Ringkasan
Khotbah : 12 Maret 2000
THE POSITIVE RELATIONSHIP
Pengkhotbah :
Rev. Sutjipto Subeno
“Segala
kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari
antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang
terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana
Allah didalam Kristus telah mengampuni kamu.” Hari ini kita telah sampai
dalam bagian terakhir dari tuntutan tegas yang dinyatakan Paulus dalam Ef 4
ini, yaitu ketika kita sudah dibentuk menjadi satu manusia baru didalam Tuhan,
hubungan kita dengan Allah yang telah terputus boleh dipulihkan. Dan ketika hubungan
kita dengan Allah sudah terbentuk kembali, maka aspek kedua yang harus nyata
ialah bagaimana hubungan kita dengan sesama juga mengalami perubahan.
Manusia baru bukan karena berganti model atau aksesorisnya, tetapi seperti
yang disebutkan didalam ay. 23 yaitu roh pikirannya diperbaharui
dengan kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya daripada Allah. Dimana
seseorang ketika diperbaharui didalam Kristus, ia diubah dari dalam, sehingga
cara hidup, sikap dan relasi seluruhnya bukan merupakan relasi dibawah hukum
tetapi dimotivasi keinginan untuk mengenapkan apa yang Tuhan kehendaki kita
kerjakan dan tidak ingin mendukakan Roh Kudus. Dengan demikian cinta kasih itu
akan keluar dan memulihkan format relasi. Hal ini kita tekankan karena
inilah yang menjadi aplikasi terpenting didalam kehidupan iman Kristen.
Ketika
sampai di ayat 31-32, Paulus kembali menutup dengan mengkontraskan secara langsung
antara ay. 31 yang merupakan format negatif dengan ay. 32 yang merupakan format
positifnya. Di bagian 31 ia menggunakan 5 istilah yang sebenarnya terdiri dari
3 bagian, yaitu kepahitan yang dikontraskan dengan ramah; kegeraman dan
kemarahan (marah yang sudah meletup menjadi satu tekanan tinggi)
dikontraskan dengan cinta kasih mesra yang seharusnya muncul; dan yang
terakhir, sudah menjadi satu tindakan yaitu pertikaian dan fitnah yang
dikontraskan dengan mengampuni. Maka kalau kita melihat tiga hal ini, kita
mengetahui bahwa disatu format terdapat relasi klimaks yang semakin
menghancurkan, sedangkan yang lain satu relasi klimaks yang semakin hari justru
semakin membangun orang lain.
Disini
ada 2 alasan penting mengapa hal seperti ini diungkapkan dalam posisi klimaks sesudah,
“Jangan engkau mendukakan Roh Kudus Allah.” Karena justru disinilah bentuk
dari kekristenan akan masuk kedalam aplikasi yang paling nyata, dimana letak
keindahan atau kehancuran kekristenan akan terlihat. Yang pertama, gereja
yang seharusnya menjalankan format ay. 32 justru seringkali lebih menjalankan
ay. 31. Gereja yang seharusnya tempat cinta Tuhan berkembang dengan indah
dan persekutuan anak-anak Tuhan berjalan dengan baik namun justru segala
kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah yang ada diantara mereka.
Hal ini ditegaskan karena seringkali tanpa disadari didalam gereja terjebak
dalam satu format dimana seolah-olah kita hidup didalam impian dan ilusi yang
tidak tepat. Kita seolah merasa sedang hidup didalam cinta kasih namun tidak
menyadari bahwa kita masih perlu berubah, bertobat dan membuang hal-hal
seperti itu. Dan akibatnya timbul satu gap yang harus kita pelajari dan mengerti.
Kedua, disatu pihak kita ingin membereskan masalah ini tetapi dilain pihak kita
justru menjadi pelaku, perusak dan pembuat masalah. Saya harap kita sebagai
gereja bukan menjadi alat perusak relasi yang dipakai oleh setan tetapi justru
menjadi alat Tuhan yang menjadi tempat dimana pembentuk relasi yang baik.
Hal itu memang tidak mudah karena sifat kedagingan kita masih berusaha untuk
menghancurkannya.
