Ringkasan
Khotbah : 30 Januari 2000
IMAN
YANG SEJATI (2)
Pengkhotbah
:
Rev. Sutjipto
Subeno
Pada
minggu yang lalu kita sudah membicarakan tentang Yoh 8 dimana didalamnya terdapat
satu diskusi yang sangat serius antara Tuhan Yesus dengan orang-orang Yahudi
saat itu. Ketika selesai mengajar, dikatakan di ay. 30 bahwa banyak orang yang
percaya kepadanya. Namun kalau kita membaca selanjutnya, ternyata
timbul masalah yang begitu rumit yang berakhir dalam ay 59
dimana orang-orang tersebut mengambil batu lalu melempari Yesus. Disitu kita
melihat 4 hal yang menyebabkan timbulnya permasalahan dimana mereka yang
percaya kepadaNya akhirnya berbalik mau membunuh Yesus. Dan kita telah
membahas dua masalah pertama, yaitu: 1). Problem kepercayaan itu sendiri
(Problem of Faith). Kepercayaan kita pada satu agama tidaklah identik
dengan iman kita, karena apabila ditelusur akan terkorek apa sebenarnya
yang menjadi dasar kepercayaan yang akhirnya membuat kita memutuskan
mau percaya kepada Yesus. Dan basis kepercayaan itu oleh Cornelius Van
Til dikatakan sebagai satu sub struktur yang sebenarnya menjadi
basis kepercayaan manusia yang hanya terbagi menjadi dua dasar pijak
yang sangat mendasar: pertama, orang
tersebut ketika percaya akan menyerahkan diri sepenuhnya kepada
Kristus karena ia tahu Tuhan itulah yang mengatur, memiliki dan memimpin hidupnya.
Dan golongan itu disebut sebagai golongan yang percaya akan kedaulatan
Allah atas hidupnya. Namun mayoritas manusia justru masuk dalam golongan
kedua, yaitu manusia yang menegakkan otonominya sendiri.
Sehingga ketika ia mau percaya kepada Kristus sebenarnya ia hanya mau memanipulasi
Kristus. Hari ini banyak orang Kristen yang perlu menguji kembali imannya.
Jikalau kita mengatakan percaya Yesus, benarkah kita percaya Yesus dalam
arti yang sesungguhnya, bahwa Dia adalah Juru Selamat kita, yang
mengatur dan berdaulat atas hidup kita dan kita adalah hambaNya yang
menyerahkan diri kepadaNya. Ataukah kita hanya mau percaya sejauh yang kita
mau Tuhan ikut kepada apa yang kita inginkan karena sebenarnya kita percaya pada
diri sendiri. Dalam Ibr 11:1 dikatakan: “Iman
adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala
sesuatu yang tidak kita lihat.”
2).
Problem Epistemologi (pencarian kebenaran), dimana kebenaran itu berada dan bagaimana
kita bersikap benar. Pada saat itu orang-orang Yahudi merasa bahwa mereka
adalah orang benar dan bukannya Tuhan yang menentukan kebenaran. Hal ini menjadi
basis rasionalisme modern yang berkembang luar biasa di tengah abad modern.
