Ringkasan Khotbah : 24 Oktober 1999
New Man, New Relationship
Nats : Efesus 4:25 & Yoh 8:43-45
Pengkhotbah : Rev. Sutjipto Subeno

 

Beberapa minggu lalu kita telah membicarakan tentang prinsip perubahan manusia lama menjadi manusia baru yaitu perubahan roh pikiran yang dicipta menurut kehendak Allah dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya. Selanjutnya sekarang kita masuk dalam ayat 25 yang merupakan aplikasi dari seluruh apa yang ditekankan oleh Paulus dalam ayat 20-24. "Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota." Kata "karena itu" dalam awal ayat 25 serta kata "jangan" yang selanjutnya akan banyak muncul dalam ayat 26-32, menunjukkan bahwa apa yang ada dibelakangnya merupakan konsekuensi logis yang harus muncul sebagai akibat dari ayat 20-24. Ketika kehendak Allah bekerja dan roh pikiran kita diubah maka Roh Kudus memberikan satu potensi yang memungkinkan kita menampilkan format sesuai dengan perubahan tersebut.

Gejala pertama yang harus muncul dari perubahan tersebut di Alkitab dikatakan, "membuang dusta." Hal ini ditekankan karena adanya tuntutan, "berkatalah benar seorang kepada yang lain" yang mana merupakan satu tuntutan interpersonal, relasi pribadi dengan pribadi. Jikalau demikian, ini menyangkut satu perluasan daripada hakekat inti seorang yang dipulihkan (secara theologi dikatakan diperdamaikan). Dalam Rm 3:25 dikatakan, ketika seseorang boleh dikembalikan maka terjadi pendamaian antara dia dengan Allah dan pendamaian itu hanya dapat dikerjakan melalui Kristus. Sehingga ini menyangkut satu hal yang sangat penting yaitu relasi atau hubungan. Manusia pada hakekatnya dicipta sebagai makhluk relatif, itu berbeda dengan Allah yang tidak bergantung pada apapun dan penuh di dalam dirinya sendiri (dalam istilah theologi disebut self sufficience). Karena seluruh bijaksana, hikmat dan prinsip-prinsip kebenaran berasal dari diri Allah sendiri. Ini merupakan prinsip yang penting!

Makhluk relatif mempunyai dua pengertian dasar, yaitu: 1). Tidak mutlak atau tidak dapat berdiri sendiri. Manusia harus bergantung pada banyak hal yang lain diluar dirinya sehingga banyak aspek yang tidak dapat diselesaikan sendiri. Di tengah dunia modern, salah satu cita-cita evolusi adalah berharap manusia menjadi makhluk yang independen, mampu mengetahui semua dan berharap menjadi seperti Tuhan. Sehingga orang-orang semacam ini selalu merasa tidak butuh siapapun. Tetapi itu semua hanya menunjukkan kesombongan diri yang membuat kita tidak sadar bahwa banyak hal diluar kemampuan kita. Semua diktator-diktator dunia harus jatuh, para ekonom dan masih banyak yang lain, semakin merasa mampu menguasai dan mengatur akan semakin hancur. Selanjutnya kita harus sadar, siapa yang menjadi gantungan mutlak kita dan bagaimana kita harus berelasi di dalam gantungan tersebut? Kalau kita bergantung kepada sesuatu maka mau tidak mau akan berelasi dengan sesuatu itu.

2). Mempunyai relative (kerabat atau keluarga). Setiap manusia hidup memiliki keluarga yang mungkin keluarga terdekat kita sebut sebagai orang tua. Itu menunjukkan satu struktur relative dimana manusia merupakan makhluk yang membutuhkan relasi dengan sesama (bersosialisasi). Alkitab mencatat kata tidak baik pertama kali ketika Ia mencipta Adam seorang diri. Sehingga Ia menyediakan penolong yang sepadan dengan diri Adam, dan saat itulah Tuhan katakan baik. Jadi waktu itu, satu gambaran manusia berelasi dengan sesamanya dikatakan baik. Maka disini menunjukkan satu fakta bahwa manusia tidak dicipta seorang diri namun untuk dapat berelasi dengan orang lain sehingga ia harus mempertimbangkan manusia lain dalam lingkungannya.

