Ringkasan Khotbah : 02 April 2000
BE
THE IMITATOR OF GOD
Pengkhotbah :
Rev. Sutjipto Subeno
Saudara,
minggu lalu kita telah melihat kaitan antara Ef 4 hingga Ef 6:10 yang
membicarakan tentang bagaimana hidup Kristen harus berubah sesuai dengan
apa yang diajarkan didalam kebenaran firman Tuhan. Maka ketika kita mendapat
pengajaran menjadi anak-anak Tuhan, kita diubah bukan karena diharuskan dari
luar tetapi karena roh pikiran kita diubah oleh Tuhan dengan kebenaran dan
kekudusan yang sesungguhnya (Ef 4:17). Kita diubah oleh Tuhan supaya boleh
menjadi anak-anak Allah yang kekasih dan mencitrakan citra Allah. Sehingga
kita tidak boleh sampai salah mengerti antara hakekat anak yang sesungguhnya
dengan pengertian anak secara perluasannya. Anak-anak Allah adalah anak-anak
yang menampilkan dan menghidupkan apa yang diinginkan oleh BapaNya
sehingga apa yang dinyatakan, itu merupakan seluruh identitas kebijakan/
kebajikan yang mungkin ditunjukkan dan dinyatakan di tengah dunia. Inilah yang
ditekankan oleh Paulus.
Ketika
dikatakan, seperti anak-anak yang kekasih maka kita seharusnya hidup didalam kasih.
Kekristenan dikatakan sebagai agama kasih karena istilah inilah yang menjadi
inti ajaran iman Kristen. Kita seringkali salah mengerti dengan menganggap bahwa
kitalah yang dapat mencintai dan mengasihi, padahal kita bukan merupakan
sumber kasih tetapi hanya sebagai pemilik kasih secara turunan yang turun
dari sumber kasih, sehingga kalau kita melepaskan relasi dari
sumber tersebut maka kita akan mengalami kekacauan. Dan ketika
manusia jatuh kedalam dosa, dunia menjadi loveness/ketidakdaan
kasih/kehilangan cinta kasih yang sesungguhnya karena mengalami destruksi
sehingga tidak mampu lagi mengimplementasikan kasih. Itulah yang
menjadi alasan dimana kalau kita memperhatikan dalam Yoh 13:34-35
Kristus mulai memberikan perintah baru kepada 11 muridNya: “…, supaya kamu
saling mengasihi; …, dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah
murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” Kalimat ini menunjukkan
bahwa ketika kita dapat mengasihi seperti apa yang Tuhan tuntutkan, itu bukan
sekedar kasih biasa tetapi ada satu kriteria kasih yang begitu unik yang membuat
orang tahu bahwa kita adalah murid Kristus dan dengan demikian berhak disebut
sebagai perintah baru. Perintah ini senada dengan apa yang diungkapkan
dalam Ef 5 dimana dikatakan: “…, sebagaimana Kristus Yesus juga telah
mengasihi kamu dan telah menyerahkan diriNya untuk kita sebagai persembahan
dan korban yang harum bagi Allah.” Cinta kasih yang disodorkan di tengah dunia
bukan lagi cinta kasih yang sesungguhnya, yang Tuhan inginkan. Disini kita
melihat Paulus sangat berhati-hati ketika ia mengatakan hiduplah didalam
kasih, kalimat itu tidak hanya berhenti sampai disitu tetapi dilanjutkan,
‘sebagaimana Kristus Yesus mengasihi kamu.’ Hal itu sangat berpusat
kepada Kristus, sehingga ketika kita mengasihi, hendaklah itu seperti
cinta Kristus terhadap kita.
Kalau
kita mempelajari surat Efesus, pasal 1-3 merupakan doktrin Kristen yang begitu
solid dan kemudian 4-6 merupakan implementasi praktisnya, bagaimana kita
menjalankan hidup saya sesuai dengan ajaran yang diajarkan. Tetapi Martin
Llyord John kemudian mensinyalir adanya ketegangan karena salah mengerti
konsep ini sehingga seolah-olah iman Kristen terpisah menjadi dua bagian yang
tidak terkait satu sama lain. Ini merupakan satu sikap yang sangat berbahaya!
Ia mengatakan bahwa ketika kita menjalankan hidup praktis Kristen maka
kita tidak dapat lepas daripada doktrin yang telah diajarkan, demikian
pula sebaliknya. Maka dalam ayat ini dikatakan bahwa waktu kita
menjalankan kasih kuncinya adalah bagaimana Kristologi (prinsip bagaimana
Kristus mencintai kita, penebusan Kristus menjadi dasar daripada
implementasi kasih yang sesungguhnya). Ia mengkritik keras satu konsep yang
mengatakan bahwa para pendeta atau gereja tidak perlu belajar doktrin.
