Ringkasan Khotbah : 07 Mei 2000
KATA-KATA HAMPA
Pengkhotbah :
Rev. Sutjipto Subeno
Dalam
firman Tuhan tiga minggu yang lalu kita telah membicarakan tentang bagaimana
Paulus memperingatkan jemaat di Efesus terhadap rupa-rupa kecemaran yang terjadi
disekeliling mereka. Karena dalam firman Allah dikatakan bahwa tidak ada
orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala,
yang mendapat bagian didalam Kerajaan Kristus dan Allah. Dan hari ini, dibagian
selanjutnya Paulus bukan sekedar membicarakan tentang aspek percabulan saja
tetapi ia juga membicarakan tentang aspek yang kedua yaitu didalam ayat 6:
“Janganlah kamu disesatkan orang dengan kata-kata hampa, karena hal-hal
yang demikian, mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka.”
Kita
dapat mengerti jika Tuhan tidak suka akan percabulan dan rupa-rupa kecemaran karena
itu berarti aspek moralitas telah rusak luar biasa. Namun mengapa didalam aspek
berkata-kata hampa juga mendapatkan penekanan, bahkan selanjutnya ia
menambahkan kata yang sangat keras, “Karena hal-hal yang
demikian mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka. Sebab itu
janganlah kamu berkawan dengan mereka.” Disini kita harus membedakan mana yang
dimaksud berkata hampa dengan yang tidak berkata hampa karena saat ini kita
sedang diperhadapkan pada satu situasi yang begitu merelakan diri untuk
masuk didalam begitu banyak tipuan abad 20 ini. Kalau didalam abad
pertama kota Efesus hal tersebut menjadi satu pola lokal dari kota
metropolitan maka di abad 20, format ini sudah menjadi format global yang
dipelopori oleh yang kita kenal dengan Era Hermeneutika Post Modern
(plesetan/ language game). Dan hal ini bahkan telah menjadi satu format yang
umum dalam negara kita. Sehingga seberapa seriusnyakah hal ini telah
mempengaruhi kita?
Di
dalam format Modernisme, setiap bahasa harus mengandung makna. Artinya, bahwa
setiap apa yang saya sampaikan, baik melalui bahasa tertulis maupun lisan itu
harus benar-benar dapat saudara mengerti secara tepat seperti apa yang
saya pikirkan. Karena mereka percaya bahwa bahasa adalah pembawa komunikasi,
makna serta penyalur dari berita yang akurat dan tepat kepada orang
lain. Namun Post modern yang mulai berkembang didalam pertengahan abad
20 ini mulai mendobrak konsep tersebut. Dalam Linguistik Analysis,
mereka memberikan beberapa tesis kontra yang berasumsi bahwa bahasa tidak
mampu membawa makna karena makna lebih besar dari bahasa (muncul istilah metafora).
Bahasa hanya merupakan simbol dari makna dan bukannya makna itu
sendiri, dan ketika ia hanya merupakan simbol maka itu harus diinterpretasikan,
dikenal dengan istilah hermeneutika/penafsiran didalam format filosofi, bukan
dalam format agama. Ketika bahasa dimengerti sebagai symbol dari makna kata
dan bukannya makna itu sendiri, maka akhirnya bahasa itu dapat bermakna luas
dan akhirnya bergantung pada setiap penafsir dan dapat bermakna lebih dari
satu. Disinilah yang akhirnya menyebabkan munculnya apa yang kita kenal
dengan empty words (kalimat-kalimat kosong) yang menyebabkan melesetnya
makna bahasa yang dituntut. Hermeneutika Post Modern bukanlah
hermeneutika didalam iman Kristen. Disini banyak pendeta yang terjebak
karena menganggap semua hermeneutik berasal dari Kekristenan.
