Ringkasan Khotbah : 28 Januari 2001

Dinamika Iman Musa

Nats : Kel 1:15-16; 22; 2:1-3; 7-12; 15-22; ps. 3-4

Pengkhotbah : Ev. Thomy J. Matakupan

 

Di dalam hidup yang kita lewati, kita melihat bahwa masing-ma­sing kita Tuhan ba­wa ke dalam suatu alur kehidupan, pengalaman pen­di­dik­an dan pekerjaan dimana ada berkat dan kehadiran Tuhan disana yang bi­sa menolong. Maka kita harus sadar bah­wa dalam setiap keadaan dimana kita hadir disana, terdapat satu tuntutan per­tang­gung jawaban yang harus ki­ta sampaikan dan satu penghargaan terhadap anugerah Tuhan. Sebab ji­ka­lau kita tidak dapat menemukan keindahan dan dinamika yang begitu lim­­pah di dalam hidup kita, tidak heran dalam setiap problema yang ter­ja­di tidak dapat ki­ta temukan inti permasalahannya.

Iman Kristen mengatakan bahwa dalam setiap setting (alur) hidup, yang men­ja­di pencipta utama adalah Tuhan dan Ia mem­bawa serta me­nem­patkan orang-orang ke­­­­pada pengenapan rencanaNya. Demikian juga de­­ngan Musa, dimasa ia akan lahir, ke­­­ada­an bangsanya sangat mengerikan oleh karena Raja Mesir pada saat itu me­me­rin­tah­­kan semua bayi laki-laki yang dilahirkan harus dibunuh. Sehingga ibunya me­nyem­bu­­nyikan dan ak­­hirnya meng­alir­kannya di sungai Nil. Hingga suatu ketika putri Firaun me­lihat dan mengangkatnya sebagai anak, dan alur kehidupan Musa di mu­­lai dengan se­­suatu yang baru. Dalam istana ter­se­­but Musa mendapatkan se­­gala ke­mewahan dan ke­kuasaan, dan ada masa yang cukup di­mana Musa da­­pat menikmati ma­sa hidupnya. Na­mun ketika Musa te­lah dewasa (40 ta­hun), ia menyaksikan saudara-saudaranya mengalami kerja paksa dan ak­hir­­nya ia membunuh dan melarikan diri ke tanah Mi­dian. Maka Musa kem­bali memulai alur hidupnya yang baru, dan disi­tu­­lah ia bertemu de­ngan jodohnya, Rehuellah Zipora serta mendapatkan seorang anak yang di­­beri na­ma Gersom. Dan selanjutnya, Musa memasuki alur ke­hi­dup­an yang lebih sempit lagi ke­tika ia bekerja mengembalakan kambing dom­ba mi­lik mertuanya, sampai ke gunung Horeb, dan akhirnya mendapatkan p­e­nga­laman bertemu dengan Tuhan melalui “burning bushes” (semak terbakar yang tidak hangus).

Sepertinya itu merupakan suatu keadaan yang makin lama makin me­­nurun, na­­­mun kalau kita memperhatikan itu merupakan langkah awal alur kehidupan musa di­ma­­na ia harus benar-benar memberikan tanggung ja­­wab yang lebih se­rius la­gi kepada Tuhan. Satu problem mulai muncul ke­ti­ka Tuhan berkata, “Jadi se­ka­rang, pergilah, Aku meng­utus engkau kepada Firaun untuk membawa umatKu, orang Israel, keluar dari Mesir.” Dan Musa mu­­lai memaparkan lima argumentasinya untuk menolak apa yang dipe­­rin­tah­kan Tuhan kepadanya. Per­te­mu­an de­ngan Tuhan di tempat semak yang ter­­­ba­kar tetapi tidak hangus ini merupakan sa­tu gon­cangan hebat yang meng­­goncang sendi-sen­­di hidup Musa.

Kita dapat mem­ba­yang­kan goncangan hebat yang Musa alami ka­re­­na ia bu­kan sekedar berpindah dari ke­hi­dup­­an yang mapan kepada hi­dup yang sederhana te­ta­pi ia juga harus berhadapan dengan ber­­­bagai re­si­ko, dan seakan-akan tombak orang mesir ber­ada di hadapannya. Di dalam se­­­­tiap alur kehidupan, masing-masing kita pas­ti mem­punyai semak ter­ba­kar sen­diri dan pa­­da saat-saat seperti itu Tuhan mau kita me­ngerti apa yang di­inginkanNya dalam hidup kita. Di gunung Horeb tersebut, Musa di­­bawa oleh Tuhan untuk mengkaitkan de­ngan kekekalan. Saya percaya bah­­wa hidup Kristen kita harus menjadi hidup Kristen yang progresif, ma­kin lama makin maju dan penuh de­ngan dinamika pengalaman ber­sa­­ma de­­ngan Tuhan. Tuhan memang tidak panggil kita me­ngerti segala sesuatu, na­­­mun bu­kan berarti Ia tidak menolong kita untuk mengerti hal detail yang terjadi dalam alur hidup kita masing-masing. Allah tidak pernah mem­­biar­kan diriNya tanpa kesaksian (di­­catat dalam Kisah Para Rasul).