Kalau
kita perhatikan, dua bagian tersebut selalu mulai dari hal yang kecil dan satu
langkah yang sedikit tetapi kalau tidak cemat diwaspadai maka akan berdampak
besar. Dr. Martin Lloyd Jones, pengkhotbah besar dari Westminster Chapel ketika
mengeksposisikan ayat ini mengatakan supaya kita waspada terhadap pola
yang dipakai oleh setan sejak Kej. 3. Inti cara kerja setan adalah
mendisrelasikan atau merusak semua bentuk relasi yang ada. Ketika dosa terjadi
maka rusaklah semua relasi yang ada didalamnya. Sehingga seorang yang
relasinya dengan Tuhan tidak beres maka relasinya dengan sesama juga sulit
beres sebab inti terakhirnya hanya berputar didalam kepentingannya
sendiri. Maka disini terjadi satu sikap yang nantinya menjadi bom berbahaya
yang akan meledak. Selama potensi relasi itu tidak dikembangkan dalam format
yang tepat maka selalu berpotensi meledak di setiap kita. Untuk ini, ada satu
pemikiran yang sangat perlu kita waspadai dari tingkat pertama relasi itu
mulai rusak: “Segala kepahitan hendaklah dibuang dari antara kamu.” Dan
dikontraskan dengan, “hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain,” dan
mau menjadi orang yang menyenangkan teman berbicaranya.
Sebab
ketika kita berbicara, tanpa sadar setiap kita berpotensi menimbulkan kepahitan.
Dan kalau potensi kepahitan ini ditanggapi maka itu akan menjadi kepahitan
sesungguhnya. Ketika kita berbicara dengan orang lain, sangat sering terjadi
apa yang disebut dengan miss communication (kegagalan komunikasi).
Terjadinya hal tersebut adalah wajar didalam pembicaraan karena berbagai
macam alasan, yang antara lain: karena persepsi yang berbeda, karena keterbatasan
bahasa kita, karena kekurangan pengertian latar belakang dan berbagai macam
aspek yang lain. Tetapi ketika miss komunikasi ini tidak ditanggapi dengan sikap
ramah, maka itu akan mulai menjadi kepahitan yang berbahaya. Ketika
mendengar, seolah kalimat itu kita anggap ingin menyerang atau menyakiti,
padahal mungkin si pembicara tidak bertujuan demikian. Ini yang pertamakali
Paulus waspadai! Pahit dalam hal ini mempunyai dua aspek langsung bersama-sama
yaitu kedalam dan keluar, dan ini biasanya selalu terjadi bersama-sama. Waktu
kita mulai mendengar seseorang mengatakan dan hati kita mulai pahit maka
biasanya kalimat kedua yang diucapkan bukan lagi dengan persepsi yang
berbeda tetapi dengan sengaja membuat kepahitan, untuk menyakiti atau
memainkan orang lain. Yang artinya ketika kita mengucapkannya, didalam hati,
dan sikap kita sudah mempunyai keinginan untuk mulai membalas melukai. Kalau
relasi sudah muncul dengan semangat seperti ini, maka relasi ini menjadi
relasi yang pahit dan biasanya menjadi rusak. Inilah yang perlu dijaga dari
titik awal, kalau dari sejak dini kita dapat peka hal seperti ini maka saya
rasa kita dapat menghindari banyak hal. Alkitab mengatakan, “Hendaklah kamu
ramah seorang terhadap yang lain.” Ramah dalam ayat ini mengandung suatu
keinginan dalam hati mau bersahabat dengan orang lain dan seperti laut yang
lebar yang siap menampung siapa saja yang masuk kedalamnya, dan dimana kita
berupaya bagaimana sebaik mungkin dapat mengerti dan menopang dia. Keramahan
yang kita lakukan kalau disaat kita ada maunya, itu bukanlah ramah tetapi
lebih tepatnya adalah bisnis, karena itu hanya sekedar tutupan topeng dari
luar demi suatu kepentingan diri sendiri/ kebajikan luar. Mari kita belajar
bertumbuh dalam aspek pertama ini karena justru dalam tahap ini seluruh
proses pengerusakan relasi dapat sampai ke titik final.
