HANYA
YANG SIAP MENGHADAPI KEMATIAN, DAPAT BENAR-BENAR HIDUP
Pengkhotbah :
Ev. Solomon Yo
Beberapa
tahun ini saya banyak memikirkan tentang kematian, dimana bagi saya ini merupakan
satu masalah yang sangat penting untuk kita pelajari dan mengerti secara
tepat. Kematian merupakan suatu realita yang tidak dapat ditolak,
cepat atau lambat, tua atau muda dengan segala cara, sakit, kecelakaan
ataupun karena usia tua. Kita harus siap kapan saja dan dimana saja. Suatu
realita hidup yang begitu tragis sekali dimana sesungguhnya hidup manusia
itu begitu rentan dan singkat. Hans Baldung melukis suatu lukisan yang
diberikan judul: “Tingkat-tingkat kehidupan dengan kematian.”
Ia ingin mengungkapkan mengenai tingkat kehidupan dimana ketika manusia
lahir dengan keadaan secara jasmani begitu indah, kemudian kecantikan
yang sempurna didalam seorang manusia dalam kedewasaannya,
selanjutnya berubah dengan timbulnya keriput karena tua dan akhirnya
menjadi satu mayat yang begitu mengerikan. Semuanya ini merupakan sesuatu
yang tidak dapat kita hindarkan sebagai manusia, kita semua menjalani
hidup dibawah bayang-bayang maut.
Disini
terdapat beberapa sikap atau cara orang dalam menghadapi kematian: 1). Sikap
yang naif. Orang berusaha menghindari membicarakan hal-hal yang sedemikian
karena itu hanya akan menimbulkan ketakutan/kesialan. Sikap ini mirip seperti
burung onta yang ketika dalam bahaya menyembunyikan kepalanya kedalam
lobang dan membiarkan tubuhnya masih ada. 2). Sikap yang sangat
“berhikmat.” Epikuros mengajarkan satu etika yang sepertinya amat
indah tetapi didalamnya humanistik atheis yang sangat menyesatkan didalam
pandangan Kristen. Ia mengatakan, “Ketika kita takut mati berarti kita
belum mati, dan ketika kita sudah mati, kita sudah tidak bisa takut,
karena itu kita tidak perlu takut mati.” Asumsinya adalah ketidakpercayaan
kepada adanya Tuhan yang campur tangan mengurus kehidupan manusia
seperti didalam konsep Kristen, serta adanya jiwa setelah kematian.
Apakah
kematian itu, mengapa ada kematian dan bagaimana cara kita menghadapi masalah
kematian? Kita akan melihat hal ini dalam dalam perspektif Kristen. Iman Kristen
melihat kematian sebagai sesuatu yang abnormal/sesuatu yang buruk
sekali. Didalam kematian Lazarus, dikatakan disitu bahwa Yesus menangis
(Yunani: mengandung suatu kesedihan dan kemarahan terhadap kondisi
manusia yang sebenarnya bukan diperkenan Tuhan). Allah menciptakan manusia
supaya hidup bahagia dalam persekutuan dan menikmati rahmat Tuhan yang limpah,
tetapi karena dosa manusia, kematian datang kedalam hidup manusia.
Kematian harus dimengerti dalam tiga rangkap arti yaitu bukan hanya kematian
secara fisik tetapi kematian rohani dan kekal. Kejatuhan manusia dalam dosa
mengakibatkan hubungannya dengan Allah terputus dan ia dikuasai
oleh iblis sehingga mati secara rohani, dan itu membuat manusia menjadi
mahkluk yang dipenuhi dengan segala permasalahannya, karena dosa
sudah menghancurkan hidupnya. Maka ketika kematian fisik tiba, itu
berarti habisnya kesempatan untuk dipulihkan, dilepaskan dari hukuman
Tuhan dan diselamatkan. Ketika kita mati maka kondisi dalam dosa
inilah yang akan kita bawa didalam kekekalan, kita mati kekal. Inilah
yang harus kita takuti! Kita tidak takut kepada kematian fisik tetapi
yang kita takuti ialah kita memasuki kekekalan didalam kondisi yang celaka dan
dikuasai oleh dosa.
