Ringkasan Khotbah : 30 April 2000

DINAMIKA IMAN YUSUF 

Nats : Kej 37:4;8;11 40:15; 41:50-52; 45:8; 50:20

Pengkhotbah : Ev. Thomy J. Matakupan

Hari ini kita akan mencoba menelusuri hidup Yusuf dan memperlajari bagaimana dina­mika iman yang Yusuf lewati bersama dengan Tuhan. Beberapa waktu yang lalu saya membaca se­­buah cerita tentang kesaksian seorang yang menjadi ketua dari sebuah panti asuhan. Orang itu  men­­ceritakan bagaimana suatu kali persediaan makanan mereka mulai habis. Maka akhirnya me­re­ka bersama-sama berdoa, minta tolong Tuhan menyediakannya, namun hingga esok paginya ke­­tika jam makan anak-anak tersebut tiba, ma­kanan itu belum tersedia. Ketua panti asuhan ter­se­but begitu yakin bahwa makanan tersebut pasti datang, dan memang pada akhirnya ada sebuah mo­bil box besar yang penuh berisi roti datang sehingga mereka dapat makan dengan kenyang.

Itu merupakan salah satu contoh yang bersifat spektakuler, bagaimana pertolongan Tuhan datang disaat semua kemungkinan sudah tertutup. Mungkin orang lain menganggap bah­wa orang itu dapat melakukannya karena dia raksasa iman atau pengalaman imannya ba­gus se­kali. Dan mungkin kita tidak akan pernah mempunyai pengalaman semacam itu, tetapi paling ti­dak se­tiap orang percaya pasti pernah mengalami suatu pengalaman iman sekalipun tidak spek­ta­kuler sifatnya. Dari ayat-ayat diatas kita melihat bahwa Yusuf tidak pernah bermimpi akan me­nga­­­lami keadaan seperti difitnah oleh istri Potifar, dimasukkan dalam penjara dan banyak hal lain yang ti­dak enak se­­panjang hidupnya. Diawal dari hidup Yusuf kita melihat bahwa saudara-sau­da­ra­­nya merasa ia tidak tahu diri, sebab dari mimpi-mimpinya, mereka merasakan harus tunduk dan ta­at kepadanya. Selanjutnya, pengalaman se­perti itu mulai menimbulkan rasa tidak suka dalam diri saudara Yusuf sehingga mereka mulai merencanakan menjual Yusuf. Disitulah awal dari di­mu­­lainya pengalaman hidup Yusuf ber­sama Tuhan didalam iman yang tidak dapat dijelaskan se­ca­ra logika.

Selanjutnya kita akan mencoba menelusuri lebih jauh kedalam pengalaman hidup iman Yusuf. 1). Iman tidak mungkin dapat di­ma­­nipulasi. Mungkin ada seseorang yang seolah-olah telah menye­rah­­kan hidupnya secara penuh pada Tuhan namun ternyata ia mempunyai cu­kup banyak rupiah sehingga sebenarnya hal itu tidak menjadi masa­lah. Ini merupakan satu con­toh ba­gai­mana iman coba untuk dimanipulasi. Padahal kalau kita mencoba memperlajari pe­nga­lam­an tokoh-to­koh Alkitab, mereka tidak mengetahui masa depan me­re­ka namun mereka mau taat me­lang­kah. Kita per­lu be­lajar jujur terhadap hal ini! Didalam seluruh prinsip Alkitab, kita me­lihat bahwa iman orang Kristen seharusnya menjadi satu iman yang te­rus-menerus mempunyai dinamika di­dalam usa­­ha me­ngerti ba­gaimana rencana dan kehendak Tuhan di­genapi didalam dirinya. Wapadalah ji­ka kita merasa bahwa iman kita baik-baik saja karena mungkin sekali itu me­ru­pakan satu tanda bah­­­wa hidup iman kita sedang berjalan sangat lambat. Karena sebenarnya ke­tika seseorang mu­lai percaya ma­ka hidup imannya tidak mungkin berhenti sebab Tuhan sedang menggarap suatu pekerjaan da­lam diri orang ter­sebut (manakah yang menjadi kehen­dak­Nya, dsb.), se­hingga orang ter­sebut da­pat memahami jalan Tuhan. Ketika percaya, kita tidak se­ca­ra langsung dapat mengerti ren­cana dan pimpinan Tuhan tetapi secara bertahap Ia terus-me­ne­rus menger­ja­kan­nya didalam hi­dup kita. Tuhan selalu si­buk dengan orang-orang yang menjadi umat te­busan­Nya karena Ia mau pe­nge­­napan rencanaNya sehingga mereka dapat menjadi umat yang serupa dengan diriNya.

