Ringkasan Khotbah : 5 April 1998
Elemen keempat pertumbuhan iman Kristen
Nats : Efesus 1: 15-23
Pengkhotbah : Pdt. Sutjipto Subeno

Di dalam Ef 1:15-23 kita sedang mempelajari enam elemen proses pertumbuhan Kristen yang terdiri dari iman, kasih, hikmat, wahyu, pengharapan, dan kuasa. Keenam poin ini harus kita proses dan kita hayati dalam hidup kita sehingga kita bisa bertumbuh. Pada minggu yang lalu kita sudah membahas poin ketiga. Pada hari ini kita akan memasuki poin yang keempat yaitu berkenaan dengan wahyu. Iman, kasih, hikmat dan kuasa harus dibangun di atas wahyu.

Di sini Paulus berdoa meminta dengan sungguh-sungguh supaya jemaat boleh bertumbuh di dalam wahyu untuk mengenal Kristus dengan benar. Hal ini penting agar seseorang mengerti kebenaran yang sejati. Manusia dicipta sebagai ciptaan yang unik yang diberikan akal budi oleh Tuhan untuk mengerti kebenaran. Setelah manusia jatuh dalam dosa, manusia telah kehilangan prinsip kebenaran. Akibatnya, dunia dewasa ini menjadi bingung dan jatuh ke dalam berbagai tipuan dunia. Tidak heran kalau dewasa ini banyak orang menjadi stress dan kecewa karena korban berbagai penipuan.

Tidak heran manusia sulit mencari yang benar. Akibatnya manusia bingung dan manusia tidak tahu lagi di mana kebenaran itu, sehingga kita sering tertipu. Terlebih lagi kalau kita tertipu yang mengakibatkan pada kebinasaan kekal. Ini merupakan malapetaka terbesar yang bersumber dari setan. Setan rela mengorbankan apapun agar kita menjadi anak buahnya di dalam kematian yang kekal. Untuk ini setan memakai dan menghalalkan berbagai cara agar manusia tertipu. Tidak heran kalau Alkitab menyebut setan sebagai bapa penipu.

Oleh karena itu poin yang keempat ini menjadi aspek yang sangat penting dan mendasar. Hal ini disebabkan karena manusia di dalam dunia mencoba melihat kebenaran dari empat aspek. Pertama, manusia mencoba melihat kebenaran dari rasionalisme. Rasionalisme menganggap rasio dengan sarana logika menjadi patokan kebenaran. Jadi yang masuk akal itulah yang benar. Fakta membuktikan rasionalisme tidak mampu menyelesaikan kebenaran. Banyak kebenaran yang berada diluar rasio manusia yang terbatas. Memang dalam aspek tertentu rasio bisa dipakai untuk mencari kebenaran, namun untuk menjadi patokan kebenaran itu tidak mungkin. Kedua adalah empirisme, yaitu pengalaman, uji coba atau eksperimen itu menjadi dasar kebenaran. Jadi di sini sesuatu itu dikatakan benar kalau sudah diuji berdasarkan pengalaman, uji coba atau eksperimen. Tetapi inipun tidak bisa dijadikan patokan kebenaran karena pengalaman, uji coba ataupun eksperimen manusia tetap terbatas. Ketiga, subyektivisme yang menganggap kebenaran ditentukan oleh diri. Jadi penganut subyektivisme menganggap bahwa dirinya adalah patokan kebenaran. Seluruh kebenaran tergantung pada dia. Masalahnya, siapa diantara kita yang tidak pernah salah. Tidak ada. Keempat, otoritarianisme maksudnya kalau saya tidak bisa menentukan kebenaran maka kebenaran ditentukan oleh yang diatasku. Ini merupakan cara melempar kebenaran kepada yang lebih berotoritas. Masalahnya apakah yang lebih berotoritas dari saya itu membuktikan dia pasti benar. Misalnya apakah Pendeta pasti benar. Jawabannya tentu tidak. Jadi di sini baik rasionalisme, empirisme, subyektivisme, maupun otoritarianisme tidak dapat dijadikan standar kemutlakan.

Di sini prinsip Alkitab mengajarkan kita harus kembali kepada sumber kebenaran. Orang Kristen harus sadar bahwa kita bukan patokan kebenaran. Epistemologi Kristen mengajarkan untuk mendapatkan kebenaran kita perlu wahyu. Jadi patokan kebenaran yang kelima ini kita sebut sebagai revelationisme. Keempat epistemologi yang lain harus melayani yang kelima ini. Kita harus kembali kepada sumber kebenaran karena kebenaran yang sejati itu bukan bersumber dari saya. Melainkan bersumber dari sumber wahyu yang berada diluar diri saya yang telah mewahyukan kebenaran kepada saya. Seberapa jauh Allah mewahyukan kebenaran pada kita sejauh itu pulalah kita mengerti kebenaran.

