Ringkasan
Khotbah : 13 Februari 2000
ETOS
KERJA KRISTEN (3)
Pengkhotbah
:
Rev. Sutjipto
Subeno
Hari
ini kita akan melanjutkan mengumulkan satu ayat yang saya harap dapat menjadi
ciri yang membentuk mentalitas dan ethos kerja kita sebagai seorang anak Tuhan.
“Orang yang mencuri,
janganlah ia mencuri lagi tetapi baiklah ia bekerja keras, dan melakukan
pekerjaan baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan
sesuatu kepada orang yang berkekurangan.” Berhenti mencuri,
seperti beberapa minggu yang lalu telah kita bahas, bukan sekedar seperti
maling yang mencuri barang, dan bukan berarti pula bahwa orang yang bekerja
keras pasti bukan pencuri. Sebab ada juga pencuri yang mencuri
dengan teknologi canggih dan
bekerja keras dengan jam kerja yang kadangkala lebih panjang dari
orang yang bekerja secara umum di kantor-kantor, sehingga dengan
demikian mereka justru tidak bermoral dalam tugas dan etika kerjanya. Oleh
sebab itu, etos kerja merupakan upaya bagaimana kita mengerti hakekat kerja
yang sesungguhnya, dan kita tidak cukup hanya melihat secara fenomena tetapi
harus masuk kedalam motivasi dari kerja yang sesungguhnya.
Salah
satu hal yang begitu menyentuh ketika merenungkan ayat ini, saya membayangkan
Pdt. Stephen Tong waktu kemarin memimpin rapat. Seorang yang berusia 60
tahun dengan beban yang begitu besar dan berat, namun mampu bekerja dengan
penuh semangat, dan setelah ia mendapat berkat maka berkatnya ia bagi.
Bekerja keras, tidak takut susah dan berani mengalami
pengorbanan demi mengerjakan pekerjaan baik dengan tangannya sendiri
untuk menghasilkan sesuatu. Hal kedua yang saya belajar kemarin adalah
dimana kita mengumulkan bagaimana gereja menghadapi
moralitas jaman? Kalau kita menghadapi situasi seperti ini, maka bagaimana
kita masih dapat mengumulkan panggilan iman kristen kita? Kekristenan
termasuk teologi Reformed bukan merupakan doktrin yang hanya diotak
tetapi teologi yang mau menyatukan pengertian esensial iman
Kristen yang harus diterapkan di dalam kehidupan. Dan hari ini kita akan
melihat bagaimana etos kerja itu dibicarakan. Kita sekarang hidup ditengah
terpaan slogan-slogan yang sangat humanis, egois dan hedonistik yang
disodorkan di depan diri kita yaitu tidak mau kerja atau hidup susah tetapi
mau hidup nikmat sehingga akibatnya kita menjadi orang yang hidup seperti
Garldfield.
Apa
sebenarnya etika kerja? Kalau di Alkitab dikaitkan antara jangan mencuri
dengan pekerjaan baik, berarti disini kita melihat adanya etika
kerja di dalam kerja. Sonny Keraf, di bagian belakang bukunya yang
berjudul “Etika Bisnis (tuntutan dan relevansinya),” mengatakan, “Etika
bisnis adalah tuntutan bahwa bisnis harus beretika mutlak tidak
dapat ditawar jika bisnis ingin berkembang dan lestari.” Kalimat
itu sangat tepat, namun sayang di dalam solusinya ia tidak memberikan
penyelesaian yang tuntas sekalipun ia sangat berusaha menguraikan dari
aspek kekristenan. Sehingga disini saya merasakan pentingnya kita lebih tajam
lagi melihat bagaimana etika dalam satu kehidupan itu merupakan satu
kemutlakan. Dan kalau kita masuk di dalam satu etos kerja maka etika
kerja merupakan syarat mutlak yang tidak boleh ditiadakan atau menjadi heteronom
(tidak boleh tergantung pada individu). Ketika saudara mengabaikan tuntutan
etika dan moralitas dalam hidup saudara, itu akan menjadi ekses saudara
menghancurkan orang lain dan yang paling parah menghancurkan diri
sendiri tanpa disadari. Etika sekarang justru digeser menjadi etika relatif,
yaitu baik dan jahatnya jika hal itu diperhitungkan merugikan orang lain. Selama
tidak merugikan orang lain maka seolah-olah itu menjadi hak kita untuk
melakukan dan mengembangkan apa saja. Indonesia hari ini mengalami
kerusakan seperti ini karena kita tidak mempunyai moralitas dan kemutlakan
hukum. Kalau dunia sudah mulai masuk dalam semangat dan cara berpikir
demikian, maka betapa rusaknya seluruh cara penyelesaian ini. Dosa yang
sudah dikerjakan, pelangaran hukum dan perusakan etika ketika satu
kali saudara lakukan, ingatlah bahwa hari itu saudara sedang mengalami kerugian
yang terlalu besar karena saudara sedang mencacatkan sejarah
hidup yang tidak akan pernah dapat dihapus kembali, karena itu sudah
ditandai dengan tanda kekekalan di dalam dosa. Ketika Paulus begitu
giat menganiaya orang Kristen maka setelah bertobat sejarah
cacatnya tidak pernah dapat dihapus habis dari sejarah
hidupnya, sehingga setiap kali ia pergi ke satu kota dicurigai walaupun
ia sudah mencoba membuktikan bahwa ia melayani secara sungguh-sungguh.
