Ringkasan Khotbah : 27 Agustus 2000

DINAMIKA IMAN YUNUS

Nats : Yunus 1:1-10; 3:1-3; 4:1-4, 9-11

Pengkhotbah : Ev. Thomy J. Matakupan

   

Kitab Yunus merupakan satu cerita yang unik dari seluruh bagian cerita di dalam Per­jan­­jian Lama. Adapun tiga keunikan dari kitab ini: 1. Kitab Yunus menceritakan tentang seorang na­bi yang melarikan diri oleh karena kecewa terhadap suatu hal yang ia pandang dan ang­gap se­ha­rusnya tidak terjadi (prodigal prophet). 2. Kitab Yunus tidak pernah selesai, sebab ka­lau kita li­hat dalam pasal 4, kitab tersebut ditutup dengan satu pembicaraan antara Tuhan de­ngan Yunus yang ceritanya seakan mengambang begitu saja. 3. Dalam kitab tersebut tidak di­ka­ta­kan dengan je­­las, pada akhirnya Yunus bertobat atau tidak. Memang ada penafsir yang mengatakan, ketika Yunus di­telan ikan ia ber­tobat, tetapi kita justru melihat bahwa hingga di pasal 4 dikatakan bahwa Yunus ma­sih marah ter­hadap Tuhan karena orang di Niniwe bertobat.

Kalau kita perhatikan, terdapat banyak hal yang menjadi kontradiksi dalam hidup Yunus, antara dirinya dengan apa yang menjadi panggilan pelayanannya, yang antara lain: per­­tama, kontradiksi antara pengertian dengan pelaksanaan. Dalam ps. 1 kita melihat bahwa firman Tuhan datang kepada Yunus supaya ia bangun dan pergi ke Niniwe, kota yang besar dan ber­­seru terhadap mereka supaya bertobat, karena jikalau tidak Tuhan akan menunggangbalikkan ko­­ta tersebut. Kalau akhirnya ia lari dari panggilan tersebut, itu bukan berarti bahwa ia tidak me­nger­ti panggilan tersebut karena ia adalah nabi yang beberapa penafsir mengatakan sejaman de­ngan Hosea dan Amos yang mewarisi Elia dan Elisa (2 Raja 14:25). Jadi pengalaman menaf­sir­kan pe­rin­tah Tuhan merupakan sesuatu yang sudah dialaminya sebelumnya. Tetapi kenyataan da­­lam ki­tab Yunus 1:1 justru sebaliknya, ia melarikan diri dan tidak mau melaksanakan firman Tuhan ter­sebut.

Yang kedua, adanya ketidakcocokan antara nama Yunus yang terlihat sangat Alkitabi­ah dengan pribadi Yunus yang sebenarnya (nama Yunus: burung merpati; Amitai: the true one). Di­­seluruh Alkitab, burung merpati selalu melambangkan hal yang positif, sebagai contoh: burung mer­­pati adalah burung yang dipakai oleh Nuh untuk mengetahui apakah air bah sudah surut; se­ba­gai lambang perdamaian; dipakai sebagai korban bakaran bagi orang yang tidak mam­­pu mem­be­li kambing/ domba; lambang Roh Kudus, dsb. Namun banyak hal yang dilakukan Yunus adalah hal yang ne­­­gatif. Yang ke­tiga, kontradiksi antara jabatan dengan pekerjaannya. Jabatan Yunus pa­da saat itu adalah nabi yang seharusnya mengetahui dengan jelas hati Allah dan apa yang di­in­ginkanNya. Seorang nabi adalah seorang yang mempunyai hati yang sama seperti hati Tuhan. Ke­tika Mu­sa turun dari gu­nung dan melihat banyak orang Israel membangun anak lembu emas la­lu me­na­­ri-nari serta mem­­per­sem­bahkan sesuatu kepada anak lembu emas tersebut, ma­ka ia sa­ngat ma­­­rah dan meng­hancurkan dua loh batu yang ia bawa. Hati Tuhan ada dalam hati­nya se­hing­ga apa yang Tuhan benci akan ia benci juga. Tetapi kita melihat bahwa di dalam Yunus ter­da­pat hal yang kon­tra­diksi sekali, hati Tuhan yang mencintai orang-orang Niniwe tidak ada pada Yunus se­hing­­­ga ia me­­mu­­tuskan lari. Bangsa Niniwe sudah terkenal sebagai bang­sa pen­­ja­jah yang me­nu­rut bebe­ra­pa ca­­tat­an buku-bu­ku tentang sejarah dikatakan bahwa ketika me­re­ka ber­ha­sil me­nang­­kap dan me­nawan suatu bangsa, cara mereka memperlakukan tawanannya sa­­ngat ke­ji se­ka­li. Itu se­bab­nya bang­sa Israel pun menjadi satu bangsa yang berada di bawah ba­yang-ba­­yang bang­sa Niniwe dan Yunus tidak mau pergi kepada bangsa itu. Mungkin Yunus ada­lah orang yang mau sungguh-sungguh cinta Tuhan tetapi khusus untuk Niniwe, ia sulit me­nger­ti me­ngapa ada bang­sa semacam itu.