Jadi Tuhan harus berfirman kepada kita sehingga kita dapat mengerti kebenaran. Ini konsep yang pertama. Jika Allah tidak berfirman maka kita tidak mungkin tahu dan tidak perlu tahu. Jadi kita hanya perlu tahu sejauh yang Allah nyatakan atau berikan. Alkitab menuntut kepada setiap kita untuk bertumbuh di dalam wahyu kebenaran firman Tuhan. Waktu kita kembali kepada wahyu Tuhan dan mau mengerti wahyu Tuhan maka Tuhan akan membuka kebenaran itu.

Hal yang kedua, Alkitab mengatakan bukan hanya sekedar wahyu tentang apa. Ini merupakan hal yang sangat sentral di dalam iman Kristen. Berkali-kali di dalam Efesus ditegaskan secara cermat bahwa wahyu di sini tentang wahyu untuk mengenal dia dengan benar. Iman Kristen menuntut pertumbuhan pengertian kita mengerti wahyu tentang sumber kebenaran. Ini yang menjadi patokan disepanjang alam semesta. Hanya satu oknum disepanjang sejarah yang berhak mengakui Akulah jalan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang sampai kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Yesus Kristus satu-satunya kebenaran itu. Inti mengenal adalah mengenal Yesus Kristus. Pengenalan iman harus kembali kepada pengenalan tentang Yesus Kristus secara benar. Ini berarti ada potensi untuk mengenal Kristus secara salah.

Dalam Efesus pasal 4 di dalam Gereja ada rasul, nabi, gembala, pengajar, dan penginjil. Allah memberikan semua karunia ini untuk memperlengkapi jemaat orang kudus untuk pembangunan tubuh Kristus. Di sini dituntut setiap orang Kristen harus bertumbuh sampai kita semua mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah (Ef 4:13).

Seluruh ajaran iman Kristen titik pusatnya adalah mengerti siapa Yesus Kristus yang sebenarnya sebagaimana yang Dia wahyukan. Di sini bukan berdasarkan spekulasi manusia, pengalaman manusia, subyektivitas manusia melainkan berdasarkan apa yang diwahyukan dalam Alkitab. Dan waktu Alkitab diwahyukan, titik pusatnya di dalam ajaran tentang Yesus Kristus. Salah di dalam doktrin ini dianggap sesat. Ini kunci! Di sini kita melihat betapa signifikannya pengenalan akan Yesus Kristus yang benar. Di dalam II Kor 11:4, "Sebab kamu sabar saja jika ada seseorang yang datang memberitakan Yesus yang lain daripada yang kami beritakan atau memberikan kepada kamu roh yang lain daripada yang kamu terima atau Injil yang lain daripada yang kamu terima." Di sini Yesus-nya lain, rohnya lain dan Injil-nya lain. Satu salah, tiga-tiganya salah. Yesus-nya lain maka pasti roh-nya lain, kalau roh-nya lain Yesus-nya lain maka pasti Injilnya lain bukan yang asli. Kalau Injilnya lain pasti membicarakan Yesus yang lain. Di sini dituntut pengenalan Yesus yang sejati. Di dalam aspek yang kedua ini kita harus kembali kepda Yesus yang benar.

Ketiga, proses untuk mengerti tentang Yesus Kristus yang benar yaitu kalau kita kembali kepada Alkitab dari Kejadian sampai Wahyu. Di sini dibicarakan dari dunia ada, dunia berproses sampai kepada dunia selesai. Seluruh proses ini baru mungkin jika Tuhan yang menyatakannya kepada kita. Alkitab sudah lengkap seluruhnya sehingga tidak perlu ditambah. Sekarang Tuhan meminta kita bertumbuh di dalam pengenalan akan firman Tuhan mulai dari Kejadian sampai Wahyu secara berurut agar kita bisa mengenal Yesus Kristus. Sehingga kita tidak didikte oleh rationalisme, empirisme, subyektivisme, otoritarianisme.

Keempat, Tuhan menuntut kita menjadi orang yang terus bertumbuh di dalam pengenalan akan Kristus dengan tepat berdasarkan wahyu yang Tuhan berikan. Namun kita sadar tidak ada satupun diantara kita yang mengerti Kristus dengan sempurna. Tetapi inilah yang menuntut kita berproses dan belajar terus-menerus. Dengan demikian kita tidak mudah ditipu. Bijaksana sejati dan wahyu sejati harus disatukan, karena itu Paulus berdoa minta hikmat dan wahyu sekaligus. Barulah kita bisa berproses dan bertumbuh dengan baik. Maukah saudara bertumbuh di dalam wahyu? Amin!?

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah - RT)