Sehingga disini etika merupakan tuntutan tegar yang harus kembali
ditengah kehidupan Kristen.
Yang
kedua, Etika tidak boleh dipermainkan. Etika merupakan satu tuntutan yang mutlak
harus kita kerjakan karena etika menyangkut tata hidup seseorang yaitu bagaimana
ia hidup berelasi dengan sesama, alam dan Tuhan. Ketika kita hidup di
dalam satu tatanan norma etika maka disitu dapat dan mutlak akan
terjadi perbedaan konsep dan persepsi karena ada dua pihak yang akan
mencapai satu tuntutan etika yang berbeda. Dan kalau kita berdiri diatas
satu relatifitas konsep dimana relasi harus terjadi di dalam konsep
etika maka mau tidak mau kita harus mempunyai standar mutlak
dan ada satu kemutlakan sejati yang harus kita terima. Yang berhak menentukan
saudara baik atau jahat bukanlah manusia tetapi harus firman yang menghakimi dan
menjadi patokan dari semua unsur serta penilaian etika yang harus dikerjakan
di tengah dunia. Ini adalah dua basis pengertian dasar di dalam kita
membicarakan etika. Bagaimana kita melihat etika tentang permainan
Falas dan Saham pada jaman ini dimana itu merupakan perusakan cara kerja
yang tidak beres dan tidak ada bedanya dengan membuka kasino sebanyak-banyaknya.
Tetapi justru cara kerja dan etika moral seperti ini yang
dipromosikan begitu besar di dunia termasuk dalam universitas
Kristen. Kalau kita memikirkan hal seperti ini maka bagaimana kekristenan mempunyai
nilai yang sejati di dalam membicarakan masalah moral. Bekerjalah keras!
Disini tidak ada prinsip perjudian ditengah kekristenan, dan ini
prinsip keras yang ditekankan oleh firman. Tanpa kerja keras maka
tidak ada hasil yang boleh dicapai.
Standar
kembali kepada firman menjadi basis etika yang menentukan apa yang benar dan itu
menjadi satu titik tolak didalam seluruh pola pikir kita. Ketika kita mulai
membicarakan etika, maka disini kunci pertama yang dikatakan Paulus yaitu, “Bekerja
keras.” Pekerjaan baik harus disertai dengan bekerja keras sebab
menyangkut beberapa aspek: 1). Effort
(upaya/ kesungguhan). Kalau kita mencari pekerjaan yang tidak susah, tidak
perlu tenaga dan otak serta menghasilkan uang banyak maka itu pasti bad
work/evil work. Ketika Kristus datang ke tengah dunia, Ia tahu bahwa
perjalanan hidupnya adalah perjalanan Via
Dolorosa (jalan salib). Dan dari sejak mulai pelayanannya
Yesus dengan sikap tegas mau bekerja keras dari pagi hari sebelum matahari
terbit hingga malam hari ketika matahari sudah terbenam dan akhirnya
hingga naik ke kayu salib. Orang yang tidak mempunyai jiwa kerja
(perjuangan) tidak akan pernah hidup dan kalau terus dipaksakan maka ia
akan menjadi pelaku kejahatan. Kalau kita punya otak dan pengertian yang
baik maka bagaimana kita dibangun mentalitasnya sehingga mempunyai semangat
kerja yang beres dan mempunyai jiwa tidak takut susah untuk bekerja dan
menghasilkan sesuatu yang baik dengan tangan kita.
2).
Good work is an Quality
(bekerja adalah menginginkan hasil yang terbaik untuk dipersembahkan
kepada Tuhan). Aristoteles mengatakan,
“Very difficult to
find out what is good.” Kecuali kembali kepada standar sejati
daripada kebajikan karena tidak ada kebajikan yang memadai.
