Ringkasan
Khotbah : 16 Januari 2000
PELAYANAN:
KEHARUSAN ATAU ALTERNATIF?
Pengkhotbah
:
Rev. Yung Tik
Yuk
Bagian
firman yang akan kita selidiki hari ini adalah tentang percakapan Tuhan Yesus dengan
perempuan Samaria yang dilatarbelakangi oleh peristiwa yang dicatat dalam
ayat 1-2. Dikatakan disitu bahwa orang-orang Farisi telah mendengar bahwa
Yesus membaptis dan mendapatkan murid lebih banyak daripada Yohanes Pembaptis
sekalipun bukan Ia sendiri yang membaptiskannya. Dengan kata lain,
sebenarnya waktu itu Yesus sendiri sedang “merasakan” adanya satu
ancaman karena sekarang mereka tahu bahwa Tuhan Yesus lebih populer
dan ini merupakan sesuatu yang sangat bahaya, karena jauh lebih
radikal dalam hal pengajarannya bahkan lebih “gila-gilaan.” Misalnya
kalau Yohanes mengadakan KKR, paling tidak ia masih menunjukkan ciri seorang
yang spiritual (berpuasa) sekalipun ia dengan keras juga menegur ahli Taurat dan
orang Farisi, tetapi Yesus yang bukan dari keluarga imam seperti Yohanes Pembaptis,
“hidupNya tidak lebih baik” karena seperti pendeta yang mau
diundang makan sekalipun oleh orang berdosa (dalam bahasa modern). Maka
dengan pengertian ini, kebencian mereka terhadap Yesus memuncak dan dalam
keadaan itu maka dikatakan Tuhan Yesus menyingkir dari Yudea ke Galilea.
Namun
dalam ayat 4 dikatakan bahwa Ia “harus” melintasi daerah Samaria. Disini
kata “harus” tidak bersifat praktikal, tetapi sangat bersifat teologis
karena ini menyangkut rencana Bapa yang harus dikerjakan oleh Kristus
di dalam kondisi yang seperti apapun. Alasannya adalah: 1). Orang Yahudi
mempunyai tradisi tidak akan pernah mau melintasi daerah Samaria. Sebab diatara
keduanya sudah terjadi akar permusuhan yang turun-temurun dan sejarahnya cukup
panjang, + 700 th lamanya. Pada mulanya, kerajaan Israel dihancurkan
kerajaan Asyur dan mereka mulai menyebarkan orang Israel ke berbagai
negeri sehingga penduduk Samaria hanya tinggal beberapa persen.
Akibatnya mereka yang tinggal, membaur dengan bangsa lain dan
muncullah bangsa Samaria. Setelah kerajaan Yahudi dihancurkan oleh
Nebukadnesar (Ker. Babel) dan mengalami pembuangan, maka 70 tahun kemudian
bangsa Israel yang mengalami pembuangan diijinkan kembali ke negerinya,
(peristiwanya +
sudah 500 tahun SM). Mereka yang diijinkan kembali ke Yerusalem, mencoba
membangun kembali tembok Yerusalem dan bait Allah, namun yang menjadi penghalang
bagi mereka adalah bangsa Samaria. Oleh sebab itu bangsa Yahudi sangat benci
pada orang Samaria, demikian bencinya sehingga dalam doanya mereka mengatakan,
“Ya Tuhan, pada waktu kami berhak menerima kemuliaan dari padaMu, janganlah
Engkau mengingat Samaria.” Dan demi supaya mereka tidak melewati daerah
Samaria, mereka rela menempuh perjalanan 4 hari lebih lama.
2).
Saat itu dikatakan kira-kira pukul dua belas siang, Yesus dalam keadaan sangat
letih oleh perjalanan, karena itu Ia “ndeprok”
di pinggir sumur itu (duduk karena sudah tidak dapat menahan kondisi
yang sangat letih sehingga tidak lagi memperhitungkan tempat itu layak
atau tidak untuk beristirahat). Selain itu keletihanNya ditambah kondisi
emosi yang mungkin tegang karena tahu bahwa orang Farisi semakin membenciNya.
Sekalipun Allah 100%, tetapi Alkitab secara jelas menegaskan bahwa Ia dapat
mengalami keletihan, ketakutan, dan pada “saat tertentu kurang dapat mengontrol
emosiNya (ketika mengobrak-abrik bait Allah), dan itu sangat
manusiawi.” Tetapi justru dalam keadaan inilah kemudian datang seorang
perempuan Samaria dan Ia berbincang-bincang dengannya. Disinilah Yesus
melakukan terobosan: pertama,
Ia melakukan tindakan yang kontroversial dengan melintasi Samaria.