Sedang dari kekristenan muncul tokoh teologi natural seperti Thomas
Aquinas, yang mengatakan bahwa untuk tahu tentang Allah dan realita, kita
tidak perlu kembali kepada firman tetapi cukup dengan alam kita dapat menganalisa,
sampai kita mengetahui adanya Tuhan. Dua arus besar ini melanda dunia dan
menjadikan manusia mengembangkan satu pemikiran dimana manusia merupakan
ukuran atau pusat segala sesuatu, sehingga benar atau tidak adalah
bergantung pada manusia. Kalau manusia sudah berpikir bahwa ia adalah
penentu kebenaran, maka ini merupakan basis kondisi yang paling mengerikan
dalam dunia. Saudara dan saya bukanlah kebenaran sehingga kita tidak
mungkin mengerti atau menjadi penentu kebenaran. Hal ini karena: 1). Kita semua
justru menjadi pencari kebenaran 2). Orang yang dirinya kebenaran tidak
pernah berbuat salah, karena semua yang dipikirkan, diputuskan dan
dilakukan pasti benar, sedangkan kita semua pernah memutuskan dan
mengalami salah. 3). Manusia satu dengan lainnya hanya merupakan lingkaran kecil
yang saling berbeda satu sama lain maka itu menunjukkan bahwa manusia bukan
kebenaran. Waktu tahu bahwa kita bukan kebenaran dan sadar bahwa kebenaran
harus dicari, maka sangat fatal kalau kemudian kita menutup diri dan
menganggap diri kita adalah kemutlakan kebenaran. Seringkali kita begitu sombong
dan menetapkan diri kita kebenaran hingga akhirnya jatuh dan saat itu baru
menyesal. Kalau itu dalam tahap beresiko kecil maka kita masih dapat mengerti
namun kalau akhirnya itu mengorbankan seluruh hidup karena kebodohan kita
maka betapa celakanya! Seperti orang Yahudi yang menolak Kristus dan
tidak mau balik kepada kebenaran, Tuhan mengatakan, “Barangsiapa
berasal dari Allah, ia mendengarkan firman Allah; itulah sebabnya kamu tidak
mendengarkannya, karena kamu tidak berasal dari Allah.” Mereka
pada saat itu tidak mau dan tidak dapat menerima kebenaran karena sudah
dijepit di dalam satu close system
yang membuat mereka hanya memandang dirinya sebagai patokan kebenaran.
Selanjutnya,
kita akan membahas problem yang ketiga yaitu: Problem
of Fredom (masalah kemerdekaan). Tuhan mengatakan, baliklah
kepada firman karena firman itu adalah kebenaran maka kebenaran itu
akan memerdekakan atau membebaskan engkau. Kalimat memerdekakan
itulah yang menjadi masalah serius bagi orang Yahudi saat itu. Secara
politik status mereka adalah jajahan bangsa Romawi dan saat itu mereka
benci sekali karena setiap tahun harus bayar upeti pada pemunggut
cukai yang akhirnya dikirimkan ke Roma. Itu fakta keadaan mereka sehari-hari.
Sehingga waktu Yesus mengatakan hal itu, jawaban mereka menjadi suatu
ketakutan tanpa mau lagi mendengar realitanya. Masalah ini bukanlah
hanya masalah orang Yahudi dua ribu tahun yang lalu tetapi justru sejak
belahan abad 20 ini menjadi masalah yang sangat serius. Sekitar tahun
1960-an kebebasan menjadi gerakan yang begitu besar melanda dunia dalam
gerakan yang dinamakan Counter Culture Movement, gerakan anti kebudayaan
dan semua hukum yang berlaku yang mengakibatkan munculnya gerakan
Hipis dengan slogannya yang dikenal yaitu V (victory).
Dan pada tahun 1985 gerakan ini menjadi gerakan yang sangat besar dan
liar, dan akhirnya mereka mulai memproklamasikan gerakan ini dengan
satu tanda atau perayaan yang dikenal dengan nama Woodstock
Life Show. Disebuah lapangan yang sangat besar terdapat sekitar 100 ribu
anak muda yang berkumpul selama beberapa hari untuk melakukan
berbagai macam kegiatan yang liar, minuman keras, obat-obat terlarang
dan seks bebas, dan setiap malam mereka mendengarkan musik metal
untuk menunjukkan pada dunia bahwa dirinya bebas. Dan itu dianggap sebagai
satu tanda kebebasan anti aturan yang menjadi gerakan besar.
Akhirnya
Yesus membuka fakta dengan mengatakan, “Sesungguhnya setiap orang yang
berbuat dosa, adalah hamba dosa.” Berarti pengertian bebas tidak dapat tidak
harus direferensikan dengan kata kedua yaitu dosa. Bebas
harus dikaitkan dengan aspek dosa. Sebab ketika kelompok Counter
Culture Movement berteriak bebas, maka mereka ingin bebas untuk berbuat
dosa dan waktu berbuat dosa mereka tidak ingin dikritik dan
dilarang. Tetapi Yesus mengatakan bahwa ketika kita mengira itu bebas
maka kita justru terbelenggu dan celaka di dalam dosa karena menjadi
budak dosa dan tidak dapat keluar dari jerat dosa. Inilah esensi yang
menipu di tengah dunia. Dosa apapun, sebelum masuk, kita akan dipancing
dengan segala tawaran yang begitu menarik namun setelah saudara masuk didalamnya
maka ia akan mencengkeram, dan kita akan berurusan dengan bapanya dosa
yaitu Iblis yang tidak akan pernah melepaskannya. Itulah yang Tuhan ingin
katakan bahwa ketika kita balik kepada kebenaran maka kebenaran itu akan memerdekakan
kita.