Selanjutnya, jikalau di tahap pertama tidak ditangani dengan baik, maka langkah kedua akan segera muncul yaitu ‘kegeraman dan kemarahan.’ Ketika Kain sudah mulai panas karena persembahannya ditolak oleh Tuhan, maka pada saat seperti itu seharusnya ia meneduhkan hatinya. Ketika itu Tuhan telah memperingatkannya dengan jelas tetapi apa yang menjadi kemarahannya sudah tidak dapat ditahan dan ia tidak mau meneduhkannya. Hari ini kita dapat bersaat teduh sehingga dengan demikian kita mohon pada Tuhan untuk meneduhkan kemarahan yang mungkin sudah membara dalam hati kita. Ketika sampai di tahap kedua kita tidak dapat meneduhkannya maka kemungkinannya adalah kita akan masuk dalam tahap ketiga yang sangat fatal, yang hanya akan mendatangkan satu tindakan yang menyakitkan. Disini dapat terjadi dua hal yaitu pertikaian langsung (benar-benar secara langsung bertindak) dan fitnah (membunuh secara tidak langsung). Sampai pada saat seperti itu maka hati kita sudah keluar daripada logika yang sejati dan sudah rusak. Pada saat seperti ini meningkatnya seluruh kemarahan kita sudah sampai pada tindakan yang menuntut kita melakukan satu tindak kejahatan. Musuh-musuh Tuhan Yesus merasa bahwa tindakan pelayananNya dianggap suatu ancaman besar dan mereka tidak mau mengerti serta menangkap apa yang menjadi persepsi Tuhan didalam melayani, sehingga mereka pikir Ia sedang merusak harga diri dan mengganggu pelayanan mereka. Bahkan ketika mereka berhasil membunuh Yesus di atas kayu salib, mereka merasa menang tetapi justru itulah kekalahan mereka karena kuasa setan sudah menguasai dengan satu jiwa kebencian dan kemarahan.
Pdt. Stephen Tong pernah mengajarkan satu hal dimana ketika ada orang yang mengatakan suatu kalimat yang menyakitkan terhadap kita maka sebaiknya kita mencoba memikirkan dari pihak orang tersebut, karena mungkin ia merasakan apa yang kita lakukan dan katakan begitu menyakiti dan merugikan. Mari kita berpikir secara proporsional melihat masalahnya dan menjadi orang yang mau beramah. Setiap kita mempunyai kelemahan masing-masing disetiap bidang kita tetapi mari kita belajar untuk bertumbuh. Tuhan minta kita ramah satu sama lain, dengan demikian kita mau mencoba mengenal orang lain, dan tahap kedua diperlukan yaitu mau mengasihinya. Sejauh saudara mau megasihi orang lain maka sejauh itu saudara mau mengerti dan menjadi seorang yang dalam banyak aspek mau membangun orang lain. Ini satu hal yang membuat kita tidak siap untuk marah. Alkitab mengatakan didalam Yoh 13:34-35, “…, Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” Dan dengan motivasi bahwa kita tidak mau mendukakan roh kudus Allah. Itu baru merupakan cinta yang berkualitas berbeda dan didalamnya tidak ada pencemaran sama sekali sehingga sampai terhadap orang yang memusuhi, kita masih dapat mencintainya. Kualitas cinta seperti itulah yang tidak dapat diberikan oleh dunia. Karena kasih seperti ini hanya terjadi ketika orang itu mendapatkan kasih Kristus didalam hatinya. Dan pada tahap ketiga, ketika orang lain menyakiti dan menyalahmengerti kita maka seharusnya kita mengampuninya. Ini satu hal yang begitu indah yang Tuhan ajarkan bagaimana kita membentuk relasi yang seindah mungkin didalam diri anak Tuhan.
Banyak
yang menyebut bahwa sekarang ini adalah masyarakat yang sakit karena
saling menyakiti. Masyarakat seharusnya menjadi satu pembentukan relasi yang
terbaik didalam komunita yang dapat membangun kesejahteraan. Tetapi
ketika masyarakat itu sakit, maka satu sama lain akan saling menghancurkan
dan menyakiti. Jikalau demikian, apakah masyarakat Kristen juga menjadi
masyarakat yang sakit? Kita memang tidak sempurna, tetapi saya merindukan
hari ini kita bertumbuh, belajar menginstropeksi diri dan menggumulkan
seberapa jauh kita sudah dibentuk oleh cinta Tuhan, sehingga akhirnya
kita dapat mulai belajar ramah, penuh kasih mesra dan saling mengampuni. Dan
setiap masalah yang timbul untuk memecahkan relasi diredam dan diredupkan dan
akhirnya kita dapat berelasi secara baik. Biarlah ini menjadi satu tuntutan
dalam diri kita, sesuatu yang boleh membangun sehingga akhirnya seluruh relasi
dapat dibangun dengan baik. Itulah yang Tuhan inginkan! Mari kita belajar
bertumbuh bersama-sama untuk hal ini. Mau saudara? Amin.?
(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)