Ringkasan Khotbah : 20 September 1998

Urgensi Anugerah

Nats : Efesus 2:1-10 (4-5)

Pengkhotbah : Rev. Sutjipto Subeno

Selama dua minggu terdahulu kita sudah membicarakan betapa fatalnya keadaan manusia yang berada dalam kondisi mati dan di bawah belenggu pengrusakan yang dikerjakan oleh dosa sehingga manusia tidak berespon terhadap kebenaran.

Sehubungan dengan hal ini, dunia kita berusaha untuk menyodorkan berbagai cara untuk menyelesaikan problematika kesulitan manusia. Sayangnya, semua cara yang disodorkan manusia tidak mampu menyelesaikan masalah itu bahkan semakin membelit manusia dengan problematika dosa yang lain. Tepat sebagaimana yang dikatakan oleh Hegel, "Mari kita belajar dari sejarah." Mari kita mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi di dalam dunia khususnya sehubungan dengan dosa. Dosa adalah satu problematika laten dan orang yang sudah dicengkeram oleh dosa tidak mungkin mampu keluar dengan sendirinya. Itu sebabnya kondisi mati tidak mungkin membuat seseorang bisa berespon terhadap kebenaran dan tidak heran jika semua alternatif yang dipikirkan hanya akan berputar di dalam proses dosa yang mematikan.

Menurut Aristoteles, filsafat yang ada di dunia ini sudah mengandung destruksi pada dirinya sendiri. Misalnya, banyak orang mau menyelesaikan problematik kejahatan melalui cara bisnis dengan Tuhan. Cara ini kelihatannya logis namun merupakan satu cara bisnis bersumber dari manusia yang berdosa dan begitu licik yang mau mempermainkan kejahatan dihadapan Tuhan. Tetapi Aristoteles saat itu sudah memikirkan apa sebenarnya kebajikan itu. Jika kebajikan itu tidak mencapai kebajikan sejati (Summum Bonum) maka kebaikan yang dilakukan makin baik makin berdosa. Ini menjadi libatan lingkaran dosa yang membuat dia seperti gulungan bola salju yang makin lama makin besar. Semua perbuatan baik yang disodorkan oleh dunia kecuali kembali kepada apa yang Alkitab katakan tidak menyelesaikan masalah dosa.

Apa itu baik? Kita seringkali mengatakan baik kalau itu menguntungkan kita jika kita dirugikan maka kita katakan itu jahat. Jika ukuran baik atau jahat itu adalah keuntungan atau kerugian saya, "Betulkah itu baik?" Tidak! Kebaikan itu adalah kebaikan yang bersifat egosentrik. Jadi disini saya sebagai pusat dan bagaimana seharusnya orang bersikap terhadap kepuasan, keinginan dan semua hawa nafsu saya. Menurut Aristoteles semangat itu sendiri sudah salah. Bagi dia yang disebut kebajikan tertinggi (Summum Bonum) adalah kebajikan yang bersifat essensial yang harus menjadi kebajikan inti dimana semua orang menuju kesana. Jika kebajikan relatif ini menjadi kebajikan-kebajikan yang berdiri sendiri tidak heran jika kita menganggap diri kita adalah kebajikan yang harus dipuaskan. Bagaimana semangat yang egoisme ini bisa dijadikan patokan untuk perbuatan baik atau jahat?

Aristoteles percaya kebaikan harus ada namun baik yang sejati itu seperti apa? Disini Aristoteles kemudian mengeluarkan teori kebajikannya. Dia mengatakan kalau kita berbuat baik, maka perbuatan baik itu harus dilakukan dengan motivasi baik hasil akhirnya kembali kepada kebaikan itu sendiri. Jadi kalau kita melakukan kebajikan maka kebajikan itu harus dilakukan dengan motif untuk kebajikan itu sendiri dan hasil akhirnya untuk kebajikan itu sendiri keluar dari itu engkau sebenarnya tidak bajik. Ini satu kalimat yang agung sekali yang dicetuskan oleh orang yang tidak mengenal Tuhan, seorang yang belum pernah mengerti kebajikan asli namun telah mengeluarkan pemikiran yang begitu agung. Namun seagung-agungnya filsuf dunia yang sangat terkenal ini tetap tidak mampu menyelesaikan problematika dosa. Sebab masalahnya adalah hal tidak bisa dilakukan. Alkitab mengatakan kalau kita berbuat baik namun punya motivasi yang tidak sesuai itu adalah dosa. Tujuan yang menyimpang dari kebajikan yang sejati membuat segala kebajikan itu tidak ada artinya. Jadi kebajikan sejati baru bisa terjadi jika kita berbuat baik untuk berbuat baik itu sendiri.

Dalam Matius 19 diceritakan, ada seorang muda yang kaya datang kepada Tuhan Yesus dan berkata, "Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal? Maka Yesus mengatakan tidak ada yang baik kecuali satu yaitu Tuhan yang baik. Tuhan Yesus tahu orang tersebut tidak puas dengan jawaban tersebut lalu Yesus berkata, "Sekarang turutilah segala perintah Allah!" Orang ini muda, kaya, punya integritas, memiliki etika yang cukup baik dan dia sudah melakukan hukum kelima sampai kesepuluh. Tapi sayang, hukum taurat bukan hanya lima sampai sepuluh tetapi masih ada hukum yang pertama sampai keempat. Perintah pertama sampai keempat ini berkenaan dengan, "Cintailah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, jiwamu, akal budimu dan kekuatanmu!" Ini merupakan ketaatan kita yang utama pada Tuhan. Lalu kalau dia benar-benar ingin berbuat baik, Yesus perintahkan menjual semua hartanya dan diberikan kepada orang miskin kemudian ikut Yesus. Sampai disini Alkitab mencatat, orang muda itu pergi dengan hati sedih karena hartanya banyak.

