Tiga minggu yang lalu kita telah membahas tentang bagaimana relasi antar manusia diperdamaikan kembali dimana implikasi yang pertama adalah: "Buanglah dusta," karena dengan berdusta akhirnya membuat kita kehilangan kepercayaan, relasi antar manusia menjadi putus dan semua orang menjadi curiga pada kita. Dan saat ini kita akan masuk dalam aspek kedua yang terdapat dalam ayat 26-27, khususnya ayat 26. "Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa; janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada iblis." (Dalam bahasa Yunani diterjemahkan: "Marahlah, tapi jangan berdosa dan jangan sampai matahari yang panas itu membakar kamu sehingga akhirnya kamu berdosa dan jangan memberi lubang kepada iblis.") Sedangkan dalam NIV ditulis: "In your anger, do not sin." Kalau kita perhatikan, kalimat tersebut dalam bahasa Yunani mengandung arti yang lebih keras jika dibandingkan di NIV maupun LAI yang kita punya.
Marah sesungguhnya merupakan sesuatu yang wajar, suatu ekspresi dan kemungkinan potensi dari kita punya perasaan atau emosi. Emosi dapat membuat kita sedih, kuatir atau mencintai dan bahkan marah. Namun banyak orang seringkali terjebak dalam satu konsep salah yang menganggap bahwa orang Kristen tidak boleh marah. Mengapa mereka dapat terjebak dalam konsep seperti itu, disini ada beberapa alasan, yaitu: 1). Karena marah dapat berekses terjadinya perpecahan atau kerusakan relasi yang akibatnya tidak dapat terpulihkan selama-lamanya. 2). Karena keegoisan kita. Ketika kita bersalah, kita tidak ingin ditegur atau mendapat marah. 3). Salah mengerti ide tentang kasih. Kemarahan membongkar, menyatakan dan menuntut penghakiman atas semua kesalahan sehingga pada saat itu jelas mereka yang bersalah tidak suka diperlakukan seperti itu dan akibatnya kita bertamengkan istilah cinta kasih. Ini satu hal yang saya sangat kecewa dalam kekeristenan abad 20 dimana mereka berani memakai istilah tetapi tidak bertanggungjawab akan istilah tersebut. Ini adalah semangat Post Modern yang merusak semua ide daripada definisi yang tepat dan upaya manusia untuk masuk dalam pengertian kata yang tepat telah hilang.
Beberapa hari yang lalu saya memimpin satu kelompok hamba-hamba Tuhan perdesaan di beberapa daerah untuk dilatih dan diajar tentang bagaimana cara menafsir Alkitab yang tepat. Disana akhirnya mereka mulai menyadari bahwa selama ini telah sembarangan dalam menafsirkan Alkitab dan akibatnya kita sudah terbiasa mengunakan istilah yang tercemar dengan pengertian yang tidak beres. Sehingga waktu kita belajar kata "kasih" langsung yang kita maksudkan adalah bukan kasih yang Alkitab tuntut namun kasih yang kalau mencintai maka kita tidak boleh memarahi. Itulah yang disebut dengan kasih egois!
Dalam Ef 4:26 telah dikatakan, "marahlah," itu berarti bahwa kita seharusnya diperbolehkan untuk marah. Kalau kita teliti, Allah dalam PL juga pernah marah bahkan dikatakan bahwa Allah yang murka adalah Allah yang membakar dan menurunkan murkaNya dengan api yang menghanguskan. Demikian juga dalam PB, Tuhan Yesus pernah dengan tajam sekali menyatakan kemarahanNya dengan mengobrak-abrik bait Allah yang telah dibuat berjualan secara sembarangan. Tuhan yang mengajarkan hukum cinta kasih juga dapat murka terhadap tingkah laku orang Farisi. Sehingga bukan dengan alasan yang demikian orang Kristen tidak boleh marah.
Tetapi itu juga bukan berarti bahwa kita boleh marah secara sembarangan, sebab kalimat dalam Efesus tersebut belum selesai, melainkan dilanjutkan dengan: "…, janganlah kamu berbuat dosa." Sehingga disini kita harus mengerti, dimana saat kita harus marah atau tidak. Disinilah paradoksnya, "Be anger, but do not sin," Bagaimana kita marah tapi tidak berdosa? Yang pertama, ketika kita marah terhadap dosa (anger to sin). Ketika kita marah terhadap kebenaran atau saat merasa dirugikan maka kita berdosa tetapi ketika kita marah terhadap dosa, maka itulah kemarahan yang benar. Alkitab memperigatkan dengan keras bahwa orang yang melihat dosa namun membiarkannya berkembang, maka orang tersebut adalah orang yang pro dengan dosa dan artinya ia menjadi orang yang lalim, dimana ia tahu kebenaran tetapi sengaja mengabaikan kebenaran. Marah yang sejati adalah marah terhadap dosa. Paulus adalah orang yang tidak pernah marah ketika dirinya dirugikan atau diperlakukan tidak benar, sekalipun ia difitnah, dilecehkan dan dihina tetapi ketika Injil dipalsukan, dalam Gal 1 dikatakan bahkan ia sampai berkata terkutuk kepada siapa yang berani memalsukan Injil, tidak perduli sekalipun malaikat dari surga. Saya rasa kita perlu jelas bagaimana kita marah. Seringkali orang Kristen marah kalau dirugikan, tetapi kita tidak marah kalau kebenaran dipermainkan. Ini satu sikap yang salah di dalam kemarahan kita. Mari kita mengkoreksi, kita marah karena egoisme kita atau karena dosa, dan ini sebenarnya menjadi satu hal yang perlu kita gumulkan.
