Ringkasan Khotbah : 17 Oktober 1999
Kebenaran & Kekudusan yang Sejati
Nats : Efesus 4:20-24 (24)
Pengkhotbah : Rev. Sutjipto Subeno

Hari ini kita akan masuk kembali memikirkan hal terakhir dari Efesus 4 ayat 24 dimana Paulus menekankan hidup yang diubah dari manusia lama menjadi manusia baru, yang dicipta kembali menurut kehendak Allah. Ini merupakan satu sifat recreation (penciptaan ulang) yang dikerjakan oleh Allah sendiri. Di dalam kasus ini seringkali kita mudah terjebak sehingga akhirnya gagal mengerti apa artinya manusia baru. Apalagi kalau manusia baru ini dikaitkan dengan istilah-istilah lain seperti halnya lahir baru, pertobatan, dsb. yang sebenarnya menjadi istilah unik dalam kekristenan tetapi gagal dimengerti secara mendalam. Saya rasa kita perlu waspada dengan pemikiran seperti ini. Perubahan drastis yang terjadi dalam hidup seseorang, perubahan akibat tekanan luar, aspek rasional, upaya diri atau gejala-gejala tertentu tidak berhubungan sama sekali dengan pertobatan, lahir baru dan semua istilah, termasuk manusia baru dalam ayat ini. Perubahan semacam itu justru membuat kita salah mengerti inti daripada iman Kristen karena orang yang bukan Kristen bahkan yang tidak beragama pun dapat melakukan hal seperti itu.

Perubahan iman Kristen yang sesungguhnya akan bersifat konsisten karena ini menjadi bukti pencirian bagaimana Allah sedang mengintervensi dan melahirbarukan orang tersebut menjadi ciptaan baru di dalam Kristus untuk kembali mempermuliakan Tuhan. Jikalau demikian, siapa yang mengerjakan intervensi tersebut dan bagaimana intervensi itu dikerjakan di dalam diri kita? Alkitab membukakan dalam Yoh 14 bahwa intervensi ini dikerjakan karena peranan Roh Kudus yang langsung mengarap inti hidup kita. Ketika Roh Kudus datang, Ia akan menginsafkan manusia akan dosa, kebenaran dan penghakiman (Yoh 16). Sehingga akibatnya kalau kita merelasikan hal ini yang mana kehendak Allah dijalankan, ia akan memancarkan ciri hidup di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya. Mengapa istilah ini kita kaitkan dengan Roh Kudus? Ini bukan hal yang sederhana! Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "true righteousness and holiness." Kalau dalam bahasa Yunani tidak perlu diberi kata true (dikaiosune) sebab didalamnya ada inti menuju kepada "truth," kekudusan yang sesungguhnya. Yaitu satu sikap bagaimana kekudusan itu bukan masuk pada kekudusan palsu tetapi kekudusan yang truth (Alitheia), kebenaran bersifat benar, sejati dan murni. Kekudusan yang seperti inilah yang harus dituntut.

Ketika saudara membaca Yoh 14: 15-26, di ay. 17 jelas disebutkan bahwa Roh penghibur itu akan datang yaitu yang disebut sebagai Roh Kebenaran. Sedangkan dalam ay. 26 dikatakan, penolong itu adalah Roh Kudus. Dua istilah ini dipararelkan secara satu perikop. Sehingga disini kalau disebut sebagai Roh Kebenaran maka ia bersifat kebenaran dan kalau disebut Roh Kudus maka ia bersifat kudus. Maka Roh kebenaran dan Roh Kudus itu merupakan satu oknum yang sama dan oknum ketiga daripada Allah Tritunggal. Jadi jika manusia baru terjadi karena dicipta ulang di dalam Roh Kudus maka seharusnya ia memancarkan kebenaran dan kekudusan. Ini merupakan atribusi normal daripada Roh Kudus sendiri. Disini satu hal yang sangat serius perlu dipertanyakan mengapa banyak orang Kristen seringkali tidak hidup seturut dengan naturnya? Mengapa kalau saya sebagai manusia baru dan benar-benar menjadi manusia yang sudah dicipta ulang berdasarkan kehendak Allah dan Roh Kudus diam di dalam hati namun tidak muncul natur daripada atribusi Roh Kudus di dalam diri saya?

Dalam Yoh 14:26 hal itu ditegaskan, "…, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman." Disini terdapat dua unsur yaitu sadar akan dosa dan kebenaran dan akhirnya yang ketiga sadar adanya sanksi diantara dua hal yang pertama. Kita hidup dalam dosa atau kebenaran, itu membicarakan penghakiman Allah. Disini berarti kita tidak cukup hanya mengerti dua hal saja tetapi perlu dituntut untuk memilah dan kemudian memilih dimana kita akan hidup, karena dari dua hal ini akan ada penghakiman yang menyertai dibelakangnya. Berarti saya bukan sekedar tahu, namun saya harus bersikap karena sikap ini akan menentukan bagaimana dampak yang akan saya alami dibelakangnya. Ini tiga hal yang menjadikan intervensi yang digarap oleh Tuhan di dalam diri seseorang.

Selanjutnya kita melihat, istilah "di dalam kebenaran" dalam Ef 4:24 tidak memakai kata truth (kebenaran hakiki) tetapi menggunakan righteousness (kebenaran keadilan) yang artinya satu sikap kebenaran yang harus diuji baik melalui kesaksian, pengadilan dan berbagai sarana pengujian hingga akhirnya terbukti kebenarannya (terikat dengan kebenaran asasinya/ truth). Kata righteousness dibelakangnya tidak membutuhkan "yang sejati" karena righteousness ansih di dalam dirinya menuntut kesejatian. Sehingga saudara perlu memeriksa dengan cermat apabila di dalam Alkitab menemukan kata kebenaran karena antara "truth" yang tidak perlu diuji dengan "righteousness" yang harus diuji, itu merupakan dua hal yang berbeda jauh dan tidak dapat dicampuradukkan.