Saudara, dunia kita terbukti tidak pernah mungkin mengerti kebajikan yang asli itu sebabnya tidak heran jika kita berada di bawah murka Allah. Tidak ada jalan keluar untuk itu. Tapi bersyukur kepada Tuhan karena telah memberikan jalan keluar yang tidak bisa dipikir oleh manusia. Dalam Efesus 2:4 dikatakan, "Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasihNya yang besar, yang dilimpahkanNya kepada kita." Saudara, ayat 4 ini indah sekali, kata ‘agape’ atau kata ‘kasih’ ini dipakai dua kali yaitu satu sebagai kata benda dan satu sebagai kata kerja. Sehingga maksud dari ayat ini, dengan kasih yang berlimpah Allah sedang mengasihi kita dengan kasih yang begitu besar. Disini mencapai kesimpulan terakhir yaitu bahwa engkau hanya bisa diselamatkan melalui anugerah, tidak ada sedikitpun usaha kita. Jika terdapat sedikit saja usaha kita maka kita berada didalam motivasi yang keliru dan saya sudah menyelewengkan maksud untuk mendapat surga. Semua ini hanya jalan buntu yang membawa kita makin tambah berdosa. Dalam ayat 4 ini kita melihat tidak ada kebajikan apapun untuk kita mendapatkan surga, makin kita berbuat baik makin berdosa. Jika demikian apakah kebajikan asli ada didunia ini? Di dalam tulisan-tulisannya dan etikanya dia tidak bisa memberi jawaban karena dia tidak bisa mengerti jalan keluar yang disodorkan oleh Tuhan yaitu keselamatan hanya oleh anugerah. Berdasarkan ayat ini kita baru bisa memahami ayat 10, "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup didalamnya." Baru didalam ayat 10 ini keluar kata perbuatan baik didalam Alkitab sebagai respon dari anugerah bukan dan untuk mendapatkan keselamatan. Jadi dasar perbuatan baik, karena saya dicipta di dalam Kristus Yesus. Sehingga saya berbuat baik disini betul-betul untuk kebaikan, karena saya sudah mendapatkan semua anugerah dari Tuhan. Maka setelah saya mendapatkan semua itu saya baru berbuat baik dan perbuatan baik yang saya lakukan tidak ada motivasi lain kecuali berbuat baik. Jawaban ini tidak mungkin dijawab oleh dunia, ajaran mengenai anugerah tidak bisa di spekulasi oleh pikiran manusia. Memahami hal ini kita baru bisa mengerti betapa besarnya doktrin anugerah yang ditegakkan di dalam iman kristen. "Oleh kasih karunia kamu diselamatkan" (ay 5).

Yesus Kristus adalah satu-satunya contoh. Dia datang ke dunia tanpa dosa dan Dia mati untuk menebus dosa. Tidak ada motivasi lain, itulah kebajikan sejati yaitu waktu Yesus mati untuk kita. Dia berkorban demi keselamatan kita, Dia dicaci maki, diejek, dihina bahkan waktu Dia berbuat kebaikan di atas kayu salib, orang melecehkan dan mengatakan, "Jika Engkau bisa menyelamatkan orang lain selamatkan lah diriMu sendiri!" Kalimat ini menyakitkan sekali, tapi justru disini membuktikan apa yang kita sebut sebagai kebajikan tertinggi. Di atas kayu salib Tuhan Yesus dalam ke adaan menderita, Dia yang tidak berdosa mati untuk saudara dan saya." Inilah kebajikan cinta kasih Tuhan sehingga Alkitab mengatakan, "Tetapi karena Allah kaya dengan belas kasihan." Dalam bahasa Indonesia menggunakan kata rahmat yang sebenarnya menggambarkan belas kasihan dimana satu sifat yang melihat orang lain dalam keadaan menderita lalu timbul rasa iba dalam hati dan kita mau menolong orang itu. Dikatakan Allah yang kaya dengan rahmat yang berlimpah cinta kasih Dia mau mengasihi kita. Gambaran inilah yang mau digambarkan oleh Tuhan sebagai anugerah, kebajikan dikerjakan dengan kebajikan sejati.

Tuhan begitu mencintai dan Dia membuktikan itu dengan pengorbananNya di kayu salib. Biarlah hari ini kita mengerti, dunia boleh mencoba menyodorkan berbagai cara tapi tidak ada cara yang tuntas kecuali kembali kepada Kristus. Jika ada cara yang lebih baik tidak perlu Tuhan Yesus mati dengan cara yang begitu menderita untuk kita. Dia ingin kita kembali kepada Dia, kita dibangkitkan dan kita bisa hidup bersama-sama dengan Dia di sorga (ay 6). Jika kita mengerti hal ini masihkah kita menjadi orang Kristen yang hidup dalam dosa? Roma 6:10 mengatakan, "Sebab kematianNya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, …" Karena kita sudah mati bagi dosa dan kita sekarang hidup di dalam kristus. Hidup bagi kristus dan hidup bagi kebenaran. Tidak ada cara dunia penyelesaian dosa kecuali kembali melalui pengorbanan Kristus. Biarlah ini menjadi kekuatan kita hidup dan kiranya cinta kasih Tuhan yang begitu besar ini boleh menyentuh hati kita. Semua cara spekulasi manusia hanya menggiring kita kepada kebinasaan. Tuhan yang sudah mencintai kita biarlah ini menjadikan kita semakin hari semakin bertumbuh di dalam iman. Amin!?

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah - RT)