Ringkasan Khotbah : 01 Agustus 1999
MANUSIA LAMA
Nats : Efesus 4:17-19
Pengkhotbah : Rev. Sutjipto Subeno

 

Minggu lalu kita sudah berbicara satu kalimat klimaks yang besar yakni, "Sebab itu kukatakan dan kutegaskan," dimana jika kita menajamkan kata "kukatakan" dan "kutegaskan" ini, maka kata-katanya akan menjadi "kusaksikan" dan "kuperintahkan". Sebab yang dikatakan Paulus disini bukan sekedar mengatakan tetapi didukung oleh kesaksian hidupnya dan itulah sebabnya suatu kuasa yang besar menyertai perkataannya. Setelah menyaksikannya, Paulus kemudian melanjutkan, "Kuperintahkan." Perintah ini sedemikian serius dimana dikatakan "Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah." Maka, harus ada perbedaan yang sangat kontras yang bisa dilihat antara orang yang berada di luar Kristus dengan orang-orang Kristen yang hidup di dalam Kristus, yakni bahwa orang-orang dunia memiliki: 1) Pikiran yang sia-sia, 2) Pengertian yang gelap, dan 3) Persekutuan yang jauh dengan Allah. Selanjutnya, Paulus menyebutkan alasan yang sangat tajam dibalik ketiga ciri di atas yaitu: kebodohan dan kedegilan hati mereka. Jika kita hidup (cara, konsep, prinsip dan nilai hidup) sama seperti dunia ini hidup, maka Kekristenan sama sekali tidak memiliki nilai lebih apapun karena kekristenan semacam ini hanya berada di kulitnya Kekristenan saja. Paulus tidak membicarakan kekristenan yang seperti ini tetapi ia masuk ke dalam esensi Kekristenan itu seperti apa.

Mengapa banyak orang Kristen yang tidak terlalu suka dengan filsafat? Di dalam filsafat memang terdapat banyak istilah dan teori-teori filsafat, tetapi itu bukanlah esensinya. Dari kata aslinya saja kita dapat melihat bahwa filsafat (dari kata phileo= mencintai, sophia=bijaksana) adalah mencintai bijaksana. Maka, jika kita memang benar-benar manusia yang sejati, mestinya kita seorang filsuf, seorang yang mencintai bijaksana. Saya rasa tidak ada orang yang tidak mau menjadi orang yang bijaksana. Pertanyaannya adalah bijaksana itu apa? Bagi Pdt. Stephen Tong bijaksana adalah bijak yang berasal dari sana (dari atas, dari Tuhan), bukan dari sini (dari diri manusia sendiri). Sedangkan, dalam filsafat masalah utamanya adalah lebih banyak "bijaksini"-nya daripada "bijaksana"-nya.

Apakah bijaksana itu? Dalam filsafat, bijaksana adalah penggabungan dari bidang-bidang seperti kebenaran, keadilan, moral, estetika (keindahan) dan kesucian secara utuh. Orang yang bijak adalah orang yang dalam mengambil keputusan sudah mempertimbangkan semua segi dengan tepat. Ini dimengerti oleh para filsuf, tetapi pada saat yang sama mereka gagal masuk ke dalam bijaksana yang Sejati, gagal mendapatkan kebenaran yang sejati secara tepat. Inilah kebodohan; bukannya kebodohan secara intelektual. Maka, jika tahu bahwa diri kita bodoh, yang harus ditanyakan adalah dimana letak kebodohan kita dan mengapa kita bodoh?

Mengapa seseorang menjadi bodoh? Karena pikirannya sia-sia, pengertiannya gelap dan persekutuannya jauh dengan Allah. Dimana letak kebodohannya? Letaknya adalah: 1) Dia tidak memiliki standar dalam menilai sesuatu. Jika kita tidak punya fondasi yang cukup untuk menguji sesuatu hal, maka ketika kita menerima informasi yang terlalu banyak tentang sesuatu itu, justru akan mencelakakan kita. Seseorang ketika ingin menjalankan sesuatu, ia harus memiliki dasar pijak yang tepat dan itu hanya satu yaitu kembali kepada Kristus. Kunci jawaban ini berada dalam kalimat pendek di Ef 4:20, "Tetapi kamu bukan demikian. Kamu telah belajar mengenal Kristus." Maka jelas bahwa Kristuslah yang menjadi standar nilai; kebenaranlah yang menjadi standar penilai.