Seorang
filsuf besar, Immanuel Kant yang mencetuskan satu konsep tentang Prinsip Moral
mengatakan bahwa bebas sejati adalah ketika engkau mau maka engkau dapat
berkata tidak, sehingga tidak ada satupun yang dapat menaklukkan termasuk
diri kita sendiri. Namun ide itupun tetap merupakan ide humanis, karena itu
semua dilawan sendiri sehingga tidak ada artinya sama sekali. Alkitab
mengatakan bahwa dengan kembali pada firman maka firman itu akan memerdekakan
kita. jikalau kita mengerti hal ini maka saudara dan saya dapat tahu bagaimana
hidup bebas yang sejati, bebas dari belengu dosa. Alangkah celaka kalau kita
mempertaruhkan hidup kita hanya untuk menyerahkannya kebawah perbudakan
dosa. Sadarkah kita bahwa kita adalah orang berdosa dan kadangkala dalam
hati kita berteriak ingin keluar dari masalah tetapi tidak mampu? Engkau
mau bertekad untuk keluar namun kita tidak cukup kuat untuk dapat keluar
dari situ. Dosa bukan hal sederhana! Tidak ada kekuatan kecuali intervensi
luar yang menerobos dan menembus semua kekuatan yang membelenggu kita.
Jikalau dosa dapat diselesaikan dengan begitu sederhana maka Yesus tidak perlu
datang ke dunia, darahnya tercurah diatas golgota dan tubuhnya dipecahkan.
Justru karena begitu seriusdan mencengkeram maka harus ada kuasa untuk
mendobrak dan menghancurkan kuasa kematian. Ia harus datang untuk menjalankan
misiNya sekalipun untuk misi itu Ia harus merelakan diri menjadi korban
penganti dosa yang saudara dan saya lakukan.
Disaat
hari ini kita melakukan perjamuan, Tuhan mengingatkan bahwa melalui perjamuan
kita akan senantiasa diingatkan akan kematian Tuhan sampai Ia datang kembali.
Kematian yang menebus dosa kita, untuk itulah Ia datang ke tengah dunia, Ia
datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan untuk menyerahkan
nyawa menjadi tebusan bagi banyak orang. Tanpa kuasa penebusan Kristus maka
tidak ada kemungkinan saudara dan saya keluar dari dosa dan tanpa kuasa
kebenaran firman maka tidak mungkin ada kekuatan untuk saudara dan saya
dapat keluar dari jebakan dosa. Hari ini saya harap kita benar-benar dapat mengumulkan
hal ini, betulkah kita tahu bahwa kita adalah orang berdosa yang secara
fakta berada dibawah perhambaan dosa dan yang sudah dibongkar dan
dilepaskan oleh Kristus sehingga kita boleh hidup bersama Dia. Sudahkah kita
diberi kekuatan di dalam firman sehingga kita dapat mengalahkan
kuasa belenggu dosa dan sudah dimerdekakan dari dosa? Mari kita sadar apa yang
sedang terjadi pada diri kita dan siapa kita, sadar kita perluTuhan menolong
dan mengeluarkan kita kembali. Apa artinya kita mengejar sesuatu yang
sedikit untuk menghancurkan seluruh hidup kita didalamnya. Biarlah dengan
ini, problem yang dihadapi orang Yahudi jangan menjadi problem kita sehingga
kalau kita mengatakan percaya kepada Tuhan maka sungguh-sungguh kita percaya sepenuh
hidup kita kepada Kristus. Biarlah ini menjadi kekuatan kita. Amin.?
(Ringkasan
khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)