2). Iman yang sejati tidak dapat diukur dengan kelas-kelas tertentu. Yusuf tidak pernah ber­pikir bahwa hidup imannya akan menjadi catatan dalam Alkitab, tetapi satu hal yang ia lihat adalah bahwa Tuhan mengijinkan catatan itu ada supaya kita boleh belajar darinya. Bagaimana dengan hidup iman kita? Bagaimana halnya de­ngan seorang pendeta yang ketika mendoakan orang sakit selalu berhasil sembuh sedangkan ketika saya mencoba mendoakan maka justru orangnya meninggal? Iman bukan diukur dari ha­sil yang spektakuler yang terjadi tetapi dari se­be­­­rapa berani orang melangkah, melihat bahwa janji Tuhan itu benar maka disanalah kita melihat pe­­­­ngalaman hidup iman itu menjadi suatu hal yang riil terjadi. Iman yang sejati adalah iman yang ber­gantung sepenuhnya pada janji Tuhan didalam firmanNya. Sebelum kisah ini dicatatat, sangat mungkin sekali Yusuf tidak pernah berpikir bahwa ia akan menjadi con­toh iman yang sangat in­dah bagi kita. Dan mungkin ia me­nga­lami pergumulan pengalaman iman yang sama dengan sau­dara, saya dan bahkan mungkin para murid Yesus. Satu kalimat yang membuat saya tertegun ada­lah ke­tika dikatakan, bah­wa setelah pe­ristiwa Yesus bangkit, maka Yesus menjumpai para mu­rid kembali di danau Galilea. Me­reka me­ngalami pengalaman iman yang sama seperti ketika per­tama kali me­reka dipanggil. Se­­pertinya Tuhan sedang menguji kembali bahwa mereka di­pang­gil dengan pe­ngalaman yang sa­­ma dan melalui itu Ia ingin mengingatkan bahwa Ialah Yesus. Sehingga dikatakan bah­­wa sambil makan mereka tidak berani menanyakan siapakah Dia ka­re­­na me­reka tahu bahwa Ia adalah Tuhan. Dengan kata lain mereka me­nga­lami pergumulan iman yang sama, dimana mereka bergumul untuk mengerti siapakah Tuhan Yesus itu dan bagaimana me­ngerti cara kerja Tuhan. Iman di­ukur dari se­berapa berani dan percayanya kita bahwa Ia akan me­ngenapi janjinya.

3). Dinamika iman yang sejati adalah dinamika iman yang mengenapkan rencana Allah dalam hidup kita masing-masing. Dimulai dari seorang anak yang dijual menjadi budak dan se­lanjutnya diangkat menjadi tuan atas seluruh rumah Potifar. Selanjutnya, karena ia tetap me­mi­lih mempertahankan kekudusannya maka ia harus membayar mahal dengan masuk dalam pen­ja­ra. Dan kemudian ia menjadi orang kepercayaan kepala penjara Hal demikian itu terus-menerus ter­­jadi. Itu sebabnya saya berani mengatakan bahwa Yusuf mempunyai seribu satu alasan yang cu­­­­kup untuk bertanya pada Tuhan. Tetapi disitu kita lihat bahwa Yusuf belajar mengerti semua yang ia alami sehingga akhirnya dinamika hidup iman dan pengerjaan pengenapan rencana Allah ha­rus berkaitan de­­ngan hal itu. Mungkin banyak dari kita yang merasa sulit menangkap apa yang men­jadi rencana Allah dalam diri kita sehingga kita lebih cepat protes terhadap Tuhan, namun se­be­lum kita marah, sebaiknya kita diam dan bertanya dalam hati kita, apakah kita layak marah ka­re­na tidak mengerti jan­ji Tuhan. Rencana Tuhan tidak selalu membawa kita pada suasana yang ber­sinar terang dan harum semerbak bak bunga di­pa­dang. Tetapi rencana Tuhan terhadap Yusuf jus­­tru awan kelabu dan lembah bayang-bayang maut. Itulah sebabnya dalam 1 Petrus dikatakan bah­wa apabila kita harus berdukacita oleh berbagai pencobaan, itu semua adalah untuk mem­buk­tikan kemurnian iman kita. Jikalau orang menolak hak menderita bagi Tuhan ma­ka ia sedang meng­hina rencana Tuhan dalam hidupnya dan ia menggagalkan satu berkat besar yang mungkin ter­jadi dalam hidupnya, yaitu bagaimana melihat kekuatan Tuhan didalam hidup orang itu.

