Ringkasan
Khotbah : 23 Januari 2000
IMAN
YANG SEJATI
Pengkhotbah
: Rev.
Sutjipto Subeno
Suatu kali seorang hamba Tuhan yang telah melayani di satu gereja mampu mengembangkan jemaatnya dari 187 hingga mencapai 800 dan akhirnya ia diundang di banyak tempat untuk membawakan satu tema mengenai pertumbuhan gereja. Tetapi di dalam pergumulannya dengan Tuhan, ia merasakan masih terdapat satu hal yang kurang dalam pelayanannya yaitu
Hari
ini kita akan membahas satu bagian yang sangat kritis dari pergumulan iman yang
menjadi masalah di akhir abad 20 ini. Pada suatu hari, dalam kebaktian di
sebuah gereja di Amerika, ada dua orang bersenjata laras panjang masuk dan
mengajukan satu pertanyaan dimana bagi mereka yang tetap tinggal ditempat
berarti mau mati buat Tuhan dan akan mereka tembak, sedang yang lain boleh
keluar. Akhirnya hingga peringatan terakhir diberikan, ada 20 orang lebih
yang masih tinggal dengan ketakutan namun tidak beranjak. Selanjutnya, salah
seorang dari orang yang bersenjata itu berkata kepada pendeta disitu untuk
melanjutkan kebaktian tersebut karena semua orang munafik sudah keluar
dari ruangan itu. Kadangkala saya bertanya dalam hati, orang yang bagaimanakah
yang disebut sebagai orang Kristen itu? Apakah yang mengatakan, “Orang
Kristen, yang penting percaya Yesus pasti selamat dan masuk surga, selesai.”
Terkadang kita terlalu sederhana memandang hal itu.
Saya
harap hari ini kita dapat mempelajari secara serius siapa sebenarnya orang Kristen
itu. Ditengah-tengah pergumulan situasi yang semakin hari semakin memanas di
Indonesia, saya rasa ayat ini seharusnya menjadi ayat yang sangat serius bagi
kita. Siapa diantara saudara yang ketika membaca dialog dalam Yoh 8, hati
saudara bergetar dan luar biasa terkejut? Ketika membaca ayat-ayat itu,
hati saya gentar dan terkejut luar biasa. Ayat tersebut dimulai dari Yoh 8:30
dimana terdapat satu dialog antara Tuhan Yesus dengan orang-orang Yahudi.
Mereka adalah orang-orang yang melihat apa yang telah Yesus lakukan dan
kemudian takjub sekali, lalu mulai timbul satu dialog hingga berakhir pada
keputusan percaya kepadaNya. Disitu dikatakan, “Setelah Yesus
mengatakan semuanya itu, (bandingkan dengan Yoh 8:1-29) banyak orang (Yahudi)
percaya kepadaNya. Maka Yesus selanjutnya berkata kepada orang-orang
Yahudi yang percaya kepadaNya:
“Jikalau kamu tetap dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu.”
Disitu terjadi dialog yang dimulai dari kalimat biasa yang tambah lama
bertambah panas, keras dan kalimatnya tajam yang akhirnya, mereka
yang percaya kepadaNya mengambil batu untuk membunuh Yesus. Mengapa dapat
terjadi perubahan seperti itu? Masalah apa yang membuat hal ini tercetus?
Kalau hal ini pernah terjadi di dalam Yoh 8 maka bukankah ini rentan terjadi
diantara kita hari ini? Mungkin kita tidak mengambil batu dan melempari Yesus
tetapi secara esensial kita dapat bertindak membunuh Yesus atau iman
Kristen melalui tindakan kita. Kalau demikian, apa sebenarnya
pengertian percaya yang dikatakan sebelumnya? Inilah pergumulan Kristen yang
hari ini terlalu banyak diabaikan oleh manusia! Hari ini kita tidak
terlalu banyak menggumulkan karena sudah diterpa dengan pengertian filsafat
yang mulai masuk tahun 40-an yaitu semangat relativisme, sehingga kita
menjadi orang-orang yang pragmatis sekali.
