Ringkasan Khotbah : 14 Mei 2000
MURKA
ALLAH ATAS ORANG DURHAKA
Pengkhotbah :
Rev. Sutjipto Subeno
Minggu
lalu kita sudah mencoba melihat hal ini dari sudut apa yang dikritik keras oleh
firman Tuhan khususnya Rasul Paulus. Sehingga kita boleh mengerti bahwa omong
kosong atau yang seringkali kita pikir sekedar basa-basi itu, sebenarnya dapat
mempengaruhi seseorang untuk menjadi acuh tak acuh terhadap kebenaran,
pragmatis dan menjadi sangat toleransi terhadap segala ketidakberesan dunia
dan akhirnya kita gagal untuk mengerti keketatan dan keakurasian kebenaran,
yang menjadikan kita jatuh dalam berbagai dosa. Kalimat seperti itulah yang
seringkali menjadi lubang dimana dosa masuk, setan bekerja dan akhirnya kita
dirusak oleh segala kuasa jahat daripada konsep dunia kita.
Dan
hari ini saya masih ingin melanjutkan pembahasan didalam ayat yang sama yaitu bagaimana
konsekuensi terhadap orang-orang yang berkata hampa begitu keras dikatakan didalam
ayat tersebut, bahwa “Karena hal-hal yang demikian mendatangkan murka Allah
atas orang-orang durhaka.” Kata murka Allah disitu bukan sekedar menggambarkan
marah yang biasa tetapi satu ‘murka’ atau kemarahan luar biasa yang
seringkali dalam PL digambarkan sebagai suatu ‘api’ yang membakar dan
langsung menghanguskan segala sesuatu. Kalimat tersebut sama keras seperti apa
yag diungkapkan didalam Rm 1:18, “Sebab murka Allah nyata dari sorga atas
segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang menindas kebenaran dengan
kelaliman.” Berarti gambaran ini ingin menunjukkan betapa Tuhan tidak
dapat menerima keadaan seperti itu dan penghukuman Tuhan yang keras akan tiba
pada mereka.
Ketika
kita akan masuk dalam pengertian ini, pertama-tama kita harus membereskan konsep
yang seringkali tidak terlalu kita suka jika kita harus membicarakan tentang
Allah yang murka. Banyak manusia yang tidak suka mendengar firman Tuhan
menegaskan bahwa Tuhan adalah Tuhan yang murka dan mempunyai keadilan yang
menghanguskan. Tetapi seharusnya mari kita mengevaluasi kembali bagaimana
seharusnya sikap kita terhadap berita ini. Seringkali kita terlalu pincang
mendengar berita yang seringkali hanya menjadi ekspresi keegoisan manusia. Bukan
tanpa dasar kalau kita tidak suka mendengar berita Allah yang murka karena itu
mendatangkan satu kesadaran bahwa manusia adalah manusia berdosa, dan
harus berhadapan dengan keadilan dan murka Allah. Tetapi sebaliknya jikalau
saudara hidup sebagai anak-anak Tuhan yang setia didalam kebenaran maka berita
ini seharusnya menjadi berita yang sangat menyukakan.
Di
Indonesia saat ini, salah satu pergumulan yang paling berat yang harus
pemerintah dan masyarakat hadapi adalah bagaimana mereka harus membereskan semua
ketidakberesan hukum yang terjadi di Indonesia, sebab itu sudah seperti kanker
yang sangat ganas. Tetapi itu tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi hal
tersebut sudah menjadi teriakan semua bangsa yang meneriakkan keadilan, namun
masing-masing membuat ketidakadilan. Sehignga akhirnya seluruhnya seperti
dua hal yang saling melawan namun sama-sama berbuat hal yang sama dan seharusnya
sama-sama menjadi objek keadilan dan murka Allah. Disini seharusnya jawaban yang
terbaik untuk menyelesaikan hal ini justru dengan kembali pada konsep murka
Allah terhadap orang berdosa. Sinners in the hands of an angry God (Orang
berdosa di tangan Allah yang murka) yang dikhotbahkan Jonathan Edward telah
mengoncang seluruh dunia dan mendatangkan kebangunan rohani yang besar
sekali di Amerika. Khotbah tersebut telah menyadarkan banyak orang bahwa
mereka adalah orang berdosa dan membutuhkan keselamatan dari Tuhan. Berita ini
merupakan berita center yang sangat penting yang sejajar dengan berita Tuhan
mengasihi kita. Tuhan murka dan Tuhan mengasihi merupakan dua keping yang tidak
dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Kita harus melihat dua hal ini secara
berpadanan sehingga orang akan dibawa mengerti esensi daripada karakter Allah
dan bagaimana tuntutanNya terhadap manusia. Maka di Alkitab berkali-kali
mengatakan bahwa murka Allah menjadi satu penekanan yang begitu keras mengimbangi
Allah yang mengasihi dan menebus kita.