2). Marah yang sejati adalah marah karena cinta kasih (anger of Love), marah yang keluar dari kasih yang sejati. Allah itu sendiri adalah kasih (cinta) sehingga otomatis ekstensi cintanya keluar tetapi Ia yang adalah cinta dapat murka, yaitu murka yang keluar dari kasih. Bagaimana ketika kita marah, marah itu bukan menjadi pelampiasan emosi tetapi marah yang keluar dari emosi yang dimurnikan. Marah karena kita ingin mengajak orang untuk mengerti kembali kebenaran. Waktu emosi kita tidak terkendali maka kita harus marah pada diri sendiri karena saat itu kita sedang berbuat dosa. Tetapi yang terbaik adalah waktu kita marah karena letupan cinta yang menginginkan terbaik terjadi dalam diri seseorang. Cara marah seperti ini yang terbaik dapat kita lihat di dalam keluarga. Seorang yang mengasihi anaknya adalah seorang yang bukan tidak pernah marah kepada anaknya. Tetapi seringkali kita mendidik berdasarkan perasaan kita sehingga akhirnya anak tidak pernah mengerti cinta kasih yang sesungguhnya. Hal ini bukan hanya dalam keluarga, tetapi di dalam gerejapun seharusnya konsep ini harus ditegakkan. Gereja memiliki disiplin gereja, tetapi berapa banyak dari yang mereka yang menegakkan hal itu? Saya rasa kita perlu sadar bagaimana marah yang tepat.
3). Marah karena ingin menegakkan kebenarankeadilan Tuhan (anger for righteousness). Tuhan marah kalau keadilan diperlakukan secara tidak beres. Maka salah satu hak yang diberikan ialah adanya pengadilan dimana Tuhan menegakkan keadilan dan penjara karena demi menghukum semua tindak kejahatan. Kemarahan terhadap ketidakadilan dan pelecehan terhadap kebenaran kalau tidak muncul maka negara dan dunia akan kacau luar biasa. Murka atau kemarahan harus dijalankan dengan tepat sehingga kebenaran dapat ditegakkan dan keadilan dapat dinyatakan. Anger for righteousness adalah satu hal yang harus ditegakkan oleh orang Kristen.
Yang terakhir adalah kalimat ketiga yaitu "Janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu." Ayat ini mempunyai dua pengertian ganda yang kalau digabung dapat saling melengkapi. Pengertian yang pertama adalah jika kita marah di dalam length of time (kepanjangan waktu). Sebelum matahari terbenam mempunyai ide bahwa hari itu habis. Hari di dalam konsep orang Yahudi dengan kita berbeda karena mereka menghitung satu hari dimulai jam 6 sore dan berakhir jam 6 sore keesokan harinya, sedangkan kita mulai jam 12 malam hingga jam 12 malam kembali. Sehingga kita harus berhati-hati dalam menghitung karena apabila salah, itu dapat membuat seluruh konsep menjadi salah. Alkitab memberikan cara menghitung yang bagus sekali dimana hari dimulai gelap sampai kepada terang, sehingga dalam kejadian dikatakan, "Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama." Hal yang dimaksudkan disini, sebelum hari itu habis, padamkan amarahmu, jangan biarkan amarahmu membara terus. Ini merupakan prinsip bagaimana kita tidak boleh mengekstensi kemarahan secara tidak benar karena itu akan membuat kita jatuh dalam dosa.
Yang kedua dapat mengandung arti yaitu jangan biarkan seperti panas matahari yang membakar engkau sehingga akhirnya engkau mendidih dan meledak dan secara kualitatif menjadi satu kepanasan yang membara dalam hatimu. Jadi hati-hati kalau ketika saudara marah dan saat itu merasa bahwa kemarahan itu mulai didorong dan mulai merebak seperti satu dendam maka itu bukan lagi kemarahan yang benar. Marah yang dikeluarkan karena dendam atau panas hati adalah dosa dan kita harus cepat bertobat, meneduhkan hati karena saat itu kita sudah dikuasai oleh panas yang tidak terkontrol lagi. Alkitab berulangkali mengatakan bahwa orang yang tidak dapat mengendalikan kemarahannya akan dapat berbuat kejahatan yang lebih besar. Hal ini bahaya sekali sehingga kita perlu mengerti ayat tersebut dari dua sudut, yaitu dari panjangnya waktu, jangan biarkan marah yang berlarut-larut sampai lewat waktunya dan yang kedua adalah intensitas kepanasan yang akan membuat saudara lupa dan mengamuk tanpa batas yang akhirnya saudara berdosa dengan kemarahan yang tidak benar. Ini menjaga supaya di dalam hidup, kita tahu bagaimana menempatkan marah secara tepat. Karena kalau marah kita berakibat dosa maka hal itu akan mendatangkan kemarahan Tuhan sehingga kita akan menjadi objek murka Allah. Namun terhadap orang yang melakukan tindakan dosa kita berhak marah, sama seperti Tuhan marah terhadap dosa sehingga menjadikan kita peka terhadap dosa. Kiranya Tuhan menolong kita mengerti bagaimana kita hidup dengan tepat. Amin.?
(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)