Ringkasan Khotbah : 28 November 1999
JANGAN MENCURI
Nats : Efesus 4:28
Pengkhotbah : Rev. Sutjipto Subeno

 

Beberapa minggu yang lalu kita sudah membahas jangan berdusta dan jangan marah secara sembarangan dan minggu ini kita akan membicarakan aspek yang ketiga, "jangan mencuri." Kalimat yang dikatakan oleh Paulus tersebut jangan kita mengerti secara sederhana sebagai satu tindakan pencurian seperti mencuri barang orang lain. Selanjutnya, dalam Efesus 5 kita akan melihat bagaimana Paulus juga mulai berbicara pencurian dalam konteks waktu dimana seringkali kita menggunakan waktu secara tidak bertanggung jawab. Kalau demikian apa sebenarnya mencuri? Mencuri berarti terputusnya relasi karena terjadinya ketegangan atau ketidakberesan sebab mencuri adalah keinginan atau tindakan mengambil milik orang lain yang bukan miliknya dengan cara yang tidak halal. Dan mencuri disini bukan sekedar berarti mencuri barang melainkan juga dapat dilakukan dalam berbagai aspek. Ini perlu kita perhatikan!

Dewasa ini, tema demikian sangat relevan di negara kita dan menjadi salah satu issue yang paling sering diangkat akibat adanya ketegangan, terjadinya gap antara kaya dan miskin sehingga menimbulkan demikian banyak kejahatan seperti KKN dan kesulitan. Sehingga akhirnya banyak orang mengalami penderitaan, kemiskinan, dan kesulitan dan ini pulalah salah satu sebab mereka melakukan pencurian. Namun pencurian jangan hanya kita lihat sebagai sekedar produk ekonomi. Untuk memahami ini, mari kita kembali kepada jemaat Efesus. Kota Efesus merupakan kota perdagangan yang sangat maju pada waktu itu, bahkan dapat dikatakan bahwa kota Efesus menjadi kota yang kaya yang terkenal dengan pusat budaya, agama, perdagangan, dan menjadi kota metropolis. Ditengah-tengah kota metropolis seperti ini maka gap sosial antara kaya dan miskin juga ada, jadi gap antara kaya dan miskin bukan produk masa kini sudah ada sejak dahulu. Demikian juga dengan jemaat Efesus, mereka bukanlah jemaat yang miskin karena mempunyai keuangan yang cukup.

Di dalam konteks seperti ini pasti ada pencurian. Pencurian disini bukan hanya dilakukan oleh kalangan bawah atau orang-orang yang miskin melainkan juga banyak dari kalangan atas yaitu orang-orang yang mampu. Jadi, pencurian dilakukan oleh berbagai kalangan dan pencurian bukan hanya materi belaka tetapi juga dapat dilakukan dalam hal-hal lain. Seringkali ketika kita menyelesaikan masalah, bersifat pragmatis dan dualistik. Bagaimana dengan bekerja? Apakah waktu bekerja kita mengerjakan pekerjaan kita dengan tepat dan bertanggungjawab. Kalau tidak, kita juga bisa mencuri yaitu mencuri waktu bekerja. Alkitab mengatakan, bekerja bukan hanya urusan jasmaniah tetapi juga urusan rohani. Jika kita mendualismekan hal ini, kita akan sulit untuk mengerti essensi pencurian yang Alkitab katakan. Paulus mengatakan yang pernah mencuri berhenti mencuri lalu sekarang kerja keras di dalam pekerjaan baik supaya engkau mendapat upahmu dan berbagi dengan orang lain yang membutuhkan. Saudara ketika kita memikirkan hal ini, sekarang kita akan menyoroti gap antara kaya dan miskin. Dunia kita begitu pragmatis. Misalnya, kesulitan ekonomi karena baru saja di PHK, tidak punya pekerjaan sehingga akhirnya mencuri. Ini satu prinsip yang salah! Orang yang demikian seharusnya mengevaluasi, mengapa ia sampai di PHK. Jika memang perusahaan itu karena kondisinya memang harus bangkrut, maka jika etos kerja kita baik, seharusnya kita di PHK yang paling akhir. Boss yang baik tidak mungkin memecat karyawan yang baik, bertanggungjawab dan memiliki etos kerja yang baik. Jadi, kalau ada karyawan yang di PHK kemudian sampai dia mencuri berarti dia membuktikan mentalitas dia yang buruk.

Berbicara mengenai pencurian bukan saja dilakukan oleh kalangan bawah karena mengalami kesulitan ekonomi melainkan juga dilakukan oleh kalangan atas. Jadi baik dari kalangan bawah maupun kalangan atas dapat melakukan pencurian dan ini bukan hanya berbicara masalah materi tetapi juga masalah rohani, aspek mentalitas dari orang tersebut.

