Ringkasan Khotbah : 28 Februari 1999

A Kneel Ministry

Nats : Efesus 3: 13-17; Mat 6:5-8

Pengkhotbah : Rev. Sutjipto Subeno

 

               Di dalam Efesus 3:14-15 Paulus mengatakan, “Itulah sebabnya aku sujud kepada Bapa,  yang daripadaNya semua turunan yang di dalam surga dan di atas bumi menerima na­­­manya.” Saya terkesan sekali dengan ayat ini, karena disini Paulus baru saja membi­cara­kan tema yang saya rasa sangat sulit dimengerti. Ayat-ayat ini dikatakan oleh Paulus se­te­lah dia mengatakan dalam ayat 13, “Sebab itu aku minta kepadamu, supaya kamu jangan ta­war hati meli­hat kesesakanku karena kamu, karena kesesakanku itu adalah kemuliaan­mu.” Jadi ayat ini ditulis ketika Paulus mengalami kesesakan dan penderitaan yang luar biasa. Namun disini Paulus mengatakan justru kesesakan dan penderitaannya merupakan kemuliaan bagi jemaat. Secara logika kita sulit sekali menemukan relasi antara kesesakan dan penderitaan Paulus dengan jemaat.

               Setelah mengatakan ini kemudian dibawahnya Paulus mengatakan, “Itulah se­bab­­nya aku sujud kepada Bapa.” Kalimat ini merupakan penerobosan yang luar biasa in­dah­­nya dan Paulus juga sadar bahwa kalimat ini bukan kalimat yang bisa diselesaikan be­gi­­t­u saja. Maka di seluruh Ef 3:13-21 nanti di belakang kita akan melihat bagaimana kai­t­an jemaat Efesus mendapat kemuliaan dalam hubungannya dengan penderitaan Paulus di­ma­na kemuliaan Allah sebagai sumber. Kata ‘kemuliaan’ ini sendiri muncul tiga kali dan men­jadi penutup dari perikop ini. Paulus sendiri sadar, sulit mengaitkan kedua relasi ini yaitu antara penderitaan Paulus dengan keadaan jemaat Efesus yang sedang dibicarakan. Satu-satunya kunci untuk menghubungkan antara penderitaan dan kemuliaan jemaat efesus adalah menekuk lutut berdoa dihadapan Tuhan. Bagian yang akan kita pelajari hari ini sa­ya sebut sebagai “A KNEEL MINISTRY” yaitu suatu pelayanan dengan lutut.

               Iman Kristen adalah iman yang berdoa secara unik. Tetapi apa keunikannya dite­ngah-tengah berbagai agama yang juga memiliki unsur doa atau sembahyang? Disini ter­nyata antara dengan dan ‘doa’ tidak sama. Itulah sebabnya kita harus mengerti keunikan doa berdasarkan iman Kristen. Disini Paulus mengerti sekali ketika dia berhadapan de­ngan jemaat Efesus. Di dalam pelayanannya Paulus langsung berlutut dihadapan Bapa dan berdoa kepada Bapa. Paulus memiliki konsep doa yang sangat unik dan sangat berbeda de­ngan apa yang dimengerti secara umum tentang doa. Itu sebabnya dalam pembahasan hari ini saya ingin menghubungkan apa yang Paulus doakan dengan apa yang Tuhan Yesus bi­ca­­­ra­kan sebelum mengajar berdoa.

               Di dalam Matius 6, murid-murid bertanya kepada Tuhan Yesus tentang bagai­ma­na caranya berdoa. Bukankah para murid adalah orang-orang Yahudi dan sebagai orang Ya­hudi tentulah mereka tahu mengenai doa tetapi disini mereka meminta Tuhan Yesus me­­­nga­jar bagaimana caranya berdoa. Mendengar pertanyaan ini maka Tuhan Yesus me­nga­jarkan satu doa yang sangat unik yang kita kenal dengan “Doa Bapa kami.” Namun se­be­lum doa ini diajarkan, Tuhan Yesus memberikan pendahuluan yaitu sehubungan de­ngan doa yang benar. Hal ini penting karena doa bukanlah hal yang sembarangan tetapi doa me­ru­pakan manifestasi daripada iman. Jadi iman yang berbeda maka manifestasi doanyapun berbeda dan dari doa ini kita juga akan tahu prinsip imannya. Jadi kalau kita ingin tahu iman seseorang, cara terbaik adalah bagaimana cara dia berdoa. Makin seseorang mencoba mengarang ketika berdoa makin ketahuan karena kalimat-kalimat yang dia atur merupakan manifestasi dari pikirannya. Jadi doa merupakan manifestasi dari pada iman seseorang.