Manusia sesungguhnya mempunyai empat relasi penting, yaitu: 1). Relasi dengan Allah. Relasi dengan Allah adalah relasi yang tidak dapat ditiadakan karena Tuhanlah yang memungkinkan keberadaan dan natur kita. Ini menjadi dasar semua relasi yang lain. 2). Sesama. Bagaimana relasi kita dengan sesama, itu menjadi perluasan relasi kita dengan Allah. Karena Tuhan menciptakan sesama bagi kita dan kita bagi mereka. 3). Relasi kita dengan alam. Kita dicipta bukan tanpa lingkungan tetapi di dalam dunia yang telah dipersiapkan Allah sebelumnya. Sehingga kita harus berelasi dengan binatang dan tumbuh-tumbuhan secara tepat. 4). Relasi dengan diri kita sendiri. Bagaimana kita dapat mengerti dan berdamai dengan diri sehingga tidak salah memperlakukan diri yang mengakibatkan kekacauan serta problema dalam kehidupan kita. Urutan empat relasi ini tidak boleh dibalik dimana harus dimulai dari Allah dan berakhir dengan diri sendiri. Dalam psikologi manusia berusaha menyelesaikan bagaimana berdamai dengan dirinya sendiri tetapi tidak pernah memikirkan bagaimana berdamai dengan Allah dan sesama. Hal ini tidak dapat selesai kecuali relasi kita dengan Allah telah dibereskan. Alkitab menuntut satu pemulihan relasi secara tepat!. Dusta (dosa) menyebabkan seluruh struktur relasi tidak dapat berjalan dengan tepat dan beres dan itu alasan Paulus menekankan pertama kali bahwa kalau kita sungguh-sungguh mau diubah roh pikiran kita menjadi manusia baru maka gejala pertama yang harus muncul dalam diri kita adalah membuang dusta.

Seperti minggu lalu telah saya uraikan, kata "membuang dusta" juga menggunakan bentuk ouris yang mempunyai arti bahwa hal itu dikerjakan satu kali dan menjadi tekad seumur hidup. Namun, mengapa dusta dianggap sebagai satu masalah yang sangat serius sementara dalam dunia tidak? Karena dusta merupakan inti sifat dosa (esensi daripada iblis). Dusta mempunyai dua unsur penting yaitu pertama, ia langsung melawan apa yang menjadi sifat inti manusia baru. Sebagai manusia baru, kita harus mulai hidup dalam kebenaran dan kekudusan yang sejati. Karena itu yang Tuhan kerjakan di dalam diri kita. Maka sifat kebenaran dan kekudusan sejati merupakan lawan yang diametrikal atau langsung berseberangan dengan sifat dusta (yang artinya berkata tidak benar. Kedua, tidak adanya kemurnian dalam pembicaraan karena terdapat unsur luar yang jahat yang sedang diselipkan didalamnya. Maka dusta pada hakekatnya langsung melawan kebenaran dan kekudusan yang sejati. Sehingga kalau kita berdusta, itu menunjukkan kebenaran dan kekudusan sejati sedang tidak kita kerjakan dan itu tidak sesuai dengan sifat kita.

Seperti apa yang dikatakan Yesus kepada orang Yahudi dalam Yoh 8:43-45, "…, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta." Yesus sedang membuka satu realita sejati bahwa iblis adalah bapa pendusta dan ia adalah inti semua dusta. Kalimat tersebut begitu tajam sehingga akhirnya terjadi perdebatan yang keras diantara mereka. Yesus berkata bahwa mereka harus dimerdekakan dahulu. Itu sebabnya pertama Tuhan menuntut kita membuang dusta, karena itu merupakan ciri bapa lama yang pendusta. Ini hal yang pertama dalam relasi kita yang perlu dibereskan. Ketika kebenaran dan kekudusan hilang, maka manusia tidak dapat terbuka lagi di hadapan Tuhan dan kehilangan sifat kebenaran yang sesungguhnya. Maka Alkitab mengatakan bahwa baju merupakan fakta dari keberadaan dosa.

