Ringkasan
Khotbah : 06 Agustus 2000
WISDOM
AND THE WILL OF GOD
Pengkhotbah :
Rev. Sutjipto Subeno
Tuhan
menginginkan supaya kita hidup di dalam bijaksana yang sejati. Manusia
harus memiliki hidup yang berbeda dari semua mahkluk yang lain karena Tuhan
memberikan padanya hati nurani dan akal budi dengan kapasitas yang unik,
sehingga manusia mempunyai kemungkinan untuk berbijaksana.
Adapun beberapa perbedaan manusia dengan mahkluk yang lain: Pertama, manusia
mempunyai kualitas hidup dan mengerti adanya kualitas yang diperlukan untuk
mencapai; hal yang kedua, yaitu nilai hidup. Nilai yang paling mahal yang
harus kita miliki, tempuh dan perjuangkan. Sedangkan hal yang ketiga
adalah makna hidup. Tiga hal itulah yang suka atau tidak suka harus digumulkan
oleh semua manusia.
1.
Kualitas hidup. Alkitab dalam bagian ini mengatakan: “Perhatikanlah
dengan seksama bagaimana kamu hidup.” Hidup bukanlah sekedar hidup,
hidup adalah memperhatikan bagaimana kita hidup dan itu menunjukkan
bagaimana kualitas hidup kita harus dikejar dan dikerjakan. Kalau kualitas
itu tidak dapat kita kejar maka seluruh pengharapan kita akhirnya runtuh.
Apalagi ditengah jaman pragmatis ini dimana kita tidak lagi diajar untuk
mengejar kualitas maka itu menjadi satu kondisi kontradiktif dengan diri
kita, karena disatu pihak kita sadar bahwa kita butuh hidup berkualitas
tetapi dilain pihak kita seperti dijepit oleh dunia ini, sehingga
seolah-olah kita diajak hidup tanpa kualitas dan manusia tidak lagi merasa malu
kalau ia tidak mencapai kualitas yang seharusnya ia capai. Itulah yang
akhirya membuat kita gagal mengerti inti kehidupan yang tertinggi.
Kita
seringkali ditipu, seolah kalau kita hidup menurut trend dunia maka itulah
yang dikatakan hidup berkualitas. Disini sudah terjadi pengeseran dan
kerusakan konsep quality yang sedang terus dipaparkan ke tengah dunia.
Dan waktu orang-orang seperti ini dibawa kembali pada kualitas yang
sejati maka ia tidak dapat menerimanya lagi. Sebagai contoh: seseorang
yang pernah naik bajaj kemudian merasakan naik mercy, tetapi untuk selanjutnya
ia lebih memilih untuk kembali naik bajaj. Itu berarti orang tersebut sudah
tidak tahu lagi cara menentukan kualitas, dan hal ini tidak dapat kita
pungkiri merupakan kondisi serius yang terjadi di tengah dunia. Saat
seperti itu sangat berbahaya karena kebodohan itu dapat menjadi kebodohan
yang tak dapat ditolerir. Kita benar-benar tidak lagi mengejar kualitas
yang terbaik tetapi justru mengejar hal-hal bermutu rendah dan hidup berpola
rendah.
2.
Nilai Hidup: Kita seringkali gagal di dalam konsep nilai kita. Tuhan memberikan
akal budi (wisdom/bijaksana) kepada manusia, yang berkaitan dengan
bagaimana kita mengejar nilai yang terbaik bagi hidup kita. Bijaksana
adalah tahu pilihan di depan kita dan bagaimana memilih yang terbaik diantara semua
pilihan. Mungkin jikalau kita diperhadapkan pada pilihan antara yang baik
dengan yang jelek itu lebih mudah, namun untuk memilih yang terbaik diantara
yang baik, maka itu bukanlah hal yang mudah dan sangat diperlukan bijaksana.
Alangkah bodohnya kalau kita akhirnya bukan membandingkan antara yang
bernilai tinggi dengan yang nilainya cukup tetapi justru kita membuang nilai
yang tertinggi lalu mengambil nilai yang rendah. Kita mencari sesuatu yang murah
dengan membuang sesuatu yang begitu mahal. Tetapi kita melihat bahwa orang
yang memilih nilai yang rendah sulit sekali kita sadarkan bahwa ia sedang memilih
hal demikian, bahkan seringkali mereka dengan begitu yakin mengerjakan hal
itu. Jadi, disini kita melihat bahwa cara pengkonsepan nilai seringkali menjadi
sesuatu yang membuat kita bingung karena sebenarnya kita tidak tahu
nilai tertinggi apakah yang harus kita kejar di dunia ini.
Disini
jalan satu-satunya adalah belajar dari Tuhan Yesus. Ketika Tuhan Yesus datang
ke dalam dunia ini, ia mengatakan dalam Mat 20:28 bahwa Ia datang bukan untuk
dilayani melainkan untuk melayani dan menyerahkan nyawaNya menjadi
tebusan bagi banyak orang melalui kematianNya di kayu salib. Kristus
datang dalam dunia bukan berjuang supaya menjadi raja, konglomerat atau
profesor yang paling hebat tetapi untuk mengejar nilai tebusan (nyawa) yang
akan Ia ambil bagi setiap umat pilihanNya. Ini merupakan satu upaya perjuangan
seluruh hidupNya yang diarahkan pada satu konsep nilai tertentu yang Ia
kejar sepenuhnya.