Jikalau ketika kita telah berani melangkah, percaya terhadap janji Tuhan namun se­olah doa kita tidak dijawabNya (membawa kita kepada bayang-bayang kekelaman) sehingga kita me­rasa bahwa tangan Tuhan sepertinya tidak memimpin kita, janganlah lupa bahwa dalam sa­at se­perti inipun Tuhan tetap memberi kekuatan kepada kita. Sama seperti ketika kita melihat per­gu­mul­an Kristus dalam taman Getsemani, maka disana kita melihat bagaimana pergumulan se­orang anak manusia yang mau tunduk dalam rencana Bapa. Berkali-kali Ia berdoa supaya se­kira­nya mungkin cawan itu lalu daripadaNya, namun Alkitab mencatat bahwa Bapa menjawab doa ter­­sebut dengan cara Ia harus tetap meminum cawan pahit tersebut. Sepertinya saat itu Bapa me­le­pas­­kan Kristus begitu saja, tetapi justru di dalam kondisi semacam itulah Malaikat datang dan memberikan ke­kuatan kepadaNya. Ini merupakan hal yang tidak boleh kita abaikan! Sering­kali ketika kon­disi kita sedang berhasil maka kita begitu mengucap syukur dan me­rasa Tuhan mem­berkati kita sehingga kita dengan senangnya mau menjadi saksinya. Tetapi bagaimana jika kita berada dalam kondisi menderita? Jangan lupa bahwa dalam kondisi tersebut, didalam pe­nger­tian kita akan rencana Tuhan, kekuatan daripada Tuhan tetap akan menopang hidup kita. Allah yang membawa kita pada pengalaman dinamika iman adalah Allah yang mengenapkan ren­cana dalam hidup kita. Dia serius menata satu demi satu sehingga akhirnya menuju pada satu ke­indahan citra Kristus yang muncul didalam hidup kita masing-masing.

4). Iman yang sejati membawa kita pada pengetahuan yang riil bahwa Kristus sungguh hidup. Didalam pengalaman pelayanan yang ada, saya kerap kali melihat betapa banyak ke­sak­si­an yang disampaikan diatas mimbar, yang bercerita tentang bagaimana Tuhan langsung menja­wab doa-doa mereka, namun disitu kita tidak dapat melihat proses bagaimana seseorang mele­wati satu kesulitan. Karena justru ketika kita dapat melihat proses bagaimana seorang anak Tuhan yang mungkin pernah mengalami suatu kegagalan atau kejatuhan, maka kita dapat me­lihat bahwa akhirnya mereka dapat berhasil menjadi seorang pemenang. Ke­sak­si­an semacam itu ha­rus kita dengar dan perhatikan baik-baik bah­wa Tuhan sedang mengerjakan se­suatu dalam diri orang ter­sebut. Itu sebab didalam catatan ak­hir daripada seluruh hidup Yusuf kita me­lihat suatu pe­­nga­­ku­an iman yang sangat bersifat po­sitif. “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat ter­­hadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan se­­perti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.” Iman yang dinamis adalah iman yang melewati pergumulan ber­sama Allah, se­hing­ga orang itu mengerti de­ngan je­las bahwa Allah itu benar-benar hidup. Saya tidak ta­hu be­ra­pa banyak pe­nga­laman hdiup iman kita masing-masing, namun satu hal, jikalau pengalaman hidup itu tidak me­nam­bah pe­nger­ti­an kita akan Allah yang hidup maka mungkin sekali itu bukan pe­nga­lam­an iman yang sejati. Hi­dup iman yang sejati selalu mem­bawa kita pada pe­nambahan pengertian bahwa Ia sungguh hidup. Allah tidak pernah bekerja tan­pa tujuan tertentu! Didalam koor la­gu Kristus hidup (dalam bahasa Inggris) dikatakan dalam bait ter­ak­hirnya: “Kau tanya bukti Dia hidup, Dia hidup dalamku.” Jika kau menanyakan bukti Dia hidup maka kitalah se­bagai saksi yang hidup, bahwa Ia sungguh hidup didalam hidup kita, se­hingga hidupNya meng­hidupi hidup kita. Inilah pengakuan iman Kristen!

Mari kita kembali melihat, pengalaman hidup iman macam apakah yang kita lewati. Tuhan mau supaya kita mempunyai pengalaman hidup bersama dengan Dia, yaitu satu pe­nga­laman hidup yang sejati, pengalaman hidup yang mempunyai kualitas dimana setiap kali melewati ma­sa susah maupun senang tidak akan pernah tergeser. Sehingga kita boleh berkata bahwa Tuhan, sungguh Ia hidup dan sedang sibuk dengan kita saat ini. Supaya Tuhan menolong kita untuk tidak mudah mengeluarkan kalimat yang mengungkapkan kekecewaan dan menolong kita untuk memahami akan hal ini secara tuntas. Saya berdoa dan berharap, kiranya firman Tuhan hari ini boleh menolong kita memahami dinamika iman yang akan kita lewati tiap-tiap kali ber­sama dengan Tuhan secara pribadi, Ia tidak pernah salah dan Ia sedang sibuk dengan saudara. Amin.?

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)