Kalimat
“Hal-hal demikian mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka,” kalimat
ini sebenarnya memberikan satu gambaran orang-orang yang jiwanya selalu
memberontak terhadapTuhan. Kemarahan Allah datang kepada orang-orang yang
sengaja atau mempunyai kebiasaan menyeleweng dari jalur yang Allah tetapkan
dengan segala cara. Dalam terjemahan bahasa Inggris menggunakan: “Who is
disobedient” (ia yang tidak mau taat), namun istilah ini bukan sekedar tidak
mau taat dalam satu peristiwa tetapi digambarkan dalam terminologi (istilah
kata) disebut dengan tajam dan keras sebagai orang-orang durhaka (the sons of
disobedient). Seringkali kita tidak sadar bahwa hal tersebut mungkin juga
ditujukan bagi setiap manusia di dunia ini. Ketika kita melakukan sesuatu dan
kita anggap kita adalah orang yang baik maka pada saat itu seringkali kita
tidak sadar bahwa kita sebenarnya termasuk didalam golongan orang-orang durhaka
(sebagai contoh: Mat 19). Satu siodoreligisity (sifat keagamaan) yang
dibelakangnya penuh dengan tipuan karena pada hakekatnya mereka
memanifestasikan jiwa kedurhakaan atau jiwa yang tidak mau menundukkan diri
dibawah Tuhan. Sehingga disini tidak heran bahwa ketika kita berbicara dengan
seseorang, kita akan menghadapi benturan dengan konsep-konsep dunia. Dalam
keadaan seperti inilah saya mengharapkan kita mulai sadar mengapa Tuhan begitu
serius berbicara tentang masalah ini dan murka Allah begitu tegas dinyatakan.
Selanjutnya,
kita akan melihat beberapa sikap yang seharusnya kita lakukan didalam menghadapi
kemarahan Allah, yaitu: 1). Mari kita mengevaluasi diri kita. Ketika kita
mendengar berita Allah yang murka, kita seharusnya mengevaluasi diri kita
apakah Tuhan juga marah terhadap kita? Ketika kita sadar bahwa Tuhan marah,
itu menjadikan hati kita lebih mawas, bertobat dan kembali pada Tuhan. Merupakan
satu anugerah jika kita sadar akan hal ini! Didalam Rm 1 bahkan Paulus menulis
dalam kalimat pertama yang merupakan titik yang sanggup mengubah jiwa seseorang
sehingga menjadikan ia mulai belajar taat pada Tuhan. Mari kita mulai sadar petama
kali murka Allah turun maka itu dapat mengetarkan hati kita dan membawa kita
pada pertobatan yang sesungguhnya. Ini hal pertama yang saya harap mulai
terjadi dalam hidup kita. Ketika saudara menyatakan Injil kepada seseorang,
kita berdoa supaya ketika kita sedang menyatakan murka Allah yang turun keatas
dosa manusia, itu dapat mengetarkan hati mereka sehingga ia boleh kembali
kepada Allah. Manusia tidak akan sanggup mengerti Anak Allah yang dianiaya
begitu rupa dan seolah mengalami tulah yang dihantamkan kepadaNya kalau ia belum
mengerti akan murka Allah yang luar biasa.
2).
Kita seharusnya menyambut berita tersebut dengan pengharapan dan penuh sukacita
karena ini menjadi satu-satunya kemungkinan jawaban dari semua kesulitan dunia.
Jika kita hanya dapat menangisi dan mengerti realita dunia secara kacamata
orang dunia, secara tampak sosiologi dan keadilan maka kita pasti tidak
memiliki pengharapan. Ketidaktaatan kepada Firman mendatangkan murka Allah
yang begitu luar biasa sebab manusia yang diberikan tugas mengelola dan
mensejahterakan dunia justru melakukan pengerusakan sistematik, baik kepada
dunia maupun manusia. Disini seharusnya anak-anak Tuhan sangat bersyukur atas
berita ini karena ini merupakan satu berita yang dapat kita bawa ke tengah
dunia untuk menyatakan keadilan Tuhan yang tidak pernah dapat dihindarkan ketika
mereka berbuat sesuka hati mereka (Maz 139).
Mari
kita membiarkan Tuhan menguji dan mempebaharui kita. Ditengah dunia ini begitu
banyak tipuan sehingga orang-orang yang berbuat kejahatan begitu sulit dijamah.