Sejak abad 18 muncul seorang tokoh yang bernama Jeremy Bentham, dia memelopori satu pemikiran yang kemudian dikenal sebagai utilitarianisme. Bentham mengeluarkan satu prinsip yang akhirnya diterima menjadi prinsip ekonomi oleh orang-orang abad 20 dan pandangannya akan menjadi perusak besar pada masa kini. Dia memiliki prinsip "The only goodness is pleasure and pain is the only evil." Jadi satu-satunya kebajikan adalah kenikmatan (pleasure) dan penderitaan (pain) adalah satu-satunya kejahatan. Berarti hidup ini adalah ketegangan antara kenikmatan dengan penderitaan. Jadi kalau engkau gagal mendapatkan kenikmatan engkau akan jatuh kedalam penderitaan atau sebaliknya, jadi hanya ada dua kemungkinan. Engkau harus mendapat kenikmatan, itulah yang harus engkau kejar serta merupakan kebajikan satu-satunya dan kalau engkau gagal mendapat kebajikan tersebut maka engkau akan jatuh ke dalam kesusahan yang adalah penderitaan dan penderitaan itu merupakan kejahatan satu-satunya. Jadi jika kita menderita, kita terkena kejahatan dan menjadi korban kejahatan. Jika kita mau lepas dari kejahatan maka kita harus mendapat kenikmatan. Menurut Bentham, etika harus sesuai dengan kenikmatan. Etika tidak berurusan dengan penderitaan atau kesusahan. Pikiran ini akhirnya banyak dikritik oleh banyak tokoh dan dianggap merusak etika. Pandangan hidup hedonisme ini pada mulanya memang tidak berkembang namun pemikiran ini kemudian dikembangkan secara meluas dan diterima luar biasa pada pertengahan abad 19 oleh muridnya yaitu John Stuart Mill yang menulis buku "Utilitarianism". Istilah inilah yang kemudian meluas.

Utilitarianisme di dalam tangan John Stuart Mill dibungkus dengan satu slogan yang luar biasa indah yaitu "The greatest benefit for the greatest among the people." Maksudnya carilah manfaat sebanyak-banyaknya untuk sebanyak-banyaknya orang. Melalui slogan ini dia pikir cocok dengan sifat demokrasi. Utilitarianisme dengan kalimat yang kelihatannya begitu indah diterima secara begitu merebak, begitu disukai termasuk banyak orang kristen dewasa ini tergila-gila dengan pikiran tersebut.

Berikut ini kita akan melihat beberapa bahaya dari utilitarianisme: pertama, utilitarianisme memberi peluang besar terjadinya kekacauan, penipuan argumentasi pemikiran yang sangat mengerikan. Mengapa? karena ditengah-tengah dunia modern ketika orang mengatakan manfaat terbesar bagi semakin banyak manusia, ini merupakan kalimat yang sangat fiktif. Ini baru bisa terjadi orang tersebut tidak berdosa. Padahal utilitarianisme dikembangkan oleh orang berdosa dan dijalankan ditengah dunia berdosa. Jadi dengan kondisi seperti ini slogan tersebut menjadi slogan yang fiktif. Misalnya, orang yang mengatakan kedaulatan ditangan rakyat padahal rakyat hanya naik sepeda dia sendiri naik mercedez. Kedua, utilitarianisme, akhirnya menyebabkan semua minoritas menjadi tertindas. Mengapa? karena jika kita bukan orang yang terbanyak maka kita mati. Apabila matipun itu tidak salah, karena ini demi orang banyak. Jadi minoritas mati tidak apa-apa. Disini prinsip "Survival of the fittest" atau yang kuat yang menang dari utilitarianisme dinyatakan.

Ketiga, dibelakang asas manfaat dari utilitarianisme ini adanya satu format ekonomi yang sangat mengerikan sekali yaitu mereka mengatakan mari kita mencari manfaat yang sebesar-besarnya dengan asumsi untuk mendapat manfaat yang sebesar-besarnya. Kalau tidak kita akan rugi. Jadi prinsipnya kalau saya tidak untung ya saya rugi. Oleh karena itu saya harus mengejar keuntungan dengan cara apapun, pokoknya untung. Prinsipnya hanya dua, kenikmatan atau penderitaan. Jadi orang utilitarianisme memikirkan ekonomi dan bukan memikirkan sebagaimana yang Tuhan kehendaki di dalam Kej 2:15 yakni mengusahakan taman demi kesejahteraan bersama. Prinsip utiliatarianisme bukan demi kesejahteraan bersama melainkan bagaimana saya mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. Ini sangat egois!

Cara-cara seperti ini mengakibatkan kita masuk ke dalam pencurian. Mengapa? karena setiap kita hanya mengejar keuntungan yang tidak halal. Hanya dengan mempermainkan resiko. Bukan karena kerja keras lalu mendapatkan upah yang berhak kita terima dan kita kerjakan itu sesuai denga pekerjaan baik yang Tuhan kehendaki. Bagaimana dengan hidup Saudara saat ini? Apakah kita memiliki etos kerja yang baik, tidak malas, bekerja keras dengan talenta yang Tuhan berikan untuk mengerjakan pekerjaan baik yang Tuhan berikan? Dengan demikian nama Tuhan dimuliakan melalui hidup kita. Amin.?

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)