Banyak orang yang tidak mengerti akar permasalahan yang timbul da­­lam hidup mereka, disebabkan oleh: 1). Lost of identity (kehilangan iden­ti­tas akan siapa dirinya). Kita sebagai orang percaya harus sadar bahwa kita di­pilih oleh Tuhan untuk mengenapi suatu tugas tertentu dalam hidup kita. Dan ini yang kemudian dimengerti oleh Paulus dalam Ef 2:10. Ada ba­nyak bi­dang yang Tuhan percayakan pada kita, tetapi pernahkah ter­pi­kir oleh kita, sebagai saksi Tuhan kita harus berbuat apa di dalam bidang ter­sebut? Ji­ka saudara tidak pernah berpikir sama sekali akan hal ini, mung­kin sau­dara sudah menikmati kenyamanan dan kemapanan sehingga sua­tu kali Tuhan harus goncangkan diri kita dan mempertemukan kita de­ngan “Bur­ning Bushes,” pengalaman yang bersifat pribadi dengan Tuhan. Orang ti­dak akan melihat setiap masalah yang terjadi di dalam setiap alur hi­­dup­nya de­ngan te­pat kalau ia tidak dapat menjawab dua hal ini, yaitu: “Who am I?” (sia­pa diri saya dalam kaitannya dengan Tuhan), dan kedua, “What’s wrong with this world?” (Ada apa dengan dunia di masa hidup kita ini?)

2). Lack of identity. Kita tidak mengerti mengapa kita berada dalam alur hidup seperti yang kita alami sekarang.

3). Lost of understanding who God is and the power of God. Se­ring­kali kita kehilangan pengertian mengapa berada dalam situasi semacam itu dan ter­lewat dari tanggung jawab di dalam setiap alur hidup yang Tuhan be­ri­kan. Hal itu disebabkan oleh kegagalan kita mengerti siapakah Tuhan dan kuasa seperti apakah yang dimiliki oleh Tuhan. Seringkali kita pecaya ke­pa­da Tuhan dan percaya bahwa Allah Maha Kuasa tetapi ketika kita masuk di dalam pe­ristiwa hidup dimana kita harus menjadi peran utama disana, kita tidak siap. Dalam pengalaman Musa selanjutnya, Tuhan sudah mem­buk­tikan bahwa kuasa yang bekerja membakar semak yang tidak hangus juga adalah kuasa yang sa­ma pula, yang menyertai Musa sepanjang per­ja­lan­an memimpin orang Is­ra­el keluar dari tanah Mesir. Allah yang sama yang memanggil saudara ke­pa­da pertobatan dengan kuasanya, adalah Allah yang sama pula dengan kua­sa­nya, yang memimpin kita dalam perjalanan hi­dup iman kita. Rasul Paulus di dalam kitab Efesus mengatakan bahwa kua­sa yang mem­bang­kitkan Kristus dari kematian, kuasa itu pulalah yang me­ngerjakan ke­sela­mat­an di dalam diri saudara dan saya.

4). Kita dapat luput untuk melihat dan menganalisa aspek ma­sa­lah yang terjadi di dalam setiap alur kehidupan kita oleh karena tidak rela un­tuk tunduk di dalam kehendak Tuhan. Jikalau kita mau jujur terhadap diri ki­ta sendiri, kita seringkali mempunyai banyak argumentasi kepada Tuhan di dalam ketidaksiapan kita untuk melangkah di dalam pimpinan Tuhan. Me­­nga­pa kita tidak melihat Kristus hadir dengan “burning bushes” dalam diri kita masing-masing? Setiap alur hidup kita semua menuntut per­tang­gung ja­wab­an kepada Tuhan dan pasti menimbulkan berbagai macam per­ta­nyaan yang harus kita jawab de­­ngan jujur. Bersediakah kita berkata pada Tuhan, “Bawa saya ke dalam pengalaman secret place bersama dengan Tuhan dan tolong saya untuk memberikan respon yang tepat dalam setiap alur hidup yang Tuhan percayakan.” Sebab disanalah kita dapat me­ne­mu­kan nilai diri kita dengan tepat. Bersediakah kita me­lakukan hal semacam itu? Tuhan memberkati saudara. Amin.?

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)