Seperti dalam Mat 19:16-26 Yesus menjawab orang muda yang kaya dengan mengatakan,
“Hanya Satu
yang baik.” Di tengah dunia yang pragmatis hari ini kita
seringkali bekerja dengan sembarangan dan semangat pragmatis yang begitu
menguasai kita, dimana semua tidak memikirkan bagaimana
untuk mencapai kualitas yang memadai. Tuhan menuntut kita bekerja dengan
kualitas maksimum yang Ia bebankan kepada kita dan masing-masing kita diberi
kualitas yang berbeda oleh Tuhan. Sehingga kualitas di mata Tuhan bukan
diperbandingkan dengan orang lain tetapi berapa yang dituntutkan kepada
kita, itu yang harus kita penuhi. Dengan demikian setiap kita memikirkan
yang terbaik yang dapat kita kerjakan di hadapan Tuhan.
3).
Good Work is a Result
(hasil). Pekerjaan baik bukan sekedar perjuangan lalu mengidamkan
sesuatu yang terbaik tetapi akhirnya tidak dilakukan sama sekali. Seharusnya
kita sadar akan anugerah keselamatan yang diberikan Tuhan dengan harga yang
sangat mahal dan pekerjaan baik yang Ia limpahkan kepada kita sehingga apa
yang kita kerjakan seharusnya kita pertanggungjawabkan kembali kepada
Tuhan. Dan kesadaran itulah yang dapat membuat kita untuk tidak berhenti
bekerja keras. Selama Tuhan masih memberikan kesempatan kepada kita untuk
bekerja maka ingatlah bahwa kerja itu anugerah yang Tuhan percayakan
dan apabila Tuhan mau ambil maka dalam tempo satu haripun itu semua
dapat lenyap. Saya harap apa yang menjadi contoh dan pergumulan para tokoh
firman dan sejarah, seperti: John Calvin, dsb. dapat mendorong kita untuk
berani mengarap dengan baik apa yang Tuhan percayakan kepada kita.
Pekerjaan
baik merupakan bagian daripada tuntutan moral yang harus kita kerjakan dengan
keras. Disinilah kita melihat bahwa pekerjaan baik dikaitkan kedalam diri kita,
dan kadangkala kita dapat terjebak masuk kedalam dua konsep yang
berbahaya sekali: 1). Kita dapat menjadi work
alkoholic (orang yang gila kerja dan kalau tidak bekerja, ia akan mati).
Dan work alkoholic dapat menimbulkan satu dampak atau timbal balik dimana
seolah manusia tidak perlu kerja sehingga hal itu mengakibatkan dampak yang
sangat negatif serta menghancurkan seluruh keseimbangan. Paulus
memberikan gambaran yang sangat cermat dengan mengatakan, “Bekerja
keras untuk melakukan
pekerjaan baik.” Dan dua unsur itu tdiak boleh dilepaskan. Yesus memberikan
contoh yang indah, “BapaKu bekerja sampai hari ini dan itu alasannya Aku
bekerja juga.” Sehingga pekerjaan manusia gambarkan sebagai
miniatur pola yang harus kembali kepada Tritunggal sebagai dasarnya.
Seorang tokoh yang pernah belajar teologi namun menjadi atheis dan akhirnya
gila yaitu Friedrich W. Nietzsche (abad 19), seorang filsuf yang terkenal dengan
istilah The dead of God
Theology dimana di dalam seluruh bukunya ia berjuang keras untuk membunuh
Allah secara konsep. Namun satu hal yang dikatakannya dalam konsep tersebut
adalah dimana etika merupakan satu ilmu untuk menghimbau manusia supaya
mempunyai moralitas tuan dan bukan moralitas budak atau hamba. Sehingga
etika bukan berarti kita didikte, dijepit dan dimatikan dan akibatnya
tidak mempunyai pilihan ya atau tidak. Seperti dalam Yoh 8 dikatakan bahwa di
dalam ketaatan, kebebasan kita kerjakan secara bertanggungjawab. Begitu
kebebasan kita dicabut oleh Tuhan, maka saat itulah kita berada dalam
keterjepitan yang dikatakan oleh Agustinus, non
posse non peccare (tidak dapat tidak berdosa), yang artinya ia mau tidak mau
berada dalam belenggu dosa dan yang paling parah, kita kehilangan seluruh
kebebasan tersebut. Mari kita kembali pada prinsip bekerja keras dan
melakukan pekerjaan yang baik sehingga cara kerja kita sungguh-sungguh
bertanggungjawab dihadapan Tuhan. Dan suatu ketika kita dapat berkata kepada
Tuhan bahwa ini yang telah saya kerjakan dihadapan Tuhan dan saya
pertanggungjawabkan semua ini dihadapanNya. Barangsiapa sudah berada
di dalam Tuhan maka
ia pasti dimampukan untuk mengerjakannya, sekalipun banyak kesulitan
yang akan dihadapi. Mari kita bersama-sama mengerjakannya dengan
penuh bertanggungjawab di hadapan Tuhan. Amin.?
(Ringkasan
khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)