Yang keempat, kontradiksi antara apa yang ia mengerti secara teologis dengan tin­dak­an­nya. Yunus pergi ke arah yang berlawanan dengan apa yang diperintahkan Tuhan dan Alkitab (ps 1:3) mencatat dua kali berturut-turut dikatakan bahwa Yunus pergi jauh dari hadapan Tuhan. De­­ngan kata lain Yunus sungguh-sungguh telah mentekadkan hati pergi sejauh mungkin dari ha­dap­­an Tuhan, bahkan dengan persiapan yang sungguh. Tuhan di da­lam kedaulatannya mengi­rim­­kan ombak dan gelombang yang besar, sehingga kapal mulai ter­om­bang-ambing dengan be­gi­tu hebat tetapi Yunus di dalam pelariannya justru turun ke bagian paling bawah untuk tidur de­­ngan nyenyak. Dan yang membuat kita heran, Yunus tidak menangkap dengan jelas sig­nifi­kan­si da­­ri apa yang ia alami saat itu. Justru para pelaut yang bersama-sama de­ngannya me­rasakan ada­­­nya ke­jadian alam yang tidak biasa dan mereka berusaha berseru kepada allah me­reka ma­sing-ma­sing, bahkan nahkoda kapal yang membangunkan menyuruhnya untuk ber­doa, dan me­re­ka mengetahui bahwa Yunus­lah sumber masalah ter­sebut (Yun 1:10). Sungguh iro­nis kalau Yunus ti­dak mem­punyai cinta sama sekali terhadap 120 ri­bu orang di Ni­ni­we padahal para pelaut yang tidak mengenal Allah mem­­pu­nyai cinta yang begitu besar untuk Yunus dan me­re­ka be­gitu ru­pa berupaya baginya.

Wa­lau­pun dalam ps. 3 dikatakan, “Firman Tuhan kepada Yunus untuk kedua kali­nya un­tuk pergi ke Niniwe,” namun disitu tidak ada catatan tentang pertobatan Yunus. Itulah kon­­flik pe­­­­nger­tian teologi dan tindakannya. Kalau kita perhatikan, para pelaut sibuk untuk me­nge­ta­­­hui apa dosa yang mereka perbuat se­hing­ga pe­ra­hu tersebut diterjang badai yang sangat he­bat, lalu se­­­­telah Yunus di lempar ke laut dan suasana berubah tenang maka mereka men­jadi ya­kin bah­wa Allah Yunuslah yang benar sehingga mereka menyembah Tuhan. Tetapi Yunus jus­­tru tidak mem­­pu­­nyai niatan tersebut, ia sangat pasif dan mempertahankan bahwa ia yang me­nang. Akhirnya Tuhan mu­lai meng­ajar Yunus melalui se­­buah pohon jarak yang tum­buh dalam satu malam, na­mun keesokan ha­ri­nya la­­yu. Tuhan ber­ka­­ta, “Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuk­nya sedikitpun eng­kau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, …, bagaimana ti­dak Aku akan sa­yang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?”