Disini
saya melihat ada 4 problem yang sangat serius dimana perkataan, “Saya percaya
Yesus,” dapat mengakibatkan orang mengambil tindakan mau membunuh Tuhan
Yesus. Masalah
tersebut mulai muncul ketika ada satu dialog diantara mereka. Disepanjang 4
kitab Injil, Alkitab mencatat dimana Yesus secara eksplisit mengungkapkan kepada
orang yang mau mengikut Dia bahwa “Burung punya sarang, serigala punya
liang tetapi Anak manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan
kepalaNya; barangsiapa mau mengikut Aku dan menengok kebelakang maka ia
tidak layak untuk kerajaan surga.” Dan di dalam bagian ini kita kembali
menemukan orang-orang demikian. Yesus berkata,“Jikalau
kamu tetap dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu dan kamu akan
mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." Kalimat
pendek inilah yang menjadi perdebatan rumit dan akhirnya menjadi keseriusan mereka
untuk membunuh Yesus. Disini kita tahu bahwa percaya kepada Yesus menimbulkan
masalah yang sangat berat sebagai eksesnya dan kalau kita tidak
mengerti, terkadang kita dengan mudah menerima orang lain atau bahkan diri
kita sendiri yang menganggap telah percaya kepadaNya. Adapun 4 problem
diatas adalah: 1). Problema
Iman/ Kepercayaan (Problem of Faith); 2). Problema
Kebenaran (Problem of Epistemology); 3). Problema
Kemerdekaan/ kebebasan (Problem of Fredom); dan 4). Problema
Ketaatan/ perhambaan (Problem of Obedience). Kalau kita tidak mampu
menyelesaikan 4 masalah ini, berarti kitapun sangat rawan untuk dapat jatuh
dalam konsep yang kita gumulkan dalam iman kita saat ini. Dalam bagian
pertama yaitu Problema
Iman, dikatakan bahwa problem tersebut muncul karena mereka mengatakan
percaya kepadaNYa. Berarti disini, istilah percaya tidak dapat sesederhana
dimengerti tanpa kita menelusur kedalaman kepercayaan itu sendiri.
Cornelius Vantil mengatakan bahwa kita seringkali terjebak dalam konsep
prereligiusitas padahal itu berbeda sekali dengan konsep daripada iman. Konsep
keagamawian itu berbeda dari konsep kepercayaan. Kita seringkali
mengidentikkan bahwa kita orang Kristen karena agama kita Kristen tetapi
waktu saya beragama Kristen, itu sebenarnya belum tentu identik dengan iman
saya adalah iman Kristen. Karena waktu saya beragama Kristen, disini masalahnya
adalah iman Kristen tersebut sejati atau palsu? Vantil mengatakan bahwa kalau
kita sudah masuk kedalam sub struktur daripada pemikiran seseorang,
yang bukan sekedar apa yang dikemukakan didepan maka kita akan
mengerti iman sesungguhnya orang tersebut. Disitu ia membagi menjadi 2
kategori: Pertama,
Orang yang berpijak pada kedaulatan Allah sebagai basis imannya. Orang
tersebut percaya mutlak Tuhan berdaulat mengatur, memiliki dan menjalankan
hidupnya dan ia sebagai alat Tuhan dalam seluruh perjalanan hidupnya. Kedua,
Orang yang bertindak di dalam otonomi manusia sebagai basis pijakannya.
Manusia yang berhak memutuskan, yang mengambil kepercayaan,
mengambil segala pertimbangan dan akhirnya kembali untuk kepentingan
manusia itu sendiri.
Secara
politis orang Yahudi bukan orang merdeka tetapi merupakan jajahan Romawi. Sehingga
apa yang mereka katakan itu hanya merupakan satu cetusan kesombongan bahwa
mereka tidak mau diatur oleh siapapun. Inilah problema iman! Banyak agama
dunia, khususnya agama timur sebenarnya menjadi cetusan keinginan diri yang
sedang dilempar kepada apa yang dikatakan iman lalu ditangkap kembali untuk
mencetuskan keinginan dan kepuasan diri kita sendiri. Sehingga kepercayaan
adalah apa yang kita inginkan dan yang menjadi objek kepercayaan adalah
objek manipulasi,objek yang dapat mencukupi apa yang saya mau dapat. Itulah iman
palsu yang sedang berkembang di dalam pemikiran dunia kita dan itu sangat
mengerikan. Banyak gereja dan orang Kristen yang sebenarnya sedang
mempermainkan kekristenan sendiri, karena mereka pikir dengan demikian
mereka sedang beriman. Ini adalah satu sikap iman yang tidak sesuai dengan
firman dan bukan seperti yang Yesus mau. Kalau kita percaya kepada Yesus
maka seharusnya saya menyerahkan seluruh hidup saya masuk kedalam diri Kristus
dan biarlah Kristus yang mengatur hidup kita seluruhnya. Orang-orang Yahudi
tersebut tidak siap hati untuk percaya dalam arti yang sesungguhnya dengan
menyerahkan hidup mereka pada Kristus. ini beda sekali dengan apa yang
dikerjakan oleh murid-murid Yesus dimana mereka rela meninggalkan
seluruhnya demi Yesus. Itu adalah ketotalitasan iman dimana saya menyerahkan
hidup saya tunduk mutlak diatur oleh Kristus, itulah sikap murid yang
sejati. Dan mungkin sekali kita harus merelakan cita-cita kita yang tidak
sesuai dengan cita-citaNya dibongkar. Reformed Theology berbicara praktis
dalam arti yang paling praktis dan yang paling inti. Tidak ada yang lebih
praktis daripada bagaimana kita menggumulkan apa yang harus kita lakukan
dan apa yang harus menjadi dasar iman dalam hidup kita sehari-hari. Apa artinya
kita mengerjakan praktika dan berjuang bagi semua namun akhirnya kita masuk
neraka? (seperti yang diungkapkan dalam Mat 7:21-23). Mari kita mulai melangkah
praktis kita dari iman yang sejati. Bahkan Alkitab kita pun disusun dengan format
yang sangat praktis di dalam cara hidup yang sangat konkrit. Saya mengharapkan
ini dapat menjadi pergumulan kita, iman seperti apa yang saudara dan saya
miliki yang mendasari hidup kita? Satu hal yang paling praktis adalah
merefleksi diri, seperti lagu “Oh Tuhanku selidiki hatiku yang dikutip
dari Mzm 139, dimana kita mencoba menyelidiki, uji diri dan biarlah kita bercermin
di hadapan Tuhan, siapa kita di hadapan Tuhan dan iman seperti apa yang kita
miliki? Saya harap iman kita jangan dipermainkan! Iman
sejati adalah adalah iman yang dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan dan
bukan dihadapan manusia lagi.
