Ringkasan
Khotbah : 20 Februari 2000
ETOS
KERJA KRISTEN (4)
Pengkhotbah :
Rev. Sutjipto Subeno
Saudara,
ketika merenungkan ayat yang relatif pendek ini, saya melihat satu hal yang begitu
agung didalam seluruh prinsip ekonomi Kristen yang Paulus ungkapkan. Dimana dikatakan,
“Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja
keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya
sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan.”
Kalau kalimat ini hanya sampai pada ‘melakukan pekerjaan yang baik
dengan tangannya sendiri,’ maka nilai tambah ekonomi Kristen belum
terlihat secara tuntas. Didalamnya memang sudah terdapat satu
prinsip yang begitu penting dimana kalau seseorang tidak bekerja
maka sewajarnyalah ia tidak usah makan (secara kasarnya). Itu kalimat yang
diungkapkan oleh Alkitab dengan begitu tegas bahwa Tuhan menginginkan
kita bekerja dan dengan demikian kita boleh menghasilkan nilai sebagai
crown of the univers (mahkota ciptaan). Orang dunia juga mempunyai
filsafat yang sama dalam hal ini sehingga akhirnya menjadi satu pengertian
umum yang dianggap sangat positif di dunia.
Secara
dunia kalau kita bekerja dan akhirnya menghasilkan sesuatu, maka itulah
yang dikatakan hasil jerih payah dan milik kita sehingga kita boleh
mempergunakan dan menikmatinya. Namun disini kita melihat bahwa
Paulus justru mengkontraskan bagian pembuka dengan bagian terakhir
dari ayat tersebut, karena disitulah titik balik daripada paradigma hidup
dan kerja kita. Justru ketika kita telah mendapatkan sesuatu biarlah
didalam hati kita ada keinginan untuk berbagi dengan mereka yang berada
didalam kesulitan. Inilah yang disebut dengan jiwa altruistik dan bukannya
jiwa egoistik. Didalam dunia etika dikontraskan antara semangat
egoistik dengan altruistik. Semangat egoistik adalah semangat dimana
orang mau mencari kepentingan diri sendiri. Tetapi justru dalam Alkitab
dikatakan, “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh dia,
kepada dia, bagi Dialah kemuliaan untuk selama-lamanya, Amin.” Maka
disini terjadi satu kontras antara semangat yang mau mencari kepentingan
diri sendiri dengan jiwa yang mau memperhatikan dan menjadi berkat
bagi orang lain. Disinilah saya merasakan keagungan yang Tuhan berikan dan ini
menjadikan seluruh daripada prinsip iman Kristen mengerti pekerjaan
dibangun secara tuntas. Mari kita mulai melihat mengapa kita
dituntut oleh Tuhan mempunyai altruistik action sehingga setelah kita bekerja
dan mendapat sesuatu kita mempunyai kekuatan untuk berbagi dengan
orang-orang yang berkesulitan. Betapa indahnya kalau kekristenan
mempunyai semangat seperti ini!
