tuhan sendiri. Disini kita akan belajar beberapa hal mengenai kuasa kreatif kasih Kristus: 1). Kasih Kristus ada­lah kuasa yang mencipta nilai di dalam objek kasihNya. Adalah kenya­ta­an bahwa di dunia ini lebih banyak orang yang tidak bahagia daripada orang yang bahagia. Ba­nyak orang yang mengalami hidup tertindas karena berbagai diskriminasi, ter­aniaya, hak hidup­nya di­ram­pas, dilecehkan dan diperlakukan secara tidak manusiawi. Mereka se­benarnya sangat la­par akan kasih, hidup yang ba­hagia dan perasaan dihargai tetapi tidak me­ne­mukannya. Bahkan mung­kin sekali di antara orang yang datang ke gereja atau yang ada di­se­ki­tar kita, dalam hatinya ada satu ke­ko­songan. Sehingga kisah kasih Yesus yang mengubah ke­hi­dup­­­an orang yang di­ra­suk setan menjadi satu berita sukacita dan pengharapan bagi kita. Diri kita se­­sungguhnya tidak ada nilainya apalagi se­telah ki­ta berdosa, dan kita seharusnya hanya me­ru­pa­­kan sampah-sam­pah nera­ka. Tetapi karena kasih Yesus, kasih yang bukan karena kebaikan ki­­ta tetapi kasih yang mem­­buat yang dikasihi menjadi ba­ik, itu­lah yang menjadikan saya dan sau­da­ra ber­harga.

Jikalau seseorang yang kita cintai, seperti anak kita yang membutuhkan kesembuhan, ma­ka kita tidak akan segan-segan untuk mengeluarkan uang bahkan mengorbankan harta benda yang kita punyai. Kita juga seringkali menyimpan foto anak kita ketika ia masih kecil, walaupun fo­to ter­se­but sudah nampak kusam dan tidak indah karena kita tahu bahwa foto tersebut lebih ber­har­ga dan itu tidak dapat dibeli dengan uang. Sehingga kita disini melihat bahwa kasihlah pem­bu­at nilai, di­ mana ada kasih maka di situ ada nilai. Diawal pelayanan ibu Teresa, orang mengang­gap ia bo­doh sebab banyak orang yang sehat dan memerlukan pe­la­yanan Injil dengan cinta kasih te­tapi ia mem­berikan pelayanannya yang demikian hebat ke­pa­da orang-orang yang dipunggut da­ri tempat yang kumuh dan menderita kusta. Namun ketika ia diwawancarai oleh seorang war­ta­wan ia me­nga­takan, “Seumur hidup orang-orang ini diperlakukan seperti anjing dan penyakit ter­be­sar mere­ka adalah perasaan bahwa mereka ti­dak diingini, dibuang dari keluarga, sehingga apa­kah mereka ti­­dak berhak untuk meninggal seperti ma­lai­kat-malaikat? Kita tidak melihat ada­nya relasi antara ibu Teresa dengan orang-orang tersebut, yang ada hanyalah cinta Tuhan yang mem­buat ia tahu bah­wa mereka begitu berharga ia mampu mengasihi serta memberikan pe­la­yan­an yang ter­­baik bagi mereka. Kasih adalah pembuat nilai. Waktu saudara dicintai maka sau­dara akan berharga sekali dan diperlakukan sangat luar bia­sa, tetapi jikalau tidak, maka saudara akan di­­jauhi, diperalat dan dimanipulasi. Namun kita tahu bahwa pemberi ni­lai yang sejati hanya di da­lam Yesus, Allah yang kasihnya sempurna, agung dan kekal. Manusia mencari yang indah dan me­­­narik untuk dikasihi tetapi Yesus mengasihi dan menjadikan kita indah. Inilah bedanya!

Jangan pernah menggantungkan harga diri dan kebahagiaan kita kepada sesuatu yang dapat berubah atau hilang! Erick Fromm, seorang psikolog mengatakan, “Jikalau engkau ada­­­lah apa yang engkau mi­liki, dan ketika apa yang engkau miliki itu hilang, maka siapakah eng­kau?” Tuhan tidak pernah memberikan pada kita satu lan­das­an yang demikian. Oleh sebab itulah Tuhan yang mengasihi kita ada saatnya akan melucuti se­mua sandaran dan hal-hal yang mem­be­­­­ri­­kan kebahagiaan palsu bagi kita supaya kita tahu bah­wa sandaran ke­ba­­hagiaan kita adalah Tuhan. Sebab ketika pusat hidup kita sudah salah ma­­ka itu secara otomatis akan meng­hancur­kan diri kita sendiri. Sehingga sesungguhnya tidak men­­jadi masalah bagi kita apakah orang lain meng­­hargai kita atau tidak karena kita tetap ber­har­ga bagi Tuhan dan  dengan demikian dasar hi­dup kita tak tergoyahkan selamanya.