2) Salah dalam prosesnya. Informasi jangan ditangkap sebagai informasi, sebab itu akan menjebak kita ke dalam suatu fenomena tanpa mengerti esensinya. Informasi hanyalah cetusan luar yang dibelakangnya terdapat motivasi informasi. Ketika seseorang menyampaikan informasi (misalnya dalam masmedia), yang disampaikan itu bukanlah informasi objektif, dan tidak pernah ada informasi yang obyektif. Ketika mendengar informasi, kita harus menguji apa yang ada di belakang informasi itu (alasannya) baru kemudian kita dapat mencermatinya. Jangan hanya mendengarkan informasinya saja, tetapi tangkaplah motif di belakang informasi. Be a wise man.

Kita sebenarnya adalah orang yang mengerti fenomena atau mengerti esensi? Sangat kasihan orang yang hanya berhenti dalam fenomena tetapi itulah dunia kita. Mereka kalau kita ajak bicara esensi akan menolak dan waktu lebih dalam kita tanya maka mereka akan marah. Itulah keadaan yang sekarang kita alami sehingga kita sulit berbincang dengan mereka karena akan berhadapan dengan benteng yang begitu kokoh yang menampilkan luarnya dan tidak mau membuka apa yang ada di belakang. Kita sedang dibawa pada satu virtual world (dunia semu), kita sedang dibawa pada satu topeng-topeng yang sedang menghindar daripada keoriginalitasannya sendiri. Kalau kita masuk dalam situasi itu maka kita hanya menambah kebodohan dunia ini, mari kita mulai berubah.

3). Pengambilan keputusan yang salah. Waktu kita menjadi seorang yang bijak maka kita tidak akan gegabah sebab satu keputusan yang penting kita pertimbangkan secara two decision, bukan satu aspek saja tetapi juga aspek lawannya. Contohnya waktu seorang memutuskan memilih komputer A, apakah ia mempunyai argumen yang cukup untuk menjatuhkan argumen yang lain? Ini yang tidak pernah ditanyakan! Saat kita menginjili seseorang seringkali keluar kalimat tidak enak menjadi orang Kristen karena banyak larangan (tidak boleh berbohong, dan lain-lain) tetapi jikalau kamu menolak Tuhan Yesus maka itu juga mengandung resiko yang besar. Ini yang tidak pernah kita dipikirkan. Apakah benar pilihan tersebut lebih baik dari pilihan lainnya sehingga saya memilihnya? Ini merupakan pertanyaan dua sisi.

Saudara, didalam hidup kekristenan kita seringkali menjadi orang bodoh karena waktu mengambil keputusan ternyata hanya satu sisi saja. Bodoh disini bukan karena IQ kita rendah tetapi karena bodoh tidak kembali kepada kebenaran dan hidup dengan cara dunia. Jadi waktu Paulus berkata, "Kau mempunyai pikiran yang bodoh itu akibatnya membuat pikiranmu menjadi sia-sia, pengertiannmu menjadi gelap, relasimu dengan Tuhan menjadi begitu jauh." Ini kalimat yang dibukakan oleh Paulus dan manusia benci mendengar kalimat ini tetapi itulah faktanya. Dan ketika manusia tidak mau menerima realita, itu merupakan kebodohan yang real. Kalau kita bodoh dan sadar akan hal itu berarti masih ada pengharapan tetapi yang sulit kalau kebodohan itu membuat hati kita degil atau mengeras. Dalam istilah medis hati yang mengeras dinamakan sirosis (mengeras seperti batu). Waktu kita mengerti dan sadar kalau bodoh, itu sebenarnya membuat kita keluar dari kebodohan tetapi kalau kita mengeraskan hati maka hati kita akan degil dan tidak mempunyai harapan. Alkitab terus-menerus berbicara tentang hal ini, hati yang degil merupakan kondisi yang sangat fatal. Saat kita sedang mengkukuhkan diri kita, kita tidak mau diubah dan diproses maka pada saat itu kita sedang diproses untuk menuju kerusakan. Setiap kita hidup harus berproses maju dan berubah semakin baik dari kebodohan menuju bijaksana sejati dan pada saat itu kita sedang bertumbuh tetapi orang yang tidak mau diproses, ketika sedang mengalami sesuatu ia tidak mengevaluasi atau berubah tetapi mengharapkan orang lain berubah.