Disini dapat dibayangkan kasih macam apakah yang dapat kita lakukan jikalau
demikian? Saya tidak kaget kalau kemudian istilah yang seharusnya indah:
‘The Children of God’ justru menjadi tempat dimana implementasi anak-anak
Allah menjadi begitu rusak dan konyol.
Sehingga
disini Paulus dengan tegas langsung mengkontraskan dengan: “Tetapi percabulan
dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun jangan diantara kamu,
sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus.” Kata percabulan yang
ditulis didalam ayat ini merupakan kata ‘porno’ (Yunani: porneia). Paulus
melihat bahwa jikalau kita menjalankan kasih terlepas daripada prinsip
kebenaran Kristen dan tidak kembali pada sumber yang sejati maka akhirnya
kasih itu akan berubah menjadi kasih yang bersifat rendah, kecemaran dan ingin
menarik keuntungan secara tamak dari orang lain. Dan justru sekarang dimana
dunia dikatakan semakin maju, moralitas masyarakatnya justru semakin rusak.
Bisnis terbesar di internet sekarang justru pornografi (sarana menjual
pornografi) sehingga menghasilkan mafia-mafia yang mengumpulkan
milyartan dollar untuk bisnis tersebut, dan semua itu dengan slogan
“Love.” Bagaimana kita mengimplementasikan kasih yang sesungguhnya
didalam kekristenan? Ini perlu kita perhatikan kembali! Seharusnya implementasi
teknologi yang terbaik ada ditangan gereja dan kita memakai sarana-sarana
teknologi yang terbaik untuk kemajuan seluruh pelayanan penginjilan demi kemuliaan
Allah.
Ketika
ia mengatakan, “Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut
sajapun jangan diantara kamu,” ini merupakan satu hal yang begitu unik.
Kekristenan diajar untuk mengimplementasikan cinta kasih yang dimodelkan dan
diturunkan berdasarkan doktrin penebusan Kristus. Sehingga kasih kita harus
merupakan kasih yang direlasikan kembali dengan sumber kasih yaitu Tuhan Allah
sendiri yang boleh menjadi contoh kasih yang sesungguhnya. Dengan
demikian, kasih itu dapat diimplementasikan secara tepat karena kasih itu
dijalankan menurut teladan Kristus. Kalau kita memisahkan antara cinta
terhadap Tuhan dengan terhadap sesama maka akibatnya orang Kristen seolah-olah
hanya menutup kasih yang digambarkan sebagai penebusan Kristus hanya didalam
kasih antara saya dengan Allah. Dunia ini sedang dijebak dengan jiwa nafsu,
semangat sifat cemar dan tidak beres yang begitu rusak sehingga itu akan
mendatangkan satu manipulasi yang begitu tamak didalam pikiran yang kotor, cabul
dan porno. Sehingga saya dapat membayangkan betapa khawatirnya kalau kita
mempunyai anak perempuan yang bersekolah di luar negeri karena
pencemarannya begitu mengerikan. Disini justru Alkitab keras sekali membicarakan
tentang relasi cinta yang digambarkan satu-persatu oleh Paulus didalam hubungan
setiap manusia, khususnya termasuk didalam keluarga. Bahkan disitu digambarkan
seperti hubungan antara Kristus dengan jemaat, dimana hubungan itu sebagai
satu model bagaimana Kristus berelasi dengan jemaat (Ef 5).
Waktu
kita melihat hal seperti ini, ternyata kita harus kembali kepada model yang sesungguhnya
yaitu penebusan Kristus yang boleh menjadi model cinta kita di semua bidang.
Setiap saat dunia kita semakin dihancurkan dan kalau kita tidak
berhati-hati maka kitapun menjadi korban. Dalam Amsal 5 dikatakan,
“…, kalau daging dana tubuhmu habis binasa, …, ah, mengapa aku benci
kepada didikan, dan hatiku menolak teguran.” Tetapi seringkali kalimat itu
muncul ketika kita sudah terlambat, dengan air mata dan kehancuran
yang kita alami. Amsal 5 memberi peringatan yang begitu keras dan tajam
untuk masalah seperti ini tetapi seringkali manusia tidak mau belajar dari
sejarah. Terlalu banyak contoh didalam film dimana orang yang jahat dan
mafia hancur serta rusak hidupnya, tetapi hal ini tidak menjadi
berkurang tetapi justru bertambah dan manusia mengulang hal yang sama dengan
apa yang pernah dillihatnya. Itulah realita! Sehingga kita baru berubah kalau
esensi cinta yang sesungguhnya diubah dari akar permasalahan dibawahnya.