2). Kasih Kristus adalah kuasa besar yang menghancurkan segala yang buruk untuk me­­­­mulihkan kita di dalam rencanaNya. Kasih merupakan Hal yang sering disalah me­nger­ti. Ka­sih Kristus bukanlah perasaan yang sentimentil, segala sesuatu yang bertolak bela­kang de­­­ngan sifat ke­­ras dan disiplin. Kasih merupakan sesuatu yang keras dan bersifat tidak kom­pro­mi. Se­­­orang ber­nama George Mac. Donald me­nga­takan, “Tidak ada yang demikian tanpa kom­pro­mi se­per­­ti ka­sih. Karena kasih mencintai ke­su­ci­an dan kebenaran, ka­sih melihat terdapatnya ke­in­dah­an, ke­ma­nis­an mutlak dari objek yang di­ka­sihi. Ketika masih ter­lihat kemanisan itu tidak leng­kap ma­­­ka ka­sih itu akan berusaha mem­buat­nya menjadi sungguh-sung­guh menarik, se­hing­ga ia da­pat me­nga­sihinya lebih lagi. Ia berusaha mem­buatnya lebih sem­pur­na bukan demi dirinya yang su­­­­dah sem­purna tetapi demi objek yang di­cin­tai­nya itu. Karena itu, se­mua yang tidak indah da­lam diri ob­yek yang dikasihinya itu, semua yang bu­­ruk dan yang men­jadi penghalang hu­bung­an me­re­ka ha­rus dihancurkan, dan Allah kita ada­lah api yang meng­ha­ngus­kan.” Allah yang me­nga­sihi ki­­ta ti­­dak akan membiarkan dosa atau ke­jahat­an terus berada dalam diri ki­ta, karena itu ada­lah mu­suh yang akan menghancurkan objek kasih Allah.

Adakalanya orang Kristen terlalu lembut sehingga mempunyai sakit hati karena di­­per­alat dan disusahkan orang namun ti­dak mampu marah. Itu sebenarnya bukanlah hal yang benar ka­­­­rena ia tidak pu­as dan ketika itu su­dah menumpuk ia akan men­jadi sangat marah pada Tuhan. Se­­­­ring­kali orang bersikap meng­hor­mati kita, mereka adalah orang lemah sehingga kita perlu meng­­­ingat­kan mereka. Kasih bukanlah se­sua­tu yang dapat dilecehkan tetapi sesuatu yang begitu ke­­­ras dan tanpa kompromi karena ia harus menghancurkan segala kuasa yang jahat dan kemu­di­an membangun demi sesuatu yang baik dan indah. Inilah kasih Kristus yang menghancurkan kua­­­sa dosa yang bekerja dalam diri kita. Kasih Tuhan adalah kasih yang begitu keras tanpa kom­pro­­­­mi kepada dosa tetapi begitu lembut bagi manusia yang sadar dosanya dan mau diubahkan, men­­­jadikan kita baru.

3). Kasih Kristus memberikan kepada kita s­atu respon membalas Dia dengan kasih. Se­­­orang katolik yang bernama Thomas Merton mengatakan, “Kasih yang tidak me­men­ting­kan diri sendiri (un­selfish love) yang dicurah­kan kepada objek yang me­men­tingkan diri (selfish) tidak akan memberi­kan kebahagiaan sejati, bu­kan karena kasih menun­tut balasan atau ha­diah karena me­­ng­asihi. Ji­ka­lau orang yang dikasihi me­nerima kasih secara selfish maka si pem­beri kasih ti­dak akan mera­sa puas karena ia melihat bah­wa kasihnya telah ga­gal menjadikan objek yang di­ka­­­sihi­nya itu ba­ha­gia secara sungguh-sung­guh. Kasihnya itu tidak mem­bangkitkan kemampuan da­­­lam di­ri obyek tersebut un­tuk mengasihi secara ti­dak mementingkan diri sen­diri.” Inilah para­doks ka­sih. Kasih yang tidak me­­mentingkan diri sendiri ha­nya merasakan kepuas­an yang sem­pur­na di da­­lam kasih yang ber­si­fat timbal balik atau saling ber­ba­lasan. Ar­ti­nya jikalau kita ti­dak me­­miliki ke­mampuan menerima dan membalas kasih sehingga kasih yang tu­lus mengubah kita un­­­tuk me­mi­­liki kasih yang tulus, maka kita tidak akan bahagia. Kasih yang be­gi­tu banyak tidak menjamin se­­seorang bahagia. Oleh sebab itu orang yang sungguh-sungguh me­ngasihi tidak akan mem­beri­kan kasih yang sembarangan dan merusak. Demikian juga Allah mem­beri­kan ka­sih­­Nya bagi kita ti­­­dak dengan sembarangan tetapi kasih yang mahal dan penuh pengorbanan se­hing­ga tidak meng­hasilkan suatu kehidupan yang bu­ruk dan egois dalam diri kita. Waktu kita hidup menurut ke­senangan cinta kita sendiri maka secara otomatis kita akan menghasilkan keburukan dalam diri ki­ta. Dalam Yes 57:20-21 jelas dikatakan, “Tetapi orang-orang fasik adalah seperti laut yang ber­om­bak–ombak,… dan arusnya menimbulkan sampah dan lumpur.” (bnd. I Kor 16:22)

