Ringkasan Khotbah : 05 Maret 2000

JANGAN MENDUKAKAN ROH KUDUS

Nats : Efesus 4:30-32

Pengkhotbah : Rev. Sutjipto Subeno

 

Bagian yang akan kita bahas hari ini dapat dikatakan sebagai kesimpulan atau tun­tut­an terakhir dari seluruh gambaran relasi yang diungkapkan oleh Paulus didalam Ef 4 mulai dari ay. 17-32, yang merupakan rangkuman dari dua kondisi yang dipertentangkan. Kita kembali me­li­hat dalam ay. 23-24 dimana Paulus menekankan bahwa hendaklah kamu dibaharui didalam roh dan pikiranmu didalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya karena itulah dasar su­pa­ya engkau boleh mempunyai relasi antar manusia yang baik, boleh menjadi berkat bagi orang lain dan memikirkan pekerjaan Tuhan secara luas. Dan ketika hal tersebut dikerjakan maka Paulus mem­­berikan hal yang terakhir didalam bagian ini yaitu, “Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan.”

Pada saat saya mulai merenungkan ayat ini, saya teringat apa yang diungkapkan Paulus dalam Rm 10:1-2 dimana dikatakan, “Saudara-saudara, keinginan hatiku dan doaku ke­pa­da Tuhan ialah supaya mereka diselamatkan. Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang me­re­ka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar.” Ka­li­mat “Janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah,” muncul karena itulah yang menjadi mo­ti­va­si dari seluruh tindakan yang kita kerjakan di tengah dunia. Orang Kristen kadangkala tercemar de­ngan cara berpikir agama atau konsep yang muncul disekelilingnya sehingga akhirnya kita ter­je­bak masuk dalam konsep yang salah. Padahal justru disini motivasi seluruhnya terbalik. Ketika Paulus berbicara dalam Rm 10, ia tahu dan melihat apa yang dikerjakan oleh orang-orang yang se­dang bergiat tetapi belum mendapatkan keselamatan. Mereka bukanlah orang yang malas atau ti­dak bekerja, bahkan ia mengatakan bahwa ia berani menyaksikan bahwa mereka memang giat un­tuk Tuhan tetapi tanpa pengertian yang benar. Dan dilanjutkan, “Sebab, oleh karena mereka ti­dak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran me­reka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah.” Berarti mereka giat dan mem­­punyai semangat tetapi akhirnya seluruhnya dibuang sebab mereka mendirikan kebenaran mereka sendiri dan tidak kembali pada ke­be­nar­an Allah.

Suatu kali saya berbincang dengan seseorang yang mempunyai konsep bahwa Tuhan akan marah dan ia tidak akan mendapat perkenanan Allah kalau tidak melayani dengan giat. Kita per­lu belajar dari Paulus. Paulus adalah Saulus yang mengalami perubahan didalam konsep da­sar hidupnya. Disini kita melihat dua macam orang yang sama giat dan diwakili dengan satu yaitu diri Paulus sendiri. Paulus adalah orang yang giat melayani sebab ia tahu ketika masih berdosa, Tuhan mencintai dan akhirnya menyelamatkannya. Sehingga ia berkata, “Aku mempersembah­kan tubuhku sebagai persembahan yang hidup, yang berkenan kepada Allah, dan yang sem­pur­na, itulah ibadah yang sejati,” dan ia menuntut orang-orang di Roma untuk berbuat demikian juga. Itu bukan sekedar sebuah perintah tetapi satu syaring, konkritnya kehidupan yang dinyatakan di­da­­lam kehidupannya. Tetapi kalau kita melihat Saulus, yang begitu giat bekerja bahkan apabila di­bandingkan dengan rekan-rekannya, keseriusan dan semangat kerjanya sangat tinggi. Dan ke­ti­ka ia menganiaya orang Kristen, ia berpikir bahwa ia sedang mengerjakan pekerjaan Tuhan dan akan mendapat nilai besar di sorga. Tetapi justru didalam perjalanan ke Damsyik, Tuhan me­nya­dar­kan bahwa ia sudah menganiaya Tuhan dan akhirnya ia sadar bahwa apa yang dikerjakannya se­­lama ini tidak menyenangkan hati Tuhan. Begitu banyak orang yang giat melayani tetapi tanpa pe­­ngertian yang benar, sebab semua yang dikerjakan merupakan konsep mereka sendiri dan tidak tahu apa yang sebenarannya Tuhan nilai didalam dirinya. Dan ketika mereka sedang men­di­ri­kan kebenarannya sendiri maka dengan sendirinya mereka sedang menolak kebenaran Allah. Ini bagi saya merupakan satu pergumulan yang serius! Betulkah kita sudah menyelesaikan apa yang seharusnya kita kerjakan ataukah seluruh hidup kita akan disia-siakan masuk dalam pen­de­ri­ta­an yang kekal? Waktu di dunia kita begitu takut hidup kita akhirya sia-sia tetapi kita tidak per­nah berpikir bahwa di kekekalan semuanya bersifat mutlak dan bukan kesementaraan yang se­mua­nya bersifat relatif. Pada saat ini bagaimana kita dapat menggumulkan secara serius apa yang sebenarnya yang Paulus inginkan dalam aspek ini, sehingga kalau kita melakukan kebaikan bu­kan demi seperti konsep-konsep yang salah yang muncul di tengah dunia.

