Ringkasan Khotbah : 6 September 1998

MATI DALAM DOSA

Nats : Efesus 2:1-10

Pengkhotbah : Rev. Sutjipto Subeno

Pada minggu ini kita mulai kembali mempelajari surat Efesus. Dalam Ef 1:3-14 membicarakan apa yang Tuhan kerjakan sejak kekal di dalam dunia yaitu tentang bagaimana anugerah Tuhan, doktrin pilihan Tuhan dan bagaimana anugerah itu turun ke dalam dunia. Setelah itu kemudian dalam ayat 15-23 Paulus masuk ke dalam aspek di dunianya. Dalam ay 15-23 ini, Paulus mulai dengan kata ‘karena itu’ sebagai respon dari tindakan Allah dimana kita melihat ada lima elemen yang beberapa bulan yang lalu sudah kita bicarakan. Apa yang Allah tetapkan di dalam kekekalan yang tidak berubah harus diproses dan digarap di dalam sejarah yang berubah. Kedua wilayah ini menjadi wilayah dasar yang membuat kita mengerti bagaimana kita merelasikan konsep kekekalan dengan konsep dinamis sejarah. Jika kita kacau di dalam kedua hal ini maka seringkali akan jatuh dalam dua ekstrim yang besar yaitu yang pertama kita masuk dalam fatalistik atau takdirisme dimana manusia semuanya sudah ditetapkan tanpa dapat diubah sama sekali. Sehingga manusia menjadi seperti robot karena sudah ditetapkan di dalam kekekalan dan disini proses sejarah ditiadakan. Sebaliknya di dalam ekstrim kedua mereka menarik Allah ke dalam proses manusia. Dengan pengertian bahwa kalau manusia berubah maka Allahpun berubah sehingga akibatnya kekekalan ditiadakan ditarik ke dalam proses.

Lalu bagaimana merelasikan dua sifat yang berbeda ini? Kekekalan dan sejarah memang merupakan dua wilayah dunia yang berbeda namun di dalam diri manusia dua wilayah ini telah disatukan. Jadi manusia memiliki dua unsur yaitu aspek rohani yang kekal yang tidak bisa mati dengan aspek jasmani yang bisa mati atau rusak dan ini tidak ada pada ciptaan lain. Maka di dalam aspek ini manusia menjadi unik karena manusia memiliki dua wilayah secara bersama-sama namun tidak bisa kita campur adukkan karena yang satu dengan yang lain memiliki sifat yang berbeda tetapi juga tidak bisa didualismekan karena dua wilayah ini ada di dalam satu pribadi manusia.

Paulus dalam surat Efesus telah merelasikan dua unsur ini bersama-sama. Setelah itu, Paulus mulai dengan apa yang seharusnya menjadi kekuatan dan menjadi perjalanan iman Kristen itu sendiri. Ini dapat kita lihat di dalam Ef 2:1-10 (bd Rm 1:1-8). Penguraian Ef 2:1-10 ini begitu padat dimana Paulus ingin membicarakan hal tersebut kepada jemaat di Efesus untuk menghadapi tantangan yang sulit. Di dalam ps 2 ini Paulus mulai dengan berita Injil yang sejati yang merupakan satu berita yang sangat pendek tetapi sangat sentral yaitu Paulus mulai dengan inti permasalahan manusia yaitu, "Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu." Penjelasan ini bersifat paradoksikal yang diucapkan dalam bentuk past tense. Inilah satu fakta yang menunjukkan pada hakekatnya manusia sudah mati dan hal ini harus diberitakan kepada dunia. Ini suatu gambaran yang begitu unik dan merupakan satu realita yang harus diungkapkan tetapi dilain pihak menghadapi kesulitan karena berhadapan dengan kondisi paradoks dengan situasi itu sendiri. Mengapa Paulus menekankan hal ini? Sebab pada jaman itu kondisi kota Efesus mengalami kondisi yang betul-betul fatal yaitu mati. Mati adalah satu realita yang paling mengerikan karena orang yang sampai pada kondisi ini berarti dia sudah tidak mampu berbuat apapun juga selain takluk dibawah kuasa daripada kematian. Ketika seseorang mati pada waktu itu dia tidak berhenti berproses hanya berbalik arah berproses kepada pembusukan. Proses ini berjalan melampaui kuasa dia, dengan kata lain kuasa kematian adalah kuasa penaklukkan yang akan menghancurkan, membusukkan dan membinasakan sampai habis dan proses ini terjadi tidak bisa dihambat oleh pelaku yang mengalami kematian.

Ketika Alkitab mengatakan, "Kamu dahulu sudah mati," banyak orang berkata bahwa pada waktu Adam dan Hawa makan buah pengetahuan baik dan jahat mereka tetap hidup. Memang kelihatannya tetap hidup tetapi sesungguhnya mereka sudah mati pada waktu makan buah pengetahuan baik dan jahat hanya kita tidak dapat melihat karena kondisi kematiannya dalam aspek spiritual. Kematian aspek spiritual adalah lebih berbahaya daripada kematian fisikal karena mengakibatkan pembusukan yang bersifat global. Ketika kita mengalami kematian spiritual pengaruh pembusukan kita tidak berhenti secara lokal tetapi kita akan mempengaruhi semua orang dan pengrusakan ini menjadi pengrusakan global. Dengan rusaknya seluruh citra dari tatanan dunia mengakibatkan kehancuran dunia. Saudara, jika seseorang mati secara jasmani tidak menimbulkan efek yang berbahaya tetapi kematian spiritual pengaruhnya akan menyebar ke seluruh dunia dan berjalan terus tanpa bisa dihambat oleh dunia.