Sebagai
orang Kristen kita tidak dapat menerima konsep seperti ini, karena tidak ada
kekonsitenan dalam Post Modern. Ketika kita masuk didalam permainan bahasa
sebenarnya ada satu hal serius yang terjadi yaitu ketidakmampuan kita
untuk mengatasi satu kesulitan yang begitu besar. Di jaman Efesus, language game
versi dari filsafat Yunani kuno dapat berkembang begitu besar karena didalamnya
terlalu banyak pola pikir yang sedang diterobos dan dipatahkan. Dalam kota
Efesus sendiri muncul yang disebut Efisien School (tokoh-tokoh filsafat
Efesus) yang begitu besar yang akhirnya membawa Efesus masuk kedalam satu
semangat yang disebut Acnostisism (satu konsep dimana seseorang berkata
bahwa tidak mungkin orang tahu kebenaran, sekalipun ada kebenaran yang
sejati namun kebenaran itu terlalu besar). Pola masuk dalam skeptik ini yang
membuat orang cuek, terserah ingin berbicara atau tidak dan akibatnya ketika
Paulus berbicara tentang Kristus secara serius, orang di Efesus menganggap bahwa
Paulus sedang omong kosong seperti kebiaasaan mereka. Ketika kita sadar akan
esensi ini maka kita dapat mengerti mengapa Paulus melihat hal ini sebagai
satu hal yang sangat serius. Omongan kosong keluar disaat kita berada didalam
satu tekanan serius dari satu masalah yang tidak mampu kita selesaikan. Terdapat
beberapa sikap yang dilakukan seseorang ketika orang tersebut sedang berada
dalam satu tekanan masalah: 1). Kita akan berjuang untuk menyelesaikan masalah
tersebut. 2). Sikap acuh tak acuh/ masa bodoh. 3). Melarikan diri. Seperti
orang yang sedang stress berat maka ia akan menertawakan segala sesuatu, baik
masalahnya, dirinya, lingkungan, termasuk ia akan nertawakan Tuhan. Jika
di kota Efesus hanya merupakan format lokal maka masalah seperti ini, hari
ini sudah menjadi format global. Situasi permainan ini terjadi karena manusia
sedang berada dalam tekanan serius dalam hidupnya yang akhirnya membuat dia
mengeluarkan segala uneg-uneg/ kata-kata yang tidak ia perdulikan lagi.
Inilah yang sekarang disebut sebagai Era Postmodernis. Akibatnya bahasa menjadi
satu alat yang mempermainkan makna dan semua kebenaran. Hari ini kalau saudara
melihat ditengah terjepitnya situasi negara kita maka cara tersebut yang
dipakai, dan rupanya itu cukup sukses. Disini kita akhirnya dibingungkan antara
bercanda atau serius dan akhirnya kita tidak dapat lagi memegang semuanya.
Saudara dapat mengerti berapa sulitnya orang-orang yang hidup didalam
tekanan situasi abad 20 sehingga kita tidak terkejut kalau akhirnya Postmodern
dapat diterima dengan mudahnya. Permainan-permainan seperti ini begitu
nikmat kita nikmati dan seolah-olah dengan begitu kita dapat lepas dari semua
pertanggungjawaban kita.
Disini
ada beberapa alasan mengapa Tuhan marah terhadap omong kosong ini, yaitu: 1).
Empty words is disify (menyesatkan/menipu). Ketika kita mengucapkan kata-kata
tersebut maka itu bukanlah ansih. Disini perlu dibedakan mana yang dapat
dikatakan terlalu serius dengan kalimat kosong. Ketika kita mengungkapkan
kata-kata yang kosong, sebenarnya dibelakang kekosongan itu kita sedang
membicarakan sesuatu yang meleset dari pengertian utama. Kita sebenarnya
sedang memasukkan variabel-variabel untuk mempengaruhi orang lain dengan cara
berpikir kita. Berarti itu bukan kosong secara ansih/makna tetapi kosong
didalam tujuan dan motivasinya. Maka dalam Alkitab dikatakan bahwa
motivasinya menipu, tidak jujur dan tidak lurus didalam hidupnya. Didalam
sikapnya membuat kita tidak mau jujur dan berintegritas tegas sehingga akibatnya
kata-kata kita keluar dari jalur kebenaran. Ketika kita berbincang dan ikut
dalam format seperti itu maka itu akan menjadi pengaruh yang akan masuk
kedalam format kita. Oleh sebab itu Paulus dengan begitu tegas telah
memperingatkan kita supaya tidak dekat-dekat dengan orang seperti itu karena
pengaruhnya sangat berbahaya. Menjadikan kita tidak dapat lagi tegas dalam berbicara
dan mempunyai ambivalensi. Selalu mempunyai pola ambigo dan tidak pernah mempunyai
kejelasan dimana posisi kita. Tuhan sangat murka terhadap hal ini sehingga
dikatakan bahwa tidak ada tempat bagi orang-orang durhaka seperti ini karena
ini merupakan satu bibit yang akan membuat dunia kita tidak bertanggung jawab
dan terintegral didalam pikirannya.
2).
Ketika kita berbicara omong kosong, kalimat kita tidak dijaga dan akibatnya
menjadi meaningless dan bersifat destruktif terhadap orang lain. Kalimat
tersebut akan membawa orang berpikir keluar dari jalur yang seharusnya. Sebab
jika saya mengucapkan dengan plesetan maka orang yang seharusnya mengerti A jadi
meleset ke B dan mungkin berpikir ke C, dan seterusnya semakin menyimpang.