               Ketika Tuhan Yesus mengatakan, “Jika kamu berdoa, janganlah berdoa …” Ini be­­­r­arti ada doa yang benar dan ada doa yang tidak benar. Selanjutnya di dalam Matius 6, Tuhan Yesus memberikan dua alasan iman yang salah. Kesalahan pertama, jika berdoa ja­ngan seperti orang munafik. Mengapa? Karena kita berdoa untuk diri kita sendiri. Kita ke­li­­­hatannya berdoa baik itu diperempatan jalan, di depan rumah ibadah, di dalam gereja, atau berdoa dengan mengangkat tangan tujuannya hanya satu yaitu untuk menunjukkan bah­­wa saya orang saleh. Itu sebabnya Tuhan Yesus kemudian mengatakan kalau mau ber­doa masuklah ke dalam kamar dan tutuplah pintu. Demikian pula dengan Paulus, menga­ta­kan, “Kalau saya berdoa, bertelut dihadapan Bapa.” Saudara, inilah inti doa yang sejati.

               Apa yang dimaksud dengan iman yang sesungguhnya waktu kita berdoa? Perta­nya­­an yang pertama yang harus di jawab adalah orientasi doa disebelah mana. Ini kunci yang pertama yang harus kita jawab. Hal ini penting karena seringkali di dalam kita berdoa ki­ta telah terkena wabah penyakit yang berbahaya yaitu manusia akan mencintai dirinya sen­diri dan menjadi hamba uang. Kedua penyakit ini hingga sekarang belum ada imuni­sa­si­nya kecuali bertobat. Akar penyakit humanisme dan materialisme ini sebenarnya adalah do­­­sa dan ini yang membuat penyakit lain timbul. Jadi dapat dikatakan seluruh dunia prob­lem dasarnya adalah dosa. Itu sebabnya Tuhan Yesus mengkritik doa yang salah karena ak­hir­nya mengarah pada dua penyakit itu juga. Jadi waktu kita berdoa kemana arah orientasi kita berdoa, ke diri atau ke Tuhan. Buat apa kita berdoa bolak balik masuk ke ru­ang iba­dah, kelihatannya seperti orang suci tetapi orientasinya supaya semua orang bisa melihat bahwa dia orang saleh atau orang rohani. Berbeda dengan Paulus pada waktu ber­doa. Dia ber­doa berlutut dihadapan Bapa dan motivasi berdoa Paulus bukan diarahkan un­tuk diri melainkan kepada Tuhan. Bukan hanya Paulus tetapi seluruh tokoh-tokoh Alkitab yang la­in mereka berdoa orientasinya kepada Tuhan. Hari ini ketika kita berdoa orientasi kita ke­pa­da siapa. Kepada diri atau kepada Tuhan? Demikian juga dengan doa bapa kami yang di­ajarkan oleh Tuhan Yesus adalah doa yang berorientasi kepada Tuhan Allah. Inilah be­­­da­nya doa orang Kristen dengan orang yang bukan Kristen.

               Kesalahan kedua, di dalam Injil Matius dikatakan kalau berdoa jangan bertele-te­le. Berdoa bertele-tele tidak sama dengan berdoa sering. Berbedanya bukan dikalimatnya me­lainkan dimotivasinya. Waktu orang berdoa bertele-tele, di kepala orang tersebut sudah a­da pikiran yaitu dengan banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Dengan kata lain dia melakukan teror mental kepada Tuhan sampai apa yang dia minta diberi oleh Tuhan. Itu sebabnya Tuhan mengatakan, “Sebelum kamu membuka mulut, Tuhan sudah tahu apa yang ingin engkau katakan.” Saudara, kalau bagian pertama lebih menyoroti aspek huma­nis­­me maka bagian kedua ini lebih menyoroti aspek materialisme daripada manusia ber­doa. Jadi waktu kita berdoapun kita seringkali terjebak di dalam dua problem ini.