Saya selalu mengatakan di dalam relasi suami istri harus dua belah pihak mau diproses dan diubah, kalau relasi suami isteri mulai dengan menuntut itu berarti satu kefatalan keadaan seperti bom yang suatu saat akan meledak. Pada saat manusia bukan lagi bodoh tetapi sudah mencapai katagori kedua, ‘degil’ maka itu saatnya ia sudah tidak ada harapan lagi dan inilah fakta dunia kita. Mengapa orang dunia bicara postmodern begitu ngotot, memaksa orang untuk mengikutinya tetapi ketika kita tuntut balik ia tidak mau berubah? Di sini suatu persoalan yang serius, kadangkala dunia kita mencoba untuk memformat menurut kedegilan hati mereka dan kekristenan gagal memberikan warna dengan satu level yang lebih tinggi karena mengikuti pola mereka. Kita tidak mau diproses maju diatas mereka, untuk hidup berdasarkan Kristus, kembali mengakar di dalam Kristus dan hidup di dalam ketaatan kepada Kristus. Paulus berkata, dunia bukan saja bodoh tetapi sudah menjadi degil dan ini keadaan yang mengerikan. Dalam Yeh 36:26-27 hati yang keras dikontraskan dengan hati yang taat. Dengan kalimat ini Tuhan mau ingin membukakan pada umat Israel, jikalau hati mereka mengeras maka sudah tidak dapat diproses lagi dan mereka sudah mencapai satu kondisi yang disebut harden heart (hati yang membatu). Kita mengkukuhkan diri kita, menganggap kita adalah kebenaran mutlak dan kebodohan itu ketika dimutlakkan, disitulah akan mendatangkan kematian bagi kita. Waktu Tuhan memberikan pada kita hati dan roh yang baru adalah supaya kita dapat kembali berpegang pada ketaatan perintah Tuhan dan hidup kita diperbaharui didalam kehidupan praktis. Saudara, iman Kristen bukan berdiri berdasarkan teori tetapi harus mengubah hidup kita dan terjadinya proses pembentukan terus-menerus dalam hidup kita. Kalau untuk hal duniawi kita cepat sadar periksa tetapi kalau kerohanian kita mengalami sirosis kita tidak cepat sadar dan tidak ada keinginan untuk berproses terus dalam hidup kita. Mari kita uji, karena yang tahu pasti adalah diri kita sendiri dan Tuhan dan itu adalah waktu untuk kita mengevaluasi. Seberapa jauh kita mempunyai standar hidup dalam Kristus, mempertimbangkan sesuatu dan waktu mengambil keputusan di dalam ketaatan kepada Tuhan? Mari kita bertanya pada diri kita, apa yang akan kita kerjakan dan putuskan, dengan demikian kita boleh bertumbuh. Tuhan menginginkan kita boleh berubah jauh, tidak menjadi serupa dengan dunia lagi. Sebab kita tidak demikian, karena kita sudah belajar mengenali Kristus. Saudara, biarlah ini menjadi kunci hidup, keinginan dan tekad kita, barulah dengan demikian kita diubah Tuhan. Mau saudara? Amin.?

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)