Ditengah sejarah kita melihat upaya-upaya untuk mengeser dan mempermainkan kebenaran yang begitu banyak. Kalau saudara melihat hal seperti itu, ternyata iman kebenaran Kristen itu sangat rentan dan rapuh dengan pencemaran yang sedang terjadi. Sehingga bagaimana sifat righteousness ini dibuktikan dan dijalankan? Itu alasan di dalam Reformed Theologi dan bahkan Pdt. Stephen Tong menekankan setiap hamba Tuhan harus bertanggungjawab dan rela diuji atas setiap pemberitaan kepada jemaat. Kita melihat pencemaran theologis dan kebenaran, pengujian di dalam iman kita sangat rentan dicemari oleh berbagai aspek akibatnya kebenaran kita kalau mau dibuktikan seringkali harus mengalami pengasahan yang luar biasa. Di dalam sejarah berulangkali kebenaran dikontaminasi dengan kepentingan politik, ekonomi, dsb. Bagaimana kebenaran iman Kristen kita dapat murni kalau dicemari dan digerogoti terus oleh segala macam kepentingan yang masuk dan mencemarinya? Bagaimana kita hidup di dalam kebenaran yang teruji? Saya rindu Tuhan membentuk dan menyadarkan, bagaimana saudara dan saya hidup didalam kebenaran yang rela diuji, dipertanyakan dan melalui pembuktian waktu, membuktikan diri apa yang kita katakan dan kerjakan itu adalah hal yang benar. Ini adalah aspek pertama yaitu kebenaran atau righteousness. Satu proses kebenaran yang terus diuji sampai akhirnya membuktikan diri menuju pada truth (kebenaran sejati yang tidak perlu diuji).

Unsur kedua adalah Kekudusan. Dalam ayat ini kata kudus yang dimaksud bukan hagios (kekudusan dalam arti kesalehan) karena jika demikian kita hanya melihat sebagai satu gejala luar bagaimana saya hidup menampilkan diri kelihatan saleh, suci secara tampilan. Kesucian dari luar yang tidak disertai dengan kesucian di dalam dan sikap ini sangat tidak disukai oleh Tuhan Yesus. Kekudusan yang dimaksud di dalam ayat ini adalah kekudusan yang terjadi akibat proses di dalam yang sudah memurnikan diri (to purify). Sehingga gambaran pengudusan ini adalah seperti satu bongkah batu emas yang masih penuh dengan kotoran, yang harus dibakar berulang-ulang kemudian disingkirkan kotorannya. Itulah upaya pemurnian. Untuk mendapatkan emas yang mendekati 90% akan sulit dan rumit sekali pemurniannya sehingga hingga di tingkat tertentu tidak mampu untuk menaikkan lebih tinggi lagi dan harus orang yang ahli yang sanggup memurnikannya. Inilah kekudusan yang diinginkan Tuhan untuk dikerjakan! Artinya pada saat seperti itu Tuhan menuntut satu pengujian dan pemurnian hidup yang semakin hari semakin tidak memperkenankan hidup kita dikotori oleh apapun. Menuntut diri supaya hidup benar di hadapan Tuhan serta menyenangkan hati Tuhan dengan tidak membiarkan diri dirusak dan dicemarkan. Inilah sifat dari Roh Kudus yang menggarap kita! Sehingga kalau saudara dan saya tidak mampu mencapai 100% murni sempurna, itu bukanlah alasan kita tidak berproses dalam kekudusan. Proses harus tetap dikerjakan dan harus digarap satu-persatu dalam hidup kita serta tidak memperkenankan satu inci hidup kita dicemari oleh apapun. Dan upaya ini harus digarap terus-menerus di dalam hidup kita.

Saat saya sudah mulai dapat berproses, kita tidak boleh lengah sedikitpun karena saat itu kita dapat jatuh lagi. Itulah yang Paulus tuntut nantinya di dalam ayat bawahnya yaitu hendaklah engkau terus mengarap hidupmu sehingga engkau tidak rela mendukakan roh Kudus, mencemarkan nama Tuhan dan ketidakrelaan itu menjadi motivasi kita karena engkau sudah menjadi manusia baru di dalam Kristus. Berapa jauh kita memproses hidup kita di dalam kebenaran dan kekudusan sejati? Tidak ada gunanya kita memproses demi sekedar orang lain melihat kita baik karena yang menilai kita bukanlah orang melainkan Tuhan sendiri. Ia mau inti hidup kita bagus sehingga membuat tampilan kita bagus. Artinya sesuatu yang digarap di dalam secara baik dan teraplikasi secara baik serta adanya perubahan kehidupan dimana inti hidupnya yang diubah oleh Tuhan. Biarlah itu berproses terus-menerus, sebagai bukti kita adalah manusia baru di dalam Tuhan. Sebagai bukti bahwa bibit kebenaran dan kekudusan itu ada dalam diri kita yang menjadikan kita mungkin berproses di dalam kebenaran dan kekudusan sesungguhnya. Di tengah dunia seperti ini, satu-satunya pengharapan kita adalah kembali dan takut kepada Tuhan, itu merupakan modal kekuatan untuk menghadapi dunia. Jikalau tidak maka dengan kekuatan apa kita dapat bertahan? Saya mengharapkan ini menjadi dasar daripada proses hidup kita sehingga saudara dan saya boleh menjadi lilin yang bersinar terang yang menerangi sekeliling kita yang gelap dan dengan demikian kita boleh menjadi saksi Tuhan. Mau saudara? Amin.?

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)