Salah satu tanda kasih kepada Tuhan ialah mempersembahkan diri kepada Allah. Francois Mauriac mengatakan, “orang mungkin menertawakan dan mengejek karena kita tidak la­yak mendapatkan gelar orang bebas dan karena harus me­nye­rah­­­kan diri pada Tuhan, tetapi per­ham­baan/ penyerahan diri ini sesungguhnya ada­­lah pembebasan yang ajaib karena justru ketika ki­ta bebas, kita menghabiskan seluruh waktu kita merangkai rantai untuk diri sendiri, memakainya dan memuntirnya semakin lama semakin ken­­­cang. Selama bertahun-tahun dimana kita mengira ki­ta bebas sebenarnya kita menyerah se­perti kerbau dibawah kuk dosa turunan yang tidak ter­hi­tung jumlahnya. Sejak saat dilahirkan, ti­dak satupun dari kejahatan kita gagal bertahan hidup, ga­gal memenjarakan kita semakin lama se­ma­kin hebat dan gagal untuk menarik kejahatan lain. ia yang menjadi Tuhan kita itu tidak ingin ki­ta bebas untuk menjadi budak, ia memutuskan belenggu ki­ta dan melawan hasrat-hasrat kita yang baru setengah padam dan masih mengepul dengan ja­hat itu. Ia menyalakan dan menya­la­kan kembali api kasih karunianya.

4). Kasih Kristus secara nyata akan ditunjukkan dalam kasih kepada sesama. Di da­lam ko­­mentarnya mengenai per­um­pa­maan kambing dan domba, Philip Yancey mengatakan, “Allah bu­­­kannya tidak ada, Dia ada dan ki­ta dapat berhubungan serta mengasihi Dia, hanya saja Ia meng­­­­­gunakan samaran yang paling ti­dak dapat dikenali yaitu sebagai orang asing, miskin, la­par, di­­­­­penjara, compang-camping di da­lam dunia ini.” Kasih Kristen merupakan kasih yang ber­sum­ber da­­ri kasih Kristus yang kita lakukan demi dan untuk Kristus. Karena ada kasih Kristus da­lam diri orang lain, Kristus sebagai mediator dalam kita melihat orang lain sehingga ki­ta mampu mem­­per­la­kukan se­­­sama dengan tidak sembarangan, karena kita tahu bahwa mereka tetap ber­har­ga di ma­ta Tuhan. Dalam I Yoh 4:11 dikatakan bahwa Allah tidak terlihat, dan jikalau kita me­nga­sihi Allah da­pat kita wujudkan de­ngan mengasihi orang-orang yang dikasihi oleh allah. Alfred Adler, se­orang psi­kolog sekuler mengatakan, “Siapa yang tidak ada perhatian ke­pada sesama ti­dak saja akan me­­ngalami banyak kesukaran dalam kehidupannya sendiri, akan te­tapi juga akan men­­da­tang­kan ke­­sukaran bagi lingkungannya. Kita melihat be­­tapa indahnya kasih sebagai kuasa yang meng­­ubah orang dari buruk menjadi indah, dan me­ma­­kai kita untuk membalas cintaNya de­ngan meng­­ubah hidup orang lain, dan dengan demikian hidup kita akan lebih ber­limpah. David Therau me­­nga­­­­­takan, “Tanpa kasih berarti separoh kehidupan sau­dara gagal.”

Kita ada­lah orang yang menerima kasih, membalas Tuhan dengan cinta kasih dan ma­ri­­­­lah kita me­nga­sihi. Kita belum sempurna tetapi kita mau mengasihi dengan baik dan benar. Ka­sih adalah sa­tu kuasa yang kreatif, mari kita membentuk dunia ini dengan memberikan pengaruh yang baik. Ki­ra­nya Tuhan memenuhi kita dengan kasihNya. Amin.?

 

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)