Semua
pengajaran manusia tidak akan pernah membuat manusia lepas dari dosanya. Martin
Luther pernah dalam pergumulannya melawan dosa hampir putus asa. Dia ingin
selamat dan untuk selamat ia harus mencapai standar kesucian dan puncaknya
adalah mengasihi Tuhan. Namun ia tahu bahwa ia tidak sanggup dan kesimpulannya
pasti binasa sehingga bagaimana mungkin yang akan binasa dapat mengasihi
yang akan membinasakannya. Disinilah justru melalui anugerah
Tuhan ia dibenarkan oleh iman. Kristus didalam kesempurnaan Allah dan
manusia mati menebus dosa manusia. Ia menerima segala hukuman yang
harusnya ditanggung manusia dan didalam kuasanya Ia memiliki hidup yang tidak
berkebinasaan yang ketika sengat maut mau menghancurkan justru kuasa
hidup menhancurkan, mematahkan dan memberikan kemenangan bagi kita
semua. Bangkit dengan tubuh kemuliaan yang akan diberikan juga menjadi bagian
kita sehingga Ia akan disebut sebagai yang sulung, yang pertama bangkit dari
antara orang mati. Demikianlah mereka yang berharap dan percaya kepadaNya
mendapatkan janji kebangkitan daripada kematian, hidup yang tidak
berkebinasaan. Kematian Yesus yang sudah menghancurkan kuasa setan dan
dosa secara sempurna memberikan jawaban bagi permasalahan kita bahwa kematian
bukan lagi menjadi sesuatu yang menakutkan, karena sengatnya sudah
dipatahkan dan hidup kita yang sementara, yang satu hari nanti akan
mati akan dibangkitkan.
Dengan
pengertian ini kita dapat meresponi realita kematian dan bagaimana kita
menjalani hidup ini dengan sebaik dan sebijaksana mungkin. Ada beberapa
point yang akan kita renungkan bersama, yaitu: 1). Kesadaran bahwa
kematian merupakan masalah terbesar yang harus kita selesaikan membawa
kita pada urgensinya untuk membereskan hubungan kita dengan Tuhan.
Mungkin ada orang yang sudah giat melayani bahkan mungkin menjadi
hamba Tuhan, namun apakah sesungguhnya hidup kita sudah dilahirkan kembali?
Paulus mengatakan, “Aku mengawasi diriku, supaya jangan setelah
aku melayani Tuhan orang diselamatkan tetapi aku sendiri yang
ditolak.” Orang Reformed harus menjaga antara kemantapan jaminan
keselamatan dan sikap rendah hati yang mau mengevaluasi diri. Dua-duanya tidak
bertentangan dan hal ini harus kita miliki. Blaise Pascal mengatakan
bahwa sekalipun manusia begitu kecil tetapi manusia tetap
lebih agung daripada alam semesta karena ia memiliki rasio dan sifat
yang begitu mulia, namun ia begitu bodoh karena jiwanya yang kekal dan bersifat
sangat penting tidak sungguh-sungguh dipikirkan secara serius dan
dijaga.
2).
Pemikiran akan sorga memberikan kita dorongan dan kekuatan yang besar untuk
melakukan karya-karya besar bagi dunia ini. C.S. Lewis mengatakan, “Jika
anda membaca sejarah maka anda akan mendapati bahwa orang-orang yang berbuat
paling banyak bagi dunia ini adalah mereka yang paling banyak berpikir
mengenai dunia yang akan datang. Mereka semua telah meninggalkan jejak
mereka didalam dunia ini karena pemikiran mereka diisi oleh sorga. Justru
karena orang Kristen pada umumnya tidak lagi berpikir mengenai dunia yang
akan datang maka mereka menjadi tidak efektif dan berguna didunia
ini.” Para pahlawan iman seringkali merupakan orang yang mempunyai banyak
penyakit, kelemahan dan hambatan tetapi mereka tidak dapat dihalangi
karena panggilan sorgawi mereka begitu jelas sehingga mereka tidak
dapat diam sekalipun menghadapi halangan apa saja. Inilah hal yang
paradoks dan sekaligus ironis! Justru karena kita terlalu sehat
dan banyak kesempatan untuk menikmati hidup akhirnya hidup kita menjadi
sia-sia dan tersesali waktu tua. Dalam Flp 3:14; 20-21 dikatakan, “Aku melupakan
apa yang telah dibelakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang
dihadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah,
yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.” Paulus adalah
orang yang teguh sampai pada garis akhir dengan penuh kemenangan
(diperjelas dalam II Kor 4:16-18).
3).
Kesadaran bahwa setelah mati kita akan memperoleh hadiah atau hukuman dari
Allah, itu memberikan pada kita sense of responsibility khususnya didalam
kehidupan moral kita. Viktor Frankl melihat arti penting dari kematian didalam
kehidupan manusia. Ia mengatakan, “Jika manusia tidak dapat mati maka
tentunya ia akan dapat dan dibenarkan untuk menangguhkan setiap
tindakan untuk waktu yang lama dan selama-lamanya. Ia tidak perlu
membuat keputusan, karena apa yang ia putuskan tidak akan memberikan
perubahan, karena masih ada kesempatan. Namun dengan adanya kematian sebagai
akhir mutlak bagi masa depan dan pembatas bagi kemungkinan maka kita
memiliki keharusan untuk tidak melewatkan satu peluangpun untuk melakukan
tindakan yang dapat mempengaruhi seluruh hidup kita. Kesadaran akan kematian
membuat kita serius dan sadar bahwa kita tidak akan berada terus-menerus dalam
dunia ini, sehingga keputusan yang kita buat mempunyai pertanggungjawaban
terhadap Tuhan. Dan itu juga memberikan pada kita satu kerelaan untuk
melayani tanpa dilihat manusia. Kesadaran inilah yang akan membuat moral
dan etika kita menjadi berbeda.
