Ringkasan Khotbah : 21 Juni 1998
Incomprehensibleness of God
Nats : Habakuk 1:5-11
Pengkhotbah
: Rev. Sutjipto SubenoSituasi Habakuk tahun 600 S.M. dengan situasi Indonesia tahun 2000 tetap memiliki kemiripan yang luar biasa. Minggu lalu kita telah membahas pergumulan Habakuk dimana ia mempertanyakan dua pertanyaan. Pertama Habakuk mempertanyakan kepada Tuhan berapa lama lagi ia harus mengalami hal seperti itu? Mengapa Tuhan tidak bertindak secepatnya? Pertanyaan kedua, ia mempertanyakan mengapa ia harus melihat kejahatan seperti ini dengan matanya sendiri. Bukankah Tuhan sudah berjanji memelihara umat-Nya?
Tuhan tidak menjawab kedua pertanyaan itu, namun Tuhan memberikan satu jawaban yang lebih prinsipil untuk mendobrak konsep-konsep Habakuk yang salah. Hal ini dinyatakan di Hab 1:5-11. Jawaban Ini membuat iman Habakuk goncang. Tuhan membuka sebuah rahasia konsep yang bagi Habakuk betul-betul diluar pikirannya. Tuhan mengatakan bahwa Dia membangkitkan orang kasdim yang akan menyapu semua bangsa termasuk Israel.
Tuhan membukakan sesuatu yang jauh lebih mengerikan daripada apa yang bisa Habakuk bayangkan. Tuhan membangkitkan bangsa Kasdim yang begitu jahat untuk menyapu Israel. Ini mengakibatkan munculnya pertanyaan di ay. 12, "Tuhan bukankah…" Pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang sulit dimengerti oleh akal manusia. Tuhan terlebih dahulu membukakan suatu gambaran bahwa Tuhan memang memperkenankan munculnya bangsa Kasdim, yang luar biasa jahat sekaligus luar biasa kuat. Bahkan sampai dikatakan keadilan dan keluhurannya tidak tergantung pada orang lain, semua diukur dari dirinya sendiri. Tuhan membangkitkan bangsa yang liar dan jahat ini untuk menghancurkan bangsa Israel. Cara kerja seperti ini sungguh berada diluar kemampuan otak manusia.
Tuhan tahu kesulitan Habakuk. Maka pada ay 5 Ia berkata, "Jika Saya beritahu apa yang Saya kerjakan, kamu toh tidak bisa percaya…" Mengapa? Karena ini berada di luar pengertian manusia yang terbatas. Dalam dunia teologi ini disebut Incomphrehensibleness of God (Allah yang sulit dimengerti). Namun kalimat ini jangan kita salah tafsirkan. Istilah incomphrehensibleness of God adalah satu konsep yang menggambarkan Allah yang begitu besar dan sulit diselami pikiran-pikiran-Nya, sehingga kita sulit mengerti apa yang Allah kerjakan. Kalimat ini kemudian diselewengkan oleh pengajar-pengajar liberal yang dipelopori oleh Schleiermacher, yang mengajarkan bahwa karena Allah sulit dimengerti maka Allah jauh disana dan merupakan satu-satunya yang sama sekali berbeda. Karena dia sama sekali berbeda maka kita sama sekali tidak bisa mengerti Dia. Konsep ini disebut dengan The wholy other dan telah membuat gap secara rasional antara Allah dengan kita. Jadi, tidak heran kalau hari ini banyak orang mengatakan tidak perlu memakai rasio karena kita tidak bisa mengerti Allah, tidak bisa mengerti firman. Lalu, bagaimana kita bisa berelasi dengan Allah? Schleiermacher menggeser wilayah pengertian menjadi wilayah perasaan. Maksudnya, kita bisa berelasi dengan Allah tergantung perasaan. Jadi bagi Schleiermacher, agama itu perasaan. Jadi beragama itu kalau saya merasa bergantung pada Tuhan. Ini yang oleh Schleiermacher disebut sebagai the feeling of absolute depedency." Ini berarti masuk ke dalam wilayah subyektifitas yang tak ada batasnya. Alkitab tidak memiliki konsep seperti ini. Jika Allah tidak bisa dimengerti buat apa Allah memberikan wahyu-Nya. Waktu kita mendengar ataupun membaca Firman Tuhan maka kita mendengar dan membacanya dengan rasio.
Ketika Allah berkata bahwa Habakuk tidak akan percaya apa yang dilakukan oleh-Nya, hal ini tidak berarti Habakuk sama sekali tidak pernah akan mengerti dan tidak pernah akan bisa percaya. Dalam ay. 5, Tuhan justru membongkar cara berpikir habakuk supaya kelak dia bisa mengerti. Disini Tuhan sedang membuka suatu rahasia supaya kelak Habakuk bisa percaya apa yang Tuhan kerjakan.
Hab 1 adalah kesempatan Tuhan membuka satu konsep yang selama ini tidak dimengerti oleh Habakuk dan kesalahan ini membuat Habakuk tidak bisa percaya apa yang Tuhan katakan. Mengapa Habakuk tidak bisa percaya? Karena ia sudah memegang konsep yang berbeda dengan konsep yang Tuhan kehendaki. Caranya bekerja berbeda dengan cara kerja Allah. Dimana letak kesulitan Habakuk?