Disini
ada beberapa alasan mengapa aksi altruistik ini bukan sekedar opsi tetapi
merupakan kewajaran hidup Kristen, yaitu: 1). Kita harus sadar
bahwa apapun yang ada pada kita secara hakekatnya bukan milik kita
tetapi harta yang dipercayakan Tuhan kepada kita. Firman Tuhan dalam Ef
2:8-10 menjelaskan dengan tegas bahwa kita diciptakan dalam Kristus Yesus untuk
melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya
kita hidup didalamnya. Maka kalau saudara dan saya dapat bekerja
didalam jalur Tuhan, itu merupakan anugerah yang Tuhan persiapkan bagi
kita, dan sebaliknya kalau kita menghasilkan sesuatu itu anugerah yang
harus dikembalikan kepada Tuhan. Seperti dalam prinsip perumpamaan
talenta, ketika Tuhan memerintahkan kita bekerja maka Ia memberikan perlengkapan
kerja yang cukup dan talenta bagi kita untuk bekerja. Dalam konteks saat
itu, satu talenta bukan merupakan angka yang kecil karena berkisar antara 5
juta (sebelum dolar naik) dan itu merupakan modal yang cukup bagi kita
untuk menghasilkan suatu usaha. Se-mua yang kita mililki baik tenaga, kepandaian/otak
dan kesempatan studi merupakan anugerah Tuhan dan jikalau Tuhan
tidak memberikan talenta itu kepada saudara maka tidak mungkin
saudara dapat bekerja. Beberapa saat yang lalu ketika terjadi kasus Mataram,
saya mendengar ada orang yang dalam satu hari seluruh hartanya habis
terbakar sehingga ia hanya dapat keluar dengan apa yang menempel di
badannya dan sedikit apa yang ia dapat bawa. Kadang saya memikirkan,
mungkinkah kita mempunyai konsep pikiran posesif (pemilikan
harta, anak, dsb) secara tepat seperti Ayub, sehingga ketika
seluruh miliknya dihabisi atas perkenanan Tuhan, ia tetap dapat memuji
nama Tuhan. Ayub tidak berdosa sedikitpun karena ia tahu tepat apa
yang menjadi haknya dan yang bukan. Ditengah kekristenan saat ini, berapa
diantara kita yang benar-benar mempunyai pemikiran seperti ini, sehingga
ketika kita sudah mendapatkan sesuatu kita dapat berbagi dengan
orang lain. Itulah satu persekutuan yang Tuhan inginkan dimana kita saling
memperhatikan dan berbagi.
2).
Karena inilah citra persekutuan Kristen, esensi dari umat Allah dan misi pekerjaan
Allah. Yesus pernah berkata, “Hendaklah kamu saling mengasihi, dengan
demikian orang akan tahu bahwa kamu adalah muridKu dan dengan demikian BapaKu
dipermuliakan” (Yoh 13:34-35). Ketika kita diajar Tuhan untuk
mengasihi, kasih yang kita miliki seharusnya tidak sama dengan yang dimiliki
oleh dunia. Jemaat adalah jemaat yang harusnya saling memperhatikan
satu sama lain, saling menguatkan, menopang dan saling membangun. Saya rasa
kita perlu merombak dan menyadarkan jemaat untuk saling mengasihi.
Kita bukan datang ke gereja karena ingin mencari dan menuntut sesuatu
sebab itu semua hanya akan mendatangkan kerugian. Tetapi siapa yang berada
dalam pekerjaan Tuhan, berjiwa membagi sehingga akhirnya semuanya
mendapatkan, dan dengan demikian kita akan selalu mau memikirkan orang
lain lebih daripada diri kita sendiri. Inilah cinta kasih sejati! 3).
Merupakan jiwa seorang yang bermartabat (jiwa seorang yag mempunyai
semangat tuan). Dalam bukunya Grow in Grace, Sinclair B. Ferguson
mengambarkan satu hal yang begitu indah, dimana ketika seseorang mulai
dinobatkan menjadi raja atau mencapai kedudukan tertentu biasanya
ia langsung melakukan perbuatan amal seperti membagikan hadiah, memberikan
grasi pada beberapa ratus narapidana, dsb. Ini menunjukkan bahwa
seseorang yang mendapatkan kedudukan yang baik ia mendapat
hak membagi sebagai tanda otoritas seorang tuan. Jiwa seperti ini dimengerti
di tengah dunia tetapi justru seringkali orang Kristen tidak sadar bahwa
Tuhan mencipta kita menjadi seorang yang bernilai tuan, bahkan mencapai
posisi sebagai “The Second Lord” sesudah Tuhan yang menjadi tuan
atas alam semesta. Namun sayang, justru seringkali jiwa tuan ini
tidak ada di dalam diri kita dan sebaliknya muncul jiwa pengemis. Itu
sebabnya saya ingin kita memikirkan baik-baik bagaimana jiwa kerja
yang sesungguhnya. Jiwa pengemis ini yang saya rasa perlu didobrak di
tengah kekristenan. Mari berubah!