Akhirnya semua itu membuat pikiran kita kotor dan rusak. Pengaruh itu sangat
berbahaya dan begitu besar terjadi karena manusia mempunyai kekuatan adaptasi
yang sangat besar sekali. Mari kita mulai sadar bahwa semua itu mempunyai
pengaruh yang besar dalam hidup kita. Karena waktu itu kita masuk kedalam satu
kondisi negatif, dimana kita hilang dari kebenaran yang sejati maka akibatnya
kita tidak tahu lagi mana yang benar dan mana yang salah. Kita tidak berani
bicara sesuatu secara tegas dalam kemutlakan Tuhan dan akibatnya menjadi
relatif dan Tuhan yang menjadi kemutlakan kita singkirkan. Disitu sifat dan
integriti yang menjadi sifat dasar Allah dipermainkan oleh manusia.
3).
Kalimat-kalimat kosong justru seringkali muncul ketika kita sedang tidak puas,
kecewa dan marah luar biasa. Kalimat yang sebenarnya ingin memberontak
terhadap Tuhan, kebenaranNya dan seluruh asumsi dari apa yang Tuhan
inginkan. Waktu kita sedang berpikir secara serius, maka kalimat yang keluar
adalah kalimat yang tegas karena kita sedang memikirkan sesuatu. Tetapi
justru dikala kita sedang dalam keadaan tidak serius atau menghadapi masalah
yang berat maka kalimat yang keluar tidak terkontrol lagi. Setiap kata-kata
seperti ini se-lalu muncul dan menjadi satu jiwa pemberontakan tidak puas
terhadap keadaan, realita, situasi, orang bahkan Tuhan. Kita bukannya
menggumulkan dan menyelesaikan di hadapan Tuhan karena ini sebenarnya
menjadi ekspresi daripada kesombongan jiwa yang merasa bahwa ia harus mampu menyelesaikan
dan hebat tetapi ketika akhirnya ia patah didalam situasi itu maka saat itu ia
kecewa kepada Tuhan karena asumsinya mengapa mereka tidak dapat tunduk
kepada apa yang ia inginkan. Jiwa pemberontakan ini membuat kita begitu jahat
dihadapan Tuhan.
Mari
kita mulai sadar, ketika kita mulai memikirkan hal ini, mengapa kita harus
masuk kedalam format itu kalau kita percaya Tuhan kita adalah tuahn yang
benar, yang memelihara kita dan kita dipimpin olehnya maka ketika itu kita dapat
mengerti realita yang kita alami, apa yang sedang kita hadapi dan kita tunduk
menanti apa yang Tuhan ingin kerjakan didalam diri kita. Kalau seperti itu maka
tidak seharusnya kita mengeluarkan kalimat kosong dan terjebak didalam
permainan-permainan bahasa, tetapi sebaliknya kita dapat menjadi berkat dengan
kalimat-kalimat yang bermakna dan berbobot yang dapat menguatkan orang lain.
Tuhan menginginkan setiap kita boleh dipakai sehingga di tengah dunia yang
kebingungan dengan kalimatnya, kita justru boleh mengeluarkan kalimat yang
paling tegas, tepat dan bermakna besar untuk disodorkan di tengah dunia. Dunia
sangat membutuhkan makna yang hilang daripadanya, ketika manusia sudah
kehilangan kemampuan untuk berpikir normal lagi. Saudara dan saya yang
seharusnya mampu memberikan pengaruh. Mungkin saat ini kita justru mengalami
banyak kesulitan karena lebih banyak dipengaruhi dunia. Tetapi biarlah setiap
kita mulai berubah, sekalipun kita mengalami kesulitan karean harus melawan
format dunia. Kita harus berbicara tegas, membicarakan prinsip kita dan
mengalahkan diri kita dengan tunduk pada Tuhan. Itulah kuncinya!
Tidak
ada kekuatan yang dapat membuat kita dapat jalan sendiri kecuali kita
kembali pada Tuhan. Mari kita balik pada firman, ditengah apa yang dianggap
tidak apa-apa ditengah dunia ini, kita mengkritisi dan hati-hati karena
dihadapan Tuhan itu menjadi hal yang sangat besar. Dengan demikian dunia
kita akan melihat satu konsep yang boleh dipaparkan dan dikembangkan serta mendatangkan
berkat, yang boleh menghibur dan menguatkan banyak orang. Disitu kalimat itu
akhirnya dapat menjadi buah yang berkembang. Mari kita berpikir seperti Tuhan
Yesus dimana setiap kali Ia berkata maka perkataan itu pasti mendatangkan
pembaharuan, perbaikan, pendobrakan dan hasil bagi orang lain karena
memiliki makna yang jelas. Biarlah ini menjadi contoh yang terbaik bagi kita.
Amin.?
(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)