Bagian
kedua adalah Problem
Epistemologi. Yesus berkata bahwa barangsiapa berada dalam firmanNya, firmanNya
itu adalah kebenaran dan kebenaran itu akan memerdekakan kita. “FirmanKu
adalah kebenaran,” itu adalah patokan yang paling dasar, tetapi mereka
menolak dan menganggap kebenaran mereka sendiri yang benar. Memang
harus diakui bahwa orang Yahudi adalah satu kelompok suku bangsa di dunia
yang mempunyai pemikiran yang sangat tajam, tetapi itu bukan berarti membuat
mereka harus mempunyai satu kesombongan diri bahwa mereka tidak berhak tunduk
kepada firman Tuhan. Mereka adalah manusia yang begitu pandai tetapi juga
begitu bodoh karena mereka sebenarnya tidak kembali kepada kebenaran.
Itulah problem kebenaran! Di tengah manusia, kita seringkali begitu
sombong dan menganggap bahwa kitalah yang menentukan kebenaran.
Itu adalah kesalahan besar karena seperti yang lain bahwa kita bukanlah penentu
kebenaran. Bagi saya ini suatu hal yang sangat serius, satu pergumulan
yang perlu kita uji kembali di dalam pola epistemologi kita. Disitu Yesus
menggunakan bahasa retorik dengan mengatakan, “Apakah
sebabnya kamu tidak mengerti bahasaKu? Sebab kamu tidak dapat menangkap firmanKu.”
Disini berarti bahwa setiap kali mendengar firman kita membuat suatu mekanisme
pertahanan melalui konsep yang selama ini kita pegang sehingga
mengakibatkan firman Tuhan sulit masuk. Ini merupakan masalah epistemologi
yang paling berat yang kita alami. Relakah kita membuka hati kita
untuk mau belajar firman yang diajarkan kepada kita? Sangat mungkin firman itu
berlawanan dengan pemikiran kita karena melalui khotbah kita
dikoreksi, belajar dan diperbaiki, dan itu berarti ada sesuatu yang
masih tidak cocok dan berbeda yang perlu dibongkar dan diubah, dikembalikan
kepada kebenaran sejati. Untuk itu kita harus rela melepas kebenaran yang salah
yang selama ini kita pertahankan sehingga kebenaran Tuhan dapat masuk melalui
firman.
Seberapa
jauh kita rela dibongkar oleh Tuhan sehingga kebenaran firman dapat mempoles
kita. Dalam kasus ini Reformed memang paling sulit karena satu-satunya yang
menggunakan presaposisi terbalik yaitu yang disebut sebagai teologi
dari atas. Satu-satunya teologi dimana semua yang kita pikirkan itu
berdasarkan kedaulatan Allah. “Kembalilah kepada firmanKu maka engkau
menjadi muridKu dan firman itulah kebenaran.” Waktu kalimat itu muncul,
disitulah pengujian epistemologi bagi kita satu-persatu. Bagaimana
sebenarnya sikap kita dihadapan Tuhan, relakah kita kembali pada
firman, tunduk dan diajar oleh firman sehingga hidup kita dikoreksi
perlahan serta diperbaharui. Iman Kristen bukanlah iman yang percaya
Yesus lalu selamat, bukan sesederhana demikian karena istilah didalamnya
perlu diperhatikan lagi. Seringkali kalimat itu menjadi satu slogan yang
hanya dilempar tanpa pengertian esensial dibelakangnya. Kita seolah percaya
Yesus lalu seolah kita sudah mengerti, padahal dibelakang itu terlalu banyak masalah
yang belum terselesaikan. Mari kita belajar sungguh-sungguh supaya akhirnya
hidup, perjuangan dan praktika kita tidak sia-sia dan akhirnya
Tuhan dapat menarik kita dan mengatakan, mari kembalilah hambaku yang
baik dan setia. Kiranya ini menjadi anugerah bagi kita. Amin. ?
(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)