Namun disini terdapat satu basis kebersamaan yang paradoks. Disatu pihak
ketika kejahatan itu tiba pada kita maka itu bukanlah hak dan kapasitas kita
untuk membalas dendam namun ketika kita tidak membalas, itu berarti kita
sedang menunpuk bara api di kepala musuh kita. Tuhanlah yang akan membalaskan
setimpal dengan apa yang mereka lakukan. Dalam Rm 12 Tuhan mengatakan bahwa pembalasan
merupakan hak Tuhan. Justru ketika kita membalas, itu akan menimbulkan dua masalah
besar, yaitu; 1). Ketika kita membalas, kita tidak pernah dapat mengukur apakah
balasan kita setimpal dengan perbuatan orang tersebut pada kita. 2). Efek
terakhirnya tetap kita yang akan dianggap jelek karena tidak menunjukkan
perbedaan antara orang Kristen dengan yang bukan Kristen. Di sepanjang
sejarah, setiap mereka yang berbuat sesuatu kekerasasn terhadap kekristenan
pasti berefek besar sekali terhadap diri mereka dan seluruh pemerintahan mereka.
Tidak mungkin ada kejahatan yang dibiarkan begitu saja oleh Allah karena itu
berlawanan dengan natur dan sifat Allah. Dosa menghambat hubungan kita dengan
Tuhan, namun ketika kita berdoa dan mohon ampun maka Tuhan akan memulihkan
hubungan itu seperti tidak terjadi apapun, tetapi dampak dosa tetap harus
kita alami (sebagai contohnya Daud dan Paulus). Tuhan adalah Tuhan yang murka
terhadap dosa dan orang-orang yang tidak mau taat kepadaNya. Saya harapkan,
semakin lama akan ada banyak orang yang benar-benar sadar dan bertobat dan
dengan demikian, banyak orang yang semakin mawas dan takut berbuat dosa.
3).
Hal ini sekaligus menjadi pengharapan akhir daripada seluruh sejarah manusia. Kalau
kita melihat di seluruh sejarah, orang ingin membuat teori-teori sejarah begitu
banyak, itu semua mereka lakukan hanya untuk menghindarkan satu teori yang
tidak mereka sukai, yaitu teori iman Kristen atau Alkitab. Dalam Alkitab
dikatakan, sejarah berjalan dari titik Alfa (Kej 1), berjalan linier, hingga
selesai di titik omega (Wahyu 22). Itu menjadi satu jaminan sejarah yang tidak
dapat ditiadakan! Didalamnya diceritakan bagaimana dunia mulai dan berjalan,
dan sampai dunia selesai. Itu semua karena ada Allah, yang berada diluar
waktu, yang mengerti totalitas sejarah dan mencipta sejarah. Kita dapat
mengerti seluruh pekerjaan Tuhan di tengah dunia ini melalui totalitas
sejarah dan mau tidak mau kita harus berproyeksi ke titik omega. Oleh sebab itu
dunia kita berulang kali mencoba untuk membuang teori tersebut dengan
berpegang pada teori unlimit time (dunia yang tidak memunyai akhir). Dan yang
kedua mereka berpegang pada teori cyclic (berputar terus). Semua itu menjadi
upaya supaya manusia tidak harus bertanggungjawab akan apa yang ia kerjakan.
Tetapi justru ketika kita berpegang pada teori-teori tersebut maka dunia akan
menjadi dunia yang mengerikan karena akan terjadi kumulasi kejahatan yang
semakin hari semakin besar dan menghancurkan segala sesuatu. Akhir jaman
justru menjadi titik pertanggungjawaban akhir dari seluruh pengadilan
Tuhan. Murka Allah yang paling besar justru akan dinyatakan dengan
penghukuman neraka yang paling besar dan tuntas, dimana Kristus menjadi hakim
terakhir yang akan menghakimi seluruh dunia. Maka di tengah kekristenan kita
selalu mempunyai pengharapan eskatologis bahwa seluruh perjalanan sejarah ini
tidak sia-sia namun semua nilai dan ketaatan yang kita kerjakan nanti akan
berhadapan dengan Tuhan. Pengharapan ini menjadi satu upah yang sepadan dengan
semua yang kita kerjakan. Dengan demikian kita dapat memandang kedepan,
menjadi pengharapan positif dan membuat seluruh perjuangan kita hari ini tidak
sia-sia. Seperti apakah kita menanggapi berita ini? Mari kita melihatnya secara
positif dihadapan Tuhan dan selama kita taat dan setia pada firman maka itu
justru menjadi kekuatan kita. Sebab semua itu tidak sia-sia tetapi
mendatangkan anugerah yang besar, justru melalui berita yang paling
menakutkan, yaitu murka Allah turun atas orang durhaka. Amin.?
(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)