Hari ini kita mempelajari hal-hal yang menjadi letak kesulitan Habakuk. Pertama, antara Tuhan dan Habakuk terjadi perbedaan cara kerja. Habakuk berpikir kalau ada bangsa yang kurang baik, kurang jahat, jahat, lalu amat jahat, maka yang harus ditindak lebih dahulu adalah yang amat jahat. Jadi, seharusnya orang Kasdim dihajar terlebih dahulu, baru kemudian Israel yang kurang jahat dibandingkan dengan orang Kasdim. Sayangnya, cara kerja Habakuk berbeda dengan cara kerja Tuhan. Cara kerja Habakuk bersifat parsial, sempit, sangat pendek dan secara historis. Cara kerja Tuhan jauh lebih bijak, lebih utuh, lebih global dari apa yang dipikirkan manusia. Di dalam cara pandang Allah, orang Israel memiliki posisi yang sangat menentukan. Seharusnya orang Israel tidak boleh berbuat kejahatan karena mereka diberi hukum oleh Tuhan. Orang Israel adalah umat Tuhan yang seharusnya bertanggung-jawab menjadi saksi buat seluruh dunia. Itu sebabnya kalau umat Israel berbuat kejahatan maka hukuman buat orang Israel jauh lebih berat dari orang Kasdim yang memang kafir. Di sini kita melihat cara kerja Tuhan, Ia memakai orang kasdim untuk menghancurkan umat Israel, sesudah itu orang Kasdim dihabiskan oleh Tuhan. Cara kerja seperti ini merupakan cara kerja yang dunia, Habakuk dan kita bisa mengerti.
Kedua, adanya perbedaan lingkup dan interest antara Habakuk dengan Tuhan. Habakuk melihat umat Israel begitu jahat dan ia ingin Tuhan menghantam umat Israel. Tetapi dalam konsep dia, perjuangan itu sangat bersifat nasionalis. Waktu Habakuk melihat Tuhan akan membangkitkan orang Kasdim, dia shock luar biasa, karena bukan itu yang Habakuk maksudkan. Setelah Hab 1:5 ini dibukakan, ia bisa membayangkan skenario yang Tuhan mau kerjakan. Itu sebabnya pada ps. 3 ia berkata, "Aku tahu kedahsyatan-Mu. Aku tahu pekerjaan-Mu…"
Habakuk tidak bisa percaya bahwa umat Israel yang tidak terlalu jahat harus disapu oleh bangsa yang begitu jahat. Tuhan tidak melihat umat Israel sebagai suatu nasional melainkan sebagai wajah dan representasi umat-Nya di tengah alam semesta. Tuhan melihat Israel bukan sebagai fanatisme emosionalisme, tetapi sebagai representasi keadilan-Nya di tengah alam semesta. Di satu pihak Habakuk ingin bangsanya dihukum, tetapi dilain pihak dia juga tidak rela kalau bangsanya sampai dihancurkan. Konsep Habakuk sangat bersifat sempit. Ia hanya mau melihat bangsanya, semua bangsa yang lain dianggap figuran. Sampai saat ini orang Israel memiliki nasionalisme yang amat kuat, tetapi Tuhan melihat dalam format berbeda. Disini terjadi konflik lingkup dan konflik interest. Jangan pernah pikir umat Tuhan akan lolos dari keadilan Tuhan. Tuhan akan memberikan hukuman kepada umat-Nya. Ini prinsip yang Dia mau tegakkan. Kitab Ibrani mengatakan bahwa Tuhan akan mengajar umat-Nya. PL dan PB memberi contoh yang sangat konkrit. Petrus sulit mengerti ketika Tuhan Yesus mengatakan, "anak manusia harus pergi ke Yerusalem menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala, dan ahli-ahli taurat, lalu dibunuh mati hari ketiga. Petrus tidak bisa membayangkan hal ini. Mengapa? Karena Petrus melihat hal itu dari kepentingannya sendiri. Tuhan datang ke dunia ini justru untuk pergi ke Yerusalem, untuk mati di kayu salib. Itu demi untuk kepentingan seluruh umat pilihan Tuhan. Allah melihat ini secara global tetapi Petrus melihat itu dari kepentingannya sendiri. Mari kita memikirkan kepentingan Kerajaan Allah secara global bukan hanya kepentingan golongan atau pribadi.
Ketiga, kita sulit mengerti apa yang Tuhan kerjakan, karena sebetulnya kita tidak rela akan cara Tuhan bekerja. Sebagai manusia kita seringkali sudah men-set up cara kerja kita. Di dalam keegoisan, kita sering tidak rela kalau Tuhan mempunyai cara kerja yang berbeda daripada kita. Bukan masalah benar atau tidak benar, namun masalah rela atau tidak rela. Kita mau cara kita yang dijalankan. Kita ada dibawah, Tuhan ada di atas, kita harus kembali kepada apa yang Tuhan kerjakan lalu melihat bagaimana Tuhan menggarap di dalam diri kita melalui diri kita. Hanya dengan cara kita melepaskan hak, kita bisa taat pada cara kerja Allah. Bagaimana orang taat dapat menjalankan rencana Allah? Kuncinya adalah waktu saya taat saya menyerahkan pikiran saya, sehingga cara kerja Tuhan bisa terjadi dalam diri kita. Kalau kita belajar seperti ini, kita belajar mengerti cara Tuhan bekerja dan mulai rela menundukkan cara yang tadinya mau kita paksakan. Biar hari ini kita belajar tunduk kepada Tuhan sehingga apa yang menjadi kehendak-Nya digenapi dalam diri kita Amin!
(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah - RT)