Ketika
saya merenungkan hal ini maka saya teringat kembali apa yang Pdt. Stephen
Tong pernah syaringkan. Ada orang yang menanyakan, mengapa Pak Tong harus sampai
kerja keras sedemikian berat? Saya rasa kalau ia mau mengatakan, ia bukannya
ingin seperti itu tetapi keadaan yang susah sekali mengharuskan dia seperti
itu. Ketika berumur 4 tahun, ibunya telah menjadi janda dengan harus
membesarkan 8 anak, namun ibunya adalah seorang yang sangat cinta
Tuhan dan rajin mendoakan anak-anaknya. Dan pada umur 15 tahun ia sudah
harus mengajar hingga malam sambil belajar. Keluarga ini benar-benar
hidup dalam kesulitan dan kekurangan. Setiap hari Jumat malam ketika
ibunya pergi membesuk, ia selalu membawa 2 kaleng beras dan 1
kaleng gula untuk diberikan kepada orang-orang yang hidupnya jauh lebih susah
daripada mereka. Mereka bukanlah keluarga yang berlebihan tetapi mereka masih
ingin mencoba berbagi. Itu jiwa yang saya rasa sekalipun susah
tetapi masih memiliki jiwa tuan, jiwa dignity sebagai ciptaan Allah (the
image of God) yang begitu agung yang tidak dibuang. Dia sadar bahwa ia dicipta
sebagai gambar dan rupa Allah dan bukan hidup sebagai pengemis. Kita
seringkali berpikir bahwa kita paling susah dan tidak ada jiwa mau menolong
orang lain. Bagaimana jiwa Kristen kita? Sekalipun susah tetapi kalau kita
masih mau bekerja keras dengan sungguh-sungguh, maka kita masih dapat
berbagi, dan apa yang kita punyai itulah yang dapat kita bagi. Namun, dalam
hal ini kita harus mengerti bagaimana membagi kepada orang yang tepat.
Seringkali, orang yang sungguh-sungguh hidup didalam kesulitan justru diam
dan tetap rela bekerja keras sekalipun sulit. Dunia kita mempunyai cara
berpikir yang berbeda sekali dari apa yang Alkitab katakan tetapi justru
apa yang Alkitab katakan itulah yang teragung. Kita tidak akan merasa rugi kalau
berbagi tetapi kita justru akan merasakan sukacitanya memberi, dimana hal
itu tidak dapat dihitung dengan uang atau nilai berapapun, sebab disitu
kita dapat melihat kerelaan orang tersebut dalam memberi. Bahkan
Alkitab mengatakan, lebih berbahagia orang yang memberi daripada yang
menerima.
4).
Kita perlu berbagi baik kepandaian, kemampuan dan seluruhnya. Kalau saya bayangkan
Pdt. Stephen Tong kalau tidak menjadi pendeta maka ia dapat menjadi pengusaha
yang luar biasa, namun ia tetap rela melepaskan itu semua demi pekerjaan
Tuhan. Tetapi terlalu sedikit anak-anak muda yang mempunyai kepandaian
dan talenta yang banyak mau menyerahkan diri dipakai oleh Tuhan. Saya harap ada
orang yang mempunyai kepandaian dan kemampuan yang terbaik diserahkan
untuk pekerjaan Tuhan, sehingga gereja Tuhan mempunyai orang-orang yang
mempunyai talenta pikiran untuk melayani Tuhan. Relakah saudara berbagi?
Jaman ini sangat membutuhkan hamba-hamba Tuhan yang berkualitas tinggi,
yang menyerahkan hidup untuk pekerjaan Tuhan. Saya rindu gereja ini juga boleh
mengutus hamba-hamba Tuhan yang bermutu yang nantinya boleh dipakai di abad
yang akan datang. Kalau kita memiliki hal yang terbaik biarlah itu bukan buat
diri kita sendiri tetapi dengan demikian saudara rela berbagi. Inilah
prinsip kerja Kristen dimana kita mempunyai semangat mau memperhatikan dan
berbagi, itulah yang menjadi jiwa kita sesungguhnya. Mau saudara? Amin.?
(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)