Selanjutnya, terdapat beberapa prinsip yang dapat kita pelajari dari kisah Yunus: 1). Allah sangat konsern terhadap apa yang kita lakukan ketika kita mendengar perintah Tuhan dan mu­lai menanggapinya secara positif. Melakukan perintah Tuhan merupakan the highest thing (se­suatu yang sangat tinggi nilainya), yang menempatkan manusia menjadi manusia. Di dalam Kitab Kejadian dikatakan, Allah memerintahkan supaya manusia me­menuhi isi bumi dan menahklukkan semuanya. Dan setelah semuanya selesai, maka Allah me­nutupnya dengan mengatakan bahwa sung­guh semua itu amat baik adanya. Dengan kata lain ke­tika Adam dan Hawa mendengar pe­rin­­tah tersebut, mereka taat melakukan berdasarkan apa yang Tuhan mau dan semua tatanan alam semesta berjalan sesuai dengan perintah Tuhan di dalam keteraturan yang ada. Ma­nusia mem­­­­­punyai nilai di hadapan Tuhan pada saat ia mau tunduk di hadapan Tuhan. Allah mem­be­ri­kan perintah kepada manusia semata-mata adalah demi kebaikan manusia itu sendiri. Yunus me­no­­­lak karena ia tidak mau Allah mengubah kota Niniwe. Seringkali kita merasa bahwa perintah Allah itu begitu berat karena kita tidak mau memberikan kesempatan bagi iman kita yang sejati un­­­tuk berkembang (1 Yoh 5:3-5). Iman yang sejati, yang berpaut pada pegangan yang sejati akan me­­lihat perintah Allah itu ti­dak berat. Kalau mau jujur, apa yang dapat kita harapkan dengan ha­nya meng­andalkan firman di hari ming­gu (kebaktian) dalam gereja dan saat teduh kita setiap hari­nya? Apakah dengan demikian kita akan mampu mengatasi semua pergumulan kita dalam kehi­dup­­an di dunia? Ini merupakan tan­tang­an kita masing-masing, karena sesungguhnya kita lebih mem­­­buka pin­tu terlalu lebar bagi semua pengajaran dan sistem dunia yang mem­pe­nga­ruhi otak dan pikiran ki­ta daripada filsafat Alkitab!

2). Orang yang lari dari Tuhan tidak akan pernah sampai ke tujuan wa­lau mem­ba­yar be­­­rapapun, namun orang yang taat pada kehendakNya akan sampai pada tu­­ju­an dan Tuhan yang membayarnya. Itulah sebabnya orang yang menolak terus perintah Tuhan wa­­­laupun ia ber­u­sa­­ha untuk menenangkan hati, ia tetap tidak akan sampai ke tujuan karena ia akan ru­gi besar. Yunus berusaha lari sejauh-jauhnya dari hadapan Tuhan oleh ka­­­­rena su­dah ada tumpukan ke­ke­ce­waan yang amat sangat, dengan kata lain ia ingin me­nga­­ta­kan bahwa ia menolak melayani Tuhan khusus untuk pergi Niniwe. Kita tidak akan mung­kin lari dari ha­dapan Tuhan, sekalipun se­per­ti Yunus yang bersembunyi di tempat pa­ling ba­wah, lari dari ma­salah dengan tidur nye­nyak. Ter­­tidur dengan nyenyak dalam ba­ha­sa tek­nis Ibrani meng­gu­na­kan bentuk nifal (tidur se­perti orang mati). Mungkin kita ingin me­nutupi kegelisahan, ke­ke­ce­waan ter­ha­dap orang tertentu, ki­ta me­­­­­ra­sa capek dan ti­dak mau per­caya Tuhan se­hing­ga ak­hir­nya kita ingin pergi jauh me­ning­gal­kan Tuhan, tetapi ingatlah bahwa Tuhan da­lam ke­dau­­lat­anNya mung­kin akan mengirim ikan-ikan yang besar untuk mencari saudara.