Kedua, Ia
berbicara dengan perempuan Samaria. Orang Yahudi laki-laki yang
terhormat tidak sepatutnya berbicara dengan wanita terutama yang tidak
dikenal. Apalagi Yesus adalah Rabi yang menurut hukum, haram
berbicara dengan wanita didepan umum. Ketiga,
orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria sedangkan Yesus berbicara
dengan mereka (wanita pelacur). Yesus tahu bahwa pada waktu Ia melintasi
Samaria, Allah BapaNya akan mempertemukan dengan objek
pelayanan yang seperti itu. Dengan mengabaikan semua keletihan,
resiko dan alasan apapun yang dapat dikatakanNya pada saat itu untuk tidak
melayani, Ia justru bertindak sebaliknya. Disinilah, jikalau seseorang
menyadari bahwa keharusan daripada Allah itu sedang terjadi dan
dinyatakan dalam hidupnya maka orang itu akan mengabaikan segala
sesuatu yang menjadi kendala secara pribadi. Sehingga dalam hal ini sebenarnya
ada beberapa hal yang aplikatif yang dapat kita pikirkan.
Pada
waktu kita menyadari bahwa melayani adalah satu keharusan yang bersifat teologis
maka kita tidak perlu lagi berpikir tentang apakah situasinya aman atau tidak.
Melayani dalam situasi tidak aman bukan berarti membabi buta, tetapi dalam keadaan
tidak aman bagaimana kita dengan bijak tetapi melayani, ini pointnya! Seperti
dalam Mat 10:16, kalau kita mencoba menghayati seekor domba di
tengah-tengah serigala yang mengerikan, itulah kondisi kita sebenarnya.
Itu sebabnya Tuhan Yesus dalam kalimat itu melanjutkan, “Sebab itu
hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati,”
dimana artinya sama abstraknya dengan kalimat diatasnya. Yang lebih konkrit
bagi orang percaya adalah licik seperti ular dan jinak-jinak merpati, dalam
arti waktu aman melayani berkobar-kobar tetapi waktu bahaya tidak ada
yang mau melayani. Mari kita belajar dari Yesus yang tahu bahwa pelayanan
itu adalah soal keharusan dalam kondisi seperti apapun.
3).
Hal ketiga pada waktu kita berbicara bahwa pelayanan adalah soal keharusan,
itu sesungguhnya sedang berbicara tentang bagaimana kita secara sungguh-sungguh
melakukan pelayanan itu. Seorang yang melayani bukan berarti harus
memberikan seluruh waktunya untuk melayani Tuhan. Dalam arti,
sekalipun misalnya “hanya sebagai guru sekolah minggu” kita melayani
dengan kesungguhan. Saya memberi contoh dan mengatakan “hanya” guru
sekolah minggu karena gereja seringkali punya konsep yang keliru tentang
sekolah minggu. Seringkali Persekutuan Remaja dianggap sebagai anak
tiri dan Sekolah Minggu dianggap cucu tiri sehingga tempat beribadah
sekaligus merupakan gudang mereka padahal mereka lebih membutuhkan keadaan
kelas yang mendukung konsentrasi mereka yang mungkin hanya beberapa
menit. Tetapi jikalau seorang yang menyadari bahwa itu merupakan pelayanan
yang karena keharusan maka ia akan menjadi guru sekolah minggu dimana ingin
selalu memberikan yang terbaik bagi murid-muridnya. Karena secara
hakekat, ia menyampaikan sebuah khotbah kepada anak-anak dengan wadah sebuah
cerita. Tuhan Yesus melakukan hal yang seperti ini. Itu sebabnya dalam keadaaan
yang begitu letih Yesus justru mengabaikan semuanya dan melayani perempuan
yang hanya seorang sampah masyarakat (bdk. dengan Luk 5). Terkadang
dalam melayani, kita lebih mudah langsung mengeluarkan uang daripada
memberikan waktu kita untuk melayani.
4).
Seseorang yang menyadari bahwa pelayanan adalah keharusan dari Tuhan maka ia
tidak lagi melihat objek yang dilayani adalah yang seperti apa. Memang
kita dengan latar belakang, kebiasaan dan kepekaan masing-masing,
lebih mudah terbeban pada bidang pelayanan tertentu tetapi ada saat-saat
tertentu dimana Tuhan memberikan pada kita satu bentuk pelayanan
yang mungkin sama sekali berbeda dengan beban dan tugas pelayanan kita.