Mari kita melihat apa yang menjadi pembeda total didalam seluruh orientasi hidup kita. Paulus mengatakan, kalau engkau bergiat, maka lakukan semua itu bagi Tuhan. Disinilah inti iman Kristen! Alkitab mengatakan bahwa kalau kita berbuat baik justru karena kita boleh men­cintai Tuhan. Minggu yang lalu saya membahas dua perbedaan tuntas dimana ketika seorang Kristen berbuat baik, ia melakukannya karena mencintai Tuhan. Kita bukan menjadi budak yang di­tekan oleh Allah yang kejam, yang sedang mengancam, sehingga kita perlu bekerja dengan baik. Sikap seperti ini sangat banyak didalam hidup beribadah dan merupakan satu ketakutan aga­mawi. Bagi saya, ini merupakan satu hal yang unik. Satu hal yang menjadi ukuran terbaik un­tuk melihat seberapa jauh seseorang mencintai adalah kalau seseorang semakin mencintai maka ia akan makin perduli, makin peka hatinya dan tidak ingin menyakiti orang yang dicintainya. Se­ma­kin kita mencintai maka kita akan semakin memikirkan yang terbaik buat orang yang kita cin­tai. Sehingga cinta Tuhan berarti kita memiliki kepedulian yang besar terhadap apa yang kita la­ku­kan memperkenan atau mendukakan Allah. Kalimat itu tidak mungkin dapat dimengerti oleh siapa yang tidak cinta Tuhan. Berapa besar pergumulan hidup kita ketika kita menjalankan semua ini? Apakah seluruh aktivitas kita hanya menjadi manifestasi daripada egois kita ataukah justru mem­buktikan seberapa jauh kita mencintai Tuhan.

Didalam hidupnya, Hizkia selalu melakukan hal yang berkenan kepada Tuhan, bahkan ke­tika ia divonis mati. Tetapi justru ketika umurnya diperpanjang 15 tahun, ia tidak dapat mem­per­ta­hankan pertanggung-jawabannya. Bagi saya itu merupakan satu bukti yang disodorkan sejarah dan prinsip, siapa Allah yang kita kenal. Banyak orang disatu pihak begitu giat melayani Tuhan te-ta­pi di tempat lain ia merusak dan berbuat hal-hal yang menyakiti hati Tuhan. Itu sebabnya Tuhan ma­rah terhadap orang Farisi yang munafik seperti kuburan labur putih, karena ibadah mereka ber­baur antara semangat ibadah kepada Tuhan dengan egoisme. Yesus pernah mengatakan di­da­lam pengajaran doa Bapa kami bahwa hendaklah dalam hal berdoa, kita tidak seperti orang mu­nafik yang berdoa di perempatan jalan atau didalam ruang ibadah, supaya dengan doa semua orang melihat kita, tetapi berdoalah didalam kamar maka Allah kita yang ada di tempat ter­sem­bu­nyi akan memberkati. Konsep seperti itu muncul karena semangat doa yang sudah tidak beres, sebab mereka kalau berdoa bukan memikirkan Tuhan tetapi memikirkan bagaimana dengan orang lain. Ini merupakan satu doa yang saya rasa sangat keluar daripada jalur yang Tuhan ingin­kan, yaitu jiwa yang tidak sungguh-sungguh dihadapan Tuhan. Saya harap kita berubah, bertobat dan kembali pada Tuhan. Biarlah ini menjadi hati yang sungguh-sungguh boleh kembali me­mikir­kan dan menggumulkan, bahwa ketika kita hidup itu semua kita lakukan demi Tuhan.

2). Yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan. Ketika orang dunia be­kerja dengan begitu giat, itu semua mereka lakukan supaya mendapatkan pahala atau berkat dari Tuhan. Tetapi Alkitab mengatakan bahwa ketika kita bekerja, semua kita pikirkan supaya ja-ngan mendukakan Roh Kudus yang telah memeteraikan menjelang hari penyelamatan. Prinsip ker­ja seperti ini merupakan prinsip kerja yang terbalik daripada apa yang dunia kerjakan. Dunia mem­beri kita upah setelah melihat bagaimana hasil kerja kita. Seperti seseorang yang diminta me­ngepel kamar yang luasnya 3x4 m dan setelah selesai, hasilnya bagus maka orang tersebut di­berikan upah Rp 50.000,-. Sehingga nilai kerjanya adalah berdasarkan apa yang telah ia ker­ja­kan. Namun kalau ada seseorang yang sebelumnya sudah diberi uang 1 milyar lalu diminta untuk me­ngepel kamar 3x4, maka kira-kira apa yang akan ia kerjakan? Saya yakin ia akan bingung akan apa yang akan ia perbuat. Tuhan memberikan kepada kita keselamatan, membayar dengan lu­nas bukan dengan dolar atau emas dan perak tetapi dengan darah dan nyawaNya sendiri, ke­ti­ka kita masih berdosa dan seharusnya merupakan orang yang harus dibinasakan.

Dan selanjutnya baru Tuhan meminta supaya kita melakukan pekerjaan baik yang su­dah dipersiapkan Allah sebelumnya, dan Ia mau kita ada didalamnya. Kalau kita diselamatkan, itu se­mua anugerah, kasih karunia melalui iman dan jangan ada orang yang memegahkan diri ka­re­na itu bukan hasil usaha kita, jangan ada yang sombong karena itu merupakan pekerjaan Allah. Ke­tika Tuhan sudah menebus kita dengan darah yang mahal dan anugerah yang besar, kita di­me­teraikan dengan Roh Kudus dan keselamatan yang kekal. Kita bukan mencari keselamatan sen­diri tetapi semua itu sudah kita dapatkan dan dimeterai sampai pada kekekalan. Ketika Tuhan su­dah menebus kita dengan penebusan yang begitu mahal, masih relakah kita berbuat hal-hal yang jahat untuk menyakiti hatiNya? Seharusnya kita sakit dan pedih hati karena Tuhan sudah men­cintai dan membayar upah kita secara lunas. Mari kita kembali memproporsikan bagaimana ca­ra Tuhan bekerja sehingga kita boleh mengerti.

3). Ketika kita bergumul, biarlah orientasi seluruh hidup dan pekerjaan kita bukan di te­ngah dunia tetapi kembali kepada Tuhan. Seringkali orientasi kita terjebak dalam hal-hal material yang ada didunia dan lebih suka melakukan sesuatu yang menyenangkan orang lain sehingga aki­batnya kita tidak kembali memikirkan Tuhan. Itu alasan didalam kekristenan kalau kita me­la­ku­kan sesuatu, kita lebih suka dilihat orang, yang dapat menunjukkan kepada orang lain karena kita me­nanti penilaian orang terhadap diri kita. Barangsiapa hanya mencari kesenangan manusia ma­ka itu bukan menyenangkan Allah! Maka Paulus pernah begitu marah didalam Galatia dan me­nga­takan, “Kalau aku melakukan semua ini, apakah engkau mau mengatakan bahwa aku mau men­cari kesenangan manusia, apakah aku hanya mau melihat mata manusia, ataukah aku se­dang mengasihi Tuhanku?” Kalimat itu bagitu eksplisit dikeluarkan oleh Paulus. Dia mau me­nun­juk­kan bahwa hidup kita bukanlah untuk dinilai manusia tetapi oleh Tuhan. Apa artinya semua orang senag terhadap kita sementara Tuhan benci dan marah terhadap kita? Mari kita mulai kem­bali menggumulkan untuk siapa kita hidup dan melayani? Di segala aspek kehidupan, setiap cip­ta­an, dicipta untuk pencipta, menurut rancangan pencipta, berdasarkan tujuan pencipta dan hasil­nya dipakai kembali oleh pencipta. Itu merupakan hukum yang sah! Kalau saudara dan saya di­cip­ta oleh Tuhan, itu bukanlah untuk kepentingan kita tetapi demi kepentingan pencipta. Dia me­ra­ncang kita berdasarkan tujuan yang Tuhan ingin kita kerjakan maka sesudah kita dicipta, kita ha­rus kembali melayani dan bekerja bagi Dia. Dan seharusnya apabila kita melawan Tuhan, su­dah sepatutnyalah kalau kita dibuang. Jangan mendukakan Roh Kudus Allah yang sudah me­me­terai­kan engkau menjelang hari penyelamatan.

Dalam Ef 2:10 dikatakan, “Karena kita ini buat­an Allah, yang dicipta dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik yang telah di­per­siap­kan Allah sebelumnya, Ia mau su­pa­ya kita hidup didalamnya.” Mari kita menggumulkan kembali siapa diri kita dihadapan Tuhan. Saya rin­du hari ini Tuhan mengubah seluruh konsep kita, kalau se­la­ma ini kita menjadi orang-orang yang begitu egois, yang hanya memikirkan diri sendiri. Biarlah hidup kitapun boleh menyenangkan hatiNya. Amin.?

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)