Saya rindu hal ini boleh terjadi di tengah kita yaitu melihat Tuhan sebagai
model.
Format
penebusan Kristus didalam ayat ini menggunakan dua format bersamaan yang
digambarkan dengan indah sekali. Yaitu bagaimana Kristus telah menyerahkan
dirinya menjadi persembahan dan korban yang harum. Istilah ‘persembahan’
dan ‘korban yang harum’ merupakan dua istilah yang berbeda. Sehingga
didalam Perjanjian Lama (Imamat) terdapat 5 macam korban yang harus
dijalankan dimana ada yang bersifat dari tanaman (hasil kerja) dan juga
ada yang berupa darah (binatang yang dipotong dan dibakar dihadapan
Tuhan). Persembahan disini disebut lebih dahulu, menggambarkan satu ungkapan
bahwa saya sudah menerima dari Tuhan dan kemudian saya harus mengembalikannya
kepada Tuhan atau sebagai hasil pertama dari pekerjaan Tuhan). Orang
Yahudi sangat ketat memperhatikan hal ini dimana pertama kali menanam pohon
maka hasil pertama daripada kebun itu 100% dipersembahkan untuk
Tuhan dan setiap panen berikutnya mereka menyisihkan 10% unutk dipersembahkan.
Hal ini banyak dilakukan sekarang oleh anak-anak muda dimana upah
kerja mereka yang pertama dipersembahkan semua bagi pekerjaan Tuhan. Sehingga
gambaran persembahan seperti ini menjadi satu ucapan syukur dan kesadarn
bahwa apa yang ada ditangan kita itu bukan milik kita tetapi merupakan berkat
turunan dari Tuhan kepada kita. Dan konsep kita mencintai juga harus sama
dengan persembahan, yaitu bagaimana kita sudah menerima itu dari Tuhan dan
harus dipersembahkan kembali bagi Tuhan. Disitu kesadaran bahwa kita
dapat mengasihi karena Tuhan sudah memberikan kasih itu kepada kita.
2).
Gambaran daripada korban yang harum, satu persembahan darah meupakan tanda
bahwa kita orang berdosa yang kemudian harus mengakui dosa kita dan mencapai
satu penebusan melalui persembahan korban yang digantikan diatas mezbah.
Ketika binatang itu dipersembahkan maka persembahan itu harus kembali
keatas sebagai satu bau-bauan yang harum dihadapan Allah. Yang
diutamakan disini bukanlah jenis korbannya (Yahudi: ada beberapa jenis korban
dimana yang paling miskin dapat memberi burung tekukur, dan yang lain
dapat memberi kambing/domba, sedangkan yang kaya mempersembahkan lembu).
tetapi apakah persembahan itu naik kembali pada Tuhan atau tidak. Dan itu yang
digambarkan didalam relasi hubugan antara kain dan habil dalam memberikan
persembahan. Apakah persembahan itu berkenan menjadi dupa yang harum dihadapan
Tuhan. Sehingga ini yang menjadi persoalan ketika kita membaca nabi-nabi
kecil dimana Tuhan marah sekali dan mengatakan, bahwa mereka silakan mempersembahkan
korban tetapi Ia muak melihat persembahan itu karena mereka tidak taat
kepadaNya. Artinya mereka menjalankan secara ritual persembahan korban
dan ketika itu hati mereka tidak didalam persembahan, dan itu tidak ada
artinya sama sekali. Penebusan Kristus adalah mengenapi seluruh
ketotalitasan persembahan yang menjadi dupa harum dihadapan Allah. Inilah yang
ingin digambarkan menjadi satu model turunan cinta kasih bagaimana kita
mempraktekkan kasih di tengah dunia. Dan waktu kita mencintai, mempraktekkan
kasih yang menjadi kunci batasannya adalah apakah kasih kita menjadi
satu dupa persembahan yang harum dihadapan Allah atau didalam seluruh
relasi itu apakah Tuhan berkenan dengan implementasi kasih yang kita jalankan.
Ini menjadi pertanyaan dalam hidup kita! Apa artinya kita menjalankan cinta
kasih kalau itu akhirnya berlawanan dengan kehendak Allah yang adalah kasih,
maka bukankah sebenarnya kasih kita bukan kasih? Saya rindu kita hari ini mulai
belajar menguji kembali diri kita, apakah sebenarnya selama ini kita telah
mengerti konsep kasih yang sebenarnya dan kasih seperti apa yang sedang kita
implementasikan. Kiranya ini boleh menguatkan kita. Amin.?
(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh
pengkhotbah)