Kalimat Ef 2:1 ini seharusnya menjadi dasar bagi kita untuk mengerti seluruh sejarah dan keadaan dunia. Kalau tidak ada jalan keluar, kondisi mati ini akan membuat dunia kita begitu celaka adanya. Dunia yang berada dalam kondisi mati tidak mungkin dihentikan oleh hukum yang keras. Sejarah menyatakan hukum yang sekeras apapun tidak dapat menghambat atau menghentikan proses kematian yang sedang berjalan dan menguasai. Kejahatan dunia ini sudah menjadi kejahatan yang bersifat kematian. Kita bisa membayangkan betapa mengerikan dunia ini yang mayoritas dikuasai dengan pikiran yang berbau kematian, sikap yang memancarkan kematian dan seluruh cara pandang kita yang berbau kematian ditularkan kepada orang lain.

Hal ini tampak jelas di kota Efesus sebagai kota perdagangan yang sangat besar sehingga semangat materialisme merajalela luar biasa, dan bukan itu saja kota tersebut terkenal menjadi pusat penyembahan dewi Artemis (Yunani) atau dewi Diana (Romawi). Pelacuran disahkan bahkan dianggap sakral karena mereka yang mengadakan pelacuran menganggap hal itu merupakan ibadah kepada dewi itu. Ini mengakibatkan rusaknya sistem keluarga dan tempat pemancaran nuansa kematian begitu kuat di kota Efesus. Setelah itu ditambah dengan munculnya pengajaran yang disebut Epikurianisme yang merupakan pengajaran dualisme yang mengajarkan bahwa tubuh ini jahat dan roh itu suci. Tetapi roh berada di dalam penjara daripada tubuh. Dari sini kemudian muncul dua golongan yang disebut Stoa dan Hedonisme. Golongan Stoa melarikan diri dan mengadakan penyiksaan diri supaya rohnya dapat bebas dari penjara tubuh. Gagasan mereka sangat dualistik sehingga tidak bisa memparadokskan dua wilayah yang berlawanan. Sedangkan golongan Hedonisme sangat berlawanan dengan stoa, memiliki pemikiran filsafat yang mengajarkan kita harus menikmati hidup secara fisikal, secara dunia dan secara sekuler. Filsafat Hedonisme ini lebih diterima oleh orang-orang Romawi sehingga pengaruh ini menyebar di kota Efesus. Kerusakan moral seperti ini bukan hanya di wilayah Romawi tetapi juga meliputi seluruh dunia bahkan sampai saat ini. Inilah fakta manusia berdosa. Nuansa kematian bukan hanya problem abad pertama tetapi juga problem kita hari ini.

Nuansa kematian itulah esensi dosa yang seharusnya kita waspadai karena seringkali manusia tidak sadar. Dalam Ef 2:1 ini Paulus mau membuka kepada dunia dan orang Kristen tentang realita dunia ini, sekaligus panggilan dan menuntut respon dari kita untuk mengerti apa yang menyebabkan kematian seperti itu. Manusia mati adalah karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosa, karena kita telah melanggar Firman dan berdosa terhadap Allah. Di dalam surat Roma, Paulus menjelaskan hal ini secara lebih panjang (baca Rm 1:18-32). Manusia dicipta oleh Tuhan seharusnya hidup untuk melayani Tuhan dan taat kepada Tuhan. Ketika kita melawan Dia disitulah kita berdosa dan upah dosa adalah maut. Manusia telah terpisah dari Allah, inilah kondisi kematian. Tidak ada satu lembaga rehabilitasi yang bisa menghentikan dosa manusia termasuk penjara tidak bisa menghentikan dosa. Itu sebabnya jika bukan anugerah tidak mungkin orang berdosa akan kembali kepada Allah. Ini berarti orang itu harus diinjili, disadarkan dan dibawa kembali kepada Tuhan sehingga orang tersebut bisa berubah. Tanpa penginjilan yang sejati tidak ada pengharapan.

Kita patut bersyukur pada Tuhan karena Ef 2:1 ini ditulis bukan dalam bentuk present continous tense yang berarti kamu sedang dan selama-lamanya akan berdosa tetapi Paulus menulis dalam bentuk past tense yang menunjuk kepada masa lampau "kamu dahulu sudah mati," yang berarti sekarang tidak. Sekarang kita sudah memiliki hidup ketika kita beriman kepada Tuhan Yesus. Sudahkah kita dibebaskan dari nuansa kematian? Hanya saudara, Tuhan dan setan yang tahu. Biar kiranya kita mengevaluasi hidup kita masing-masing. Amin!

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah - RT)