               Kembali kepada Paulus, ketika dia berdoa dihadapan Tuhan dia berlutut di ha­dap­­­an Bapa. Masalahnya, apa yang menjadi pergumulan, pertimbangan dan apa yang me­nja­­­di­kan dia betul-betul sampai lututnya harus ditekuk dihadapan Tuhan. Apakah demi ke­pen­­­tingan Paulus? Tidak! Paulus tidak berdoa supaya semua orang mulai memperhatikan dia dan mulai memuja dia tetapi orientasi Paulus berdoa disini agar kesusahan Paulus dan kesesakan Paulus justru untuk kemuliaanmu. Karena kemuliaanmu nantinya akan kembali un­­tuk kemuliaan Tuhan. Nanti di dalam ayat 21 dikatakan, “Bagi dialah kemuliaan di da­lam jemaat dan di dalam Kristus Yesus turun temurun sampai selama-lamanya.” Orien­ta­­si itu­lah yang menjadi sasaran akhir mengapa Paulus berdoa. Itu alasan mengapa Paulus re­la me­ngalami kesesakan, rela menderita, itu adalah demi jemaat mendapatkan kemulia­an­­­nya yang akhirnya kembali untuk kemuliaan Tuhan. Demi kemuliaan Allah maka kemu­li­­a­an Allah itu harus dimanifestasikan di dalam kemuliaan jemaat. Tapi manusia tidak bisa me­nger­ti hal ini. Itu alasan Paulus berlutut dihadapan Tuhan. Dia berdoa dihadapan Tuhan min­­­ta supaya kemuliaanNya itu yang akan meneguhkan jemaat dan mengajar jemaat. Ming­­gu depan kita akan belajar dari kemuliaan menuju kepada kemuliaan. Ini merupakan sa­­tu aspek luar biasa yang Paulus doakan. Akhirnya di ayat bawahnya Paulus mengatakan itu alasan aku minta kepada Bapa supaya kamu boleh mengerti betapa lebarnya dan pan­jang­nya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus kepada kamu.

               Berikut ini kita akan melihat beberapa hal yang kita dapat pelajari dalam ayat-ayat ini. Pertama, adalah bagaimana lutut yang ditekuk untuk berdoa. Ayat ini mengatakan saya menekuk lutut saya dan berdoa dihadapan Tuhan. Ini berbeda dengan semangat o­rang-orang farisi yang berdiri lalu berdoa menengadah dihadapan Tuhan. Tidak demikian de­­ngan Paulus yang mengatakan saya bertekuk lutut dan berdoa. Saudara, bertekuk lutut me­­lambangkan situasi menyerah. Jadi pada waktu orang berlutut itu menunjukkan saya ini orang yang kalah, orang yang lemah atau orang yang di bawah daripada yang ada di ha­dap­an­nya. Paulus mau menunjukkan apa artinya seseorang yang berlutut dihadapan Tuhan di­ma­na o­rang itu sadar bahwa dia bukan apa-apa dihadapan Tuhan raja segala ra­ja, yang me­ru­pakan satu asas dan semangat hati kita yang berlutut dihadapan Tu­han.

               Kedua, ada motivasi ingin mengasihi dan Tuhan menjadi sumber dari segala se­sua­tu. Jadi ketika Paulus berdoa, dia dibakar oleh cinta kasih untuk orang-orang Efesus. I­tu yang membuat doa dia begitu luar biasa. Bagaimana dengan kita? Apakah doa-doa kita ada­­lah untuk kepentingan orang lain? Hal ini penting, karena melalui hal ini kita bisa me­nger­ti seberapa jauh kita berdoa untuk kepentingan Tuhan, demi kerajaanNya dan demi ke­­­­hendak Tuhan dinyatakan. Disini menjadi manifestasi yang sebenarnya bagaimana per­im­­bangan kita mencintai diri kita sendiri dengan saya mencintai Tuhan dan mencintai se­sa­ma. Ini merupakan tolak ukur yang terbaik bagi kita untuk mengevaluasi kasih kita.

               Ketiga, menjadi pelayan yang berdoa. Tuhan menginginkan setiap pelayan mela­yan­i Tuhan dengan menekuk lutut minta Tuhan pimpin supaya rencana Allah digenapkan me­­­­­la­lui gerejaNya. Saya berdoa supaya banyak anak-anak Tuhan yang memikirkan apa yang Tuhan mau. Itu yang membuat kita benar-benar dapat dipakai oleh Tuhan. Kita harus ber­­­­juang keras supaya setiap kita bisa belajar, berdoa minta pimpinan Tu­han dan kita da­pat menjadi seorang pelayan Tuhan yang dipakai oleh Tuhan, yang menekuk lutut ber­doa min­­­ta Tuhan pimpin sehingga kita betul-betul berjalan melayani dengan lutut kita bu­kan de­­­ngan kemauan kita.

               Akhirnya, marilah kita belajar berdoa seperti Paulus, melayani mulai dengan lu­tut, “Itulah sebabnya aku sujud kepada Bapa.” Biarlah ayat ini boleh terus terngiang di ke­pa­la kita dan terus mengingatkan kita, sehingga kita terus diperbaharui menjadi orang Kris­ten yang bertumbuh dan berdinamika agar kita boleh melayani Tuhan dan dipakai oleh Tuhan dengan mengasihi sesama, mengasihi Tuhan dan terus berjalan semakin hari se­ma­kin indah di dalam hidup kita. Mau saudara. Amin!?

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah - RT)