Sama halnya dengan Adam dan Hawa ketika jatuh dalam dosa maka mereka tidak lagi berani bertemu dengan Allah. Hari ini banyak orang yang mencoba mendobrak prinsip ini. Seperti golongan Nudisme yang tidak memakai baju karena berpikir ingin menjadi seperti Adam kembali. Mereka tidak mempertanyakan perubahan apa yang mengharuskan Adam dan hawa memakai baju? Bahwa mereka harus memakai baju karena sudah kehilangan kebenaran dan kekudusan sejati, akibatnya mereka rusak dan jatuh ke dalam distorsi pendustaan yang akhirnya membuat mereka mau tidak mau tertutup di dalam kebudayaan. Disinilah inti daripada kebenaran yang dituntut oleh Tuhan! Ketika kita boleh diperdamaikan kembali maka transparansi antara Allah dengan kita dipulihkan kembali. Sehingga kita boleh berdoa seperti Mzm 139, "Ya Bapa, selidikilah hatiku, ujilah aku apakah jalanku benar atau serong." Lagu yang dikarang oleh salah satu dari dua tokoh Reformed, James Hobbs, seorang yang sangat cinta Tuhan. Ini hanya mungkin jika ia telah diperdamaikan kembali dengan Tuhan. Keberanian kita meminta Tuhan mengkoreksi hidup kita, karena kita terbuka di hadapan Allah yang tahu benar siapa kita sesungguhnya. Begitu banyak manusia di dunia yang berani berdusta di hadapan Tuhan dan mereka anggap Tuhan tidak mengetahui apa yang sedang ia kerjakan. Hal itu akhirnya menjadikan kita orang yang sangat berdosa dihadapan Tuhan. Ini hal yang pertama yang Alkitab tekankan. Mari kita mulai berelasi dengan tepat, jujur dan tulus.

Dalam Ef 4:25 Paulus menggunakan penghubung "dan" yang secara teori harusnya sama namun pada kenyataannya memang tidak boleh sama. Dua kalimat tersebut harus bersifat paradoks satu dengan yang lain, dimana yang pertama "buanglah dusta" menjadi satu tekad yang tuntas dalam hati kita yang dikembalikan pada diri (ouris middle). Sedangkan yang kedua, "berkatalah benar" menggunakan struktur present imperatif (Yunani) sama dengan present continuous (Inggris) yang artinya satu perintah tegas untuk berkata benar setiap hari. Kedua kalimat ini menunjukkan satu relasi penting. Dalam dunia yang semakin berkembang, kesulitan berkata benar semakin tinggi dan banyak hal yang bergeser dari kebenaran yang sejati. Terlebih kita yang hidup dalam dunia timur yang tidak terlalu menekankan kejujuran namun justru sopan santun dan ketaatan pada atasan sekalipun salah atau berdusta. Sehingga kita harus mewaspadai supaya gereja tidak dicemari oleh budaya seperti itu. Saya harap Kekristenan berdiri tegak dan sanggup menyatakan kebenaran serta menjadi saksi ditengah kesulitan sehingga dunia akan melihat perbedaannya. Berapa banyak kita mempunyai jiwa yang bertekad berkata benar dan menjadi saksi Tuhan berada dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya? Ini menjadi satu dasar bagaimana interpersonal relationship mulai dikerjakan. Karena itu saya harap kita mulai memikirkan secara serius, berjalan dengan tepat dalam prinsip ini. Sehingga dunia masih dapat melihat kejujuran dan ketulusan dalam anak-anak Tuhan. Biarlah ini menjadi kemuliaan Tuhan. Amin.?

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)