3). Pelayanan itu adalah anugerah yang Tuhan beri. Ketika Tuhan mengutus Yunus per­­­­­­gi ke Niniwe dan ia menolaknya, maka pada saat itu Yunus telah kehilangan bagaimana me­nger­­ti ca­ra Tuhan bekerja di dalam dan melalui dia. Bagaimana melihat ada orang-orang bertobat di da­lam pelayanannya. Tuhan tidak pernah salah memilih, walaupun Yunus lari dari hadapanNya na­­­­mun Yunus adalah salah satu nabi yang penting yang Tuhan pernah pakai untuk me­nya­ta­kan be­­­­­­tapa mulia dan agungnya Tuhan itu. Disini paling tidak melalui cerita Yunus orang me­nger­­ti si­fat-sifat Tuhan di dalam point: betapa Tuhan panjang sabar, berlimpah kasih setia dan ti­dak se­la­ma-la­manya Ia mendendam dan membenci, dan itulah hal terindah yang di­si­­sa­kan da­ri ce­rita nabi Yunus untuk kita pelajari, yang menjadi warisan dalam PB. Da­lam PB, Tuhan Yesus me­­min­jam cerita tentang nabi Yunus untuk menceritakan bahwa Ia akan ber­ada di da­lam pe­rut bu­­mi tiga ha­ri tiga malam (Mat 12:40). Walaupun ia adalah nabi yang me­la­ri­kan diri na­mun ki­sah­nya ada da­­lam satu rangkaian rencana keselamatan Allah untuk ma­nu­sia. Apa yang Yesus alami se­­lama tiga hari tiga malam dalam perut bumi sudah digambarkan da­­­lam PL. Tetapi orang yang tidak per­ca­ya mem­berikan satu argumen bahwa Yesus se­sungguhnya tidak per­nah mati di dalam perut bu­­­mi ka­rena Yunus pun tidak mati. Kita ha­rus ta­hu bahwa ayat ini ti­dak ber­­­bi­ca­ra mengenai kua­li­tas ke­matian. Jikalau Yesus benar-benar bang­kit ma­ka Ia ha­rus be­­nar-be­nar mati dan ayat terse­but jus­­tru berbicara mengenai gambaran apa yang akan Yesus alami yang su­dah di­ka­ta­kan da­lam PL (Tipologi).

Suatu kali saya membaca tulisan Pdt. Yohan C. yang mengatakan, “Dulu ke­­tika masuk Se­­­mi­­­na­ri, waktu diberi kesempatan ber­saksi, saya ber­usaha membuktikan pa­da banyak orang bah­­­­wa saya sudah mengorbankan masa depan dan banyak hal untuk mau ta­at kepada pang­­gil­an Tuhan dan menjadi hambaNya, namun se­iring dengan pengalaman pelayanan, saya baru sa­dar bah­wa itu semua terbalik. Se­be­nar­nya bukan saya yang berkorban ba­nyak untuk Tuhan teta­pi jus­­tru Tuhan yang meresikokan diri le­bih besar dengan mem­per­cayakan pe­layanan yang mulia ke­­pada kita.” Se­ga­la sesuatu dapat Tuhan lakukan sendiri de­ngan sem­pur­na tanpa bantuan kita, na­mun Tuhan ajak kita bersama-sama untuk melakukannya. Itu sebab se­ti­ap pelayanan yang ada biar­lah kita me­lihat sebagai sebuah anugerah, apapun itu, ki­ta me­laku­kan­nya seperti untuk Tuhan dan bukan un­tuk manusia ataupun gereja sehingga engkau ti­dak akan per­nah kecewa. Ma­­­rilah kita be­nar-benar men­dengar dan melakukan apa yang Tuhan mau, maka Tuhan akan mem­berkati pe­layanan kita, dan orang lain­pun akan men­­dapat­kan berkat dari pelayanan yang ada. Saya ber­ha­rap cerita Yunus ini men­ja­di berkat ba­gi kita ma­sing-masing. Amin.?

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)