4).
Pikiran akan sorgawi memberikan pada kita satu perspektif Calvin yang benar untuk
menetapkan nilai hidup dan hikmat bagaimana membangun kehidupan kita
yang paling berarti dan limpah. Rahasianya sudah ada dalam firman Tuhan
yaitu dalam I Kor 7:29-31 dikatakan: “… sebab dunia seperti yang kita
kenal sekarang akan berlalu.” John Calvin memberikan suatu pandangan
dimana sikap kita mempergunakan hal-hal dunia ini seharusnya seperti
seorang musafir yang pemikirannya terarah pada negeri sorgawi yang sedang kita
tuju. Dengan demikian kita akan menjadi orang yang mempunyai sikap siap rela
melepaskan segala milik dan kenikmatan yang kita peroleh dengan tangan terbuka
sebagai persembahan pada Tuhan. Dan ketika kita memperoleh berkat nikmat,
kita menerimanya sebagai pembangkit selera atas nikmat sorga yang lebih
tinggi yang akan mengingatkan kita pada suatu kelimpahan yang lebih besar
yang sedang menanti kita didunia yang akan datang. Inilah paradoks! Kalau
kita tidak memiliki sikap demikian maka kita berada dalam kondisi berbahaya.
Kita hanya mampu mengasihi kehidupan kita yang sesungguhnya ketika
kita sungguh-sungguh telah belajar menganggap rendah dunia ini. Kita menerima
anugerah Tuhan karena memberikan kenikmatan untuk kita nikmati tetapi
kita mengucap syukur pada Tuhan dan itu tidak pernah mengikat lalu ketika
kehilangan kita anggap bahwa Tuhan kita yang hilang dan Tuhan tidak penting.
Waktu itulah baru nyata mana yang penting! Seorang yang berusia 28 tahun bernama
Jim Elliot mengatakan satu perkataan yang sangat terkenal: “Orang yang
melepaskan apa yang tidak dapat dipertahankan dan memegang erat apa yang
tidak dapat direbut darinya bukanlah orang yang bodoh. Kalau kita tidak
memahami dengan baik akan hal ini maka dalam kehidupan kita seringkali terjadi
cekcok karena hal-hal yang sepele, sehingga hal yang penting kita
korbankan. Biarlah kita memiliki kebijaksanaan untuk melihat hal ini.
5).
Selanjutnya kita akan melihat bahwa pemikiran sorgawi ini akan menolong dan mengangkat
kita mengatasi kehidupan yang tidak mudah dan memberikan kekuatan yang dibutuhkan
untuk bersabar dalam kehidupan didunia ini sampai tiba waktunya Allah
membawa kita kembali ke sorga. Didalam dunia ini banyak orang yang susah
dan memiliki banyak masalah tanpa terkecuali orang yang mempunyai
materi. Sehingga orang baru dapat menerima seluruh realita hidup yang berdosa
ini jika ia memiliki satu pengharapan akan mendapatkan sesuatu yang lebih
indah. Terkadang didalam kekurangan orang justru itu menjadi suatu
kelebihan/ anugerah yang semua orang sebenarnya tidak mau tetapi
kemudian setelah menjalaninya ia baru menyadari bahwa itu anugerah
Tuhan.
Orang
yang tidak mempersiapkan dan memikirkan kematian, saya pikir adalah orang
yang tidak siap hidup. Dengan pemahaman mengenai realita kefanaan, pencarian
mengenai makna kehidupan dan harapan dari Tuhan akan memberikan kepada
kita suatu sikap dimensi hidup dan satu standar hidup yang akan menjadikan
kita manusia sesungguhnya (Mzm 8). Biarlah kita tidak melupakan akan
panggilan sorgawi, harapan sorga supaya kita tahu hidup yang bijaksana menganggap
rendah apa yang memang sepele dan mementingkan apa yang memang bersifat
kekal. Biarlah saat ini kita meresponi dan bertekad memperbaharui
hidup sesuai dengan apa yang telah diajarkan Roh Kudus melalui firman yang disampaikan
hambaNya. Amin.?
(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)