Dalam Injil Matius Tuhan Yesus pernah berkata, “Anak manusia diutus
dikalangan domba-domba yang terhilang dari orang Yahudi.” Dengan kata
lain prioritas pelayanan Tuhan jelas di kalangan orang Yahudi saja
sehingga pernah mungkin “dengan begitu ketus” Tuhan Yesus berkata
kepada seorang perempuan Siro-Fenisia bahwa tidak baik dan tidak
boleh memberikan makanan yang seharusnya diberikan pada
seorang anak kepada anjingnya. Tetapi sekalipun demikian ketika keharusan
daripada Allah Bapa harus membawa Ia melayani hanya kepada seorang
perempuan Samaria yang bahkan seorang pelacur, maka Kristus mengabaikan
keletihan, resiko dan beban utamanya untuk melayani. Melayani bukan
soal, apa yang kita suka dan menjadi beban bagi kita tetapi melayani
adalah soal apakah yang Tuhan minta untuk kita kerjakan. Yunus pernah
tidak memahami hal ini dimana sebagai seorang nabi ia terus melayani
dan menyampaikan nubuat ditengah bangsanya dan digenapi. Namun ketika
Tuhan secara jelas mengatakan bahwa ia harus pergi ke Niniwe,
ia menolak bahkan ketika seluruh orang di kota Niniwe bertobat, ia tidak
bersukacita tetapi justru jengkel karena ia lebih senang kota itu
hancur sebab mereka adalah musuh Israel. Saudara, mungkin dalam saat seperti
ini kita harus mencoba berpikir keluar dari tembok yang selama ini menjadi
dunia kita dan memberikan kenyamanan kepada kita.
Sewaktu
di SMA saya mempunyai beban pelayanan kepada orang yang saya rasa sedang
hidup dalam kekurangan namun baru pada dua tahun terakhir ini saya mempunyai
kesempatan melayani mereka. Dengan beberapa rekan saya melayani salah satunya
tukang parkir di Stasiun Gambir. Disaat-saat itu kami hanya menjadi teman mengobrol
dan kadang membawa roti bagi mereka, walaupun di tempat tersebut sangat bau
dan tidak nyaman untuk mengobrol. Akhirnya beberapa bulan kemudian, kami
mulai mencoba mengajarkan Firman dan menawarkan ke sekolah minggu. Namun
timbul problem baru dimana kami harus memandikan mereka satu-persatu
selama dua jam dan membelikan mereka masing-masing kaos untuk dipakai. Satu
minggu kemudian ketika kami menjemput mereka, kaos itu sudah kotor dan
bau karena dipakai selama satu minggu sedangkan baju lama mereka
buang. Itulah mereka, dalam banyak hal kita mengalami kesulitan tetapi
kapan lagi kita dapat melayani orang seperti ini? Pada saat seperti
itu saya bersyukur kalau Tuhan mengingatkan kembali pada beban
yang lama. Pada waktu seseorang menyadari keharusan pelayanan,
kita mulai melihat ada sesuatu yang belum pernah terpikirkan, Tuhan bukakan
pada kita bentuk pelayanan yang baru. Mari kita mulai belajar menyatakan
keperdulian kepada orang-orang yang seolah-olah begitu kecil dan tidak
ada artinya, seperti seorang perempuan pelacur Samaria. Kita tidak
boleh melupakan bahwa mereka juga mempunyai gambar Allah dimana kita harus menyatakan
kasihan dan keperdulian. Itu sebabnya Tuhan Yesus pada waktu datang dan melayani
dia, Ia menyatakan bahwa Ia akan memberikan air hidup, sekalipun ia seorang pelacur
namun tetap memiliki hak untuk mendapatkannya. Mereka miskin secara
harta namun belum tentu moralnya semiskin orang-orang kaya yang kita
hormati.
Ketika
seseorang menyadari bahwa pelayanan adalah suatu keharusan yang daripada Tuhan
maka ia dapat menyatakan bentuk keperdulian baik berupa hal-hal yang bersifat
jasmaniah maupun religius termasuk orang-orang yang dianggap sampah masyarakat
dan tidak perlu diperdulikan. Oleh sebab itu, ketika akhirnya
perempuan itu bertobat dan meninggalkan tempayannya untuk masuk kekota, membawa
banyak orang datang kepada Yesus. Dan pada saat yang sama murid-murid Yesus
sudah datang dengan membawa makanan. Itu kesempatan bagi Yesus untuk beristirahat,
makan dan minum namun Ia berkata kepada murid-muridNya, “Ada padaku makanan
lain yang engkau tidak mengerti yaitu melakukan dan menyelesaikan pekerjaan
yang Allah Bapa percayakan kepadaNya.” Karena Ia tahu keharusan ini
bukan keharusan yang bersifat praktikal yang dapat ditunda kapan
saja tetapi merupakan keharusan teologis yang saat itu juga harus dikerjakan,
sebab akan ada saat dimana kesempatan itu sudah tidak akan ada. Melakukan
pekerjaan Bapa adalah keharusan bagi kita, maka boleh ada hal-hal praktis
yang kita lakukan supaya kendala itu tidak menjadi alasan yang berlebihan dan
akhirnya kita tidak melayani sama sekali. Kiranya firman ini boleh
menjadi berkat bagi setiap kita. Amin.
?
(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)