Namun
mengapa Ia mengejar nilai itu begitu rupa? Jawabannya muncul dari konsep
nilai yang dibicarakan oleh Tuhan Yesus dalam Mat 16: “Apa artinya
engkau mendapatkan seluruh isi dunia ini tetapi kehilangan nyawamu, dan berapa
yang dapat diberikan ganti sebuah nyawa?” Tuhan Yesus tahu apa yang termahal
dan paling bernilai dalam hidupNya. Kita seringkali mengejar hal yang
sekunder dan meloloskan hal yang primer. Kalau kita lihat justru setan sangat
pandai dan tahu tentang konsep nilai seperti ini. Setan rela memberikan
semua yang kita mau asalkan ia mendapatkan nyawa kita.
3.
Arah/ sasaran hidup kita: Dalam Alkitab dikatakan bahwa hari-hari kita adalah
jahat sehingga ketika kita gagal menebus waktu kita maka saat itu waktu
sedang memakan kita, dan pada saat itulah kita gagal mencapai waktu yang
paling efektif, mencapai arah terdekat yang seharusnya dapat kita capai.
Kalau kita dapat menarik garis lurus dan menjalaninya dari titik awal
sampai menuju tujuan terakhir yang ditetapkan Tuhan maka itu berarti
seluruh waktu-waktu hidup kita akan menjadi efektif.
Kita
harus memperhatikan baik-baik bagaimana waktu-waktu itu kita kejar dengan
tepat supaya setiap langkah berarti dan menjadi efektif, karena ketika kita
menyesali arah yang telah salah kita ambil maka itu berarti waktu yang
telah kita pakai untuk menyeleweng tidak akan pernah dapat kita tebus
kembali. Itu alasan alkitab berkata bahwa, “The time is evil.” Hari-hari
ini jahat sehingga ketika kita gagal mencapai garis secara efektif maka
saat itu hidup kita sedang dimakan dan dirusak oleh waktu. Untuk itulah
Paulus mengatakan, “Janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya
kamu mengerti kehendak Tuhan.” Kalimat itu ia tekankan begitu rupa karena
itu merupakan pengalaman hidupnya, dimana ia sempat mengalami bagaimana ia
begitu bodoh sehingga tidak mampu mengerti. Kita perlu waspada supaya tidak
jatuh dalam kebodohan seperti itu.
Biarlah
kita mulai belajar menjadi bijaksana, mempunyai hikmat dan hidup seperti yang
Tuhan inginkan. Dan konsep pertama yang sangat penting untuk kita mengerti
di dalam mempelajari tentang hal ini adalah bahwa mereka yang hidup bijaksana
harus mulai dengan kesadaran bahwa ia bodoh. Disini kita lihat adanya sikap
paradoks yang muncul dimana orang yang merasa dirinya pintar adalah orang yang
bodoh. Orang yang bodoh adalah kalau ia tidak tahu kalau dirinya bodoh. Ketika
kita merasa pandai maka saat itu sebenarnya kita tidak dapat lagi dididik oleh
Tuhan. Dalam firman Tuhan dikatakan bahwa untuk menjadi bijaksana kita harus mengerti
kehendak Allah dan seringkali kita kesulitan mengerti kehendak Allah karena
kita merasa terlalu pandai untuk perlu tahu kehendak Allah.
Waktu
saya mengajar sesuatu kepada seseorang, ia mengeluh bahwa pelajaran tersebut
begitu susah ia mengerti. Itu sebenarnya tidak susah tetapi karena otak kita
melawan, maka itu menjadi susah. Kita susah belajar firman Tuhan bukan
karena kita tidak mengerti setiap katanya, melainkan karena kita tidak
dapat menerima faktanya. Sebagai contoh ketika kita diajar: “Berbahagialah
kamu yang miskin,” kita tidak mau menerima hal itu karena bagi kita itu sangat
bertentangan dengan konsep kita selama ini. Tetapi ketika kita mendengar
kalimat: “berbahagialah kamu yang kaya,” kita lebih setuju dengan hal
tersebut. Kita tidak dapat mengerti kebenaran/ kehendak Tuhan karena kita
tidak rela untuk dididik taat oleh firman Tuhan, kita tidak rela membongkar
konsep yang salah yang ada di dalam pikiran kita dan itu saatnya membuktikan
bahwa kita bodoh.
Kita menjadi bijak waktu kita sadar kita terlalu bodoh. Itu sebabnya Tuhan lebih melihat orang yang remuk hatinya, karena saat itulah ia siap untuk diajar oleh firman Tuhan. Mengerti kehendak Allah bukan berarti tahu secara kognitif (teks yunani: hendaklah kamu berusaha untuk menundukkan dan memasukkan dirimu ke dalam kehendak Allah lalu berjalan bersama dengan kehendak Allah). Tuhan tidak mau kita mengerti secara otak lalu kita seperti konsultan mempertimbangkan apakah hal tersebut patut kita jalankan atau tidak. Tetapi orang yang bodoh dan hancur, yang mau diajar oleh kehendak Tuhan akan mengerti kehendak Tuhan dalam arti yang sesungguhnya. Seringkali kita sulit mengerti kehendak Tuhan karena hati kita tidak siap untuk dipimpin oleh Tuhan. Kita mau mengerti kehendak Tuhan hanya secara rasional supaya kita dapat tawar-menawar dengan Tuhan. Maka Alkitab mengatakan, jangan bodoh tetapi belajarlah untuk berjuang, mau mengerti kehendak Allah. Itulah bijaksana yang sejati karena disitulah kita baru benar-benar mencapai kualitas tertinggi dalam hidup kita, mencapai nilai yang paling mahal dan arah yang paling efektif bagi hidup kita. Maukah saudara? Amin.?
(Ringkasan
khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)