Ringkasan Khotbah : 28 Mei 2000

TERANG YANG AKTIF

Nats : Efesus 5:11-13

Pengkhotbah : Rev. Sutjipto Subeno

 

Minggu lalu kita telah membicarakan bagaimana Paulus dalam Efesus 5 menekankan pe­­rubahan yang bukan sekedar secara atribusi tetapi perubahan natur secara mendasar yaitu da­ri kita yang adalah ke­ge­lap­an menjadi kita yang adalah terang. Maka kata ‘adalah’ bu­­­kanlah se­sua­tu yang boleh ada atau tidak tetapi men­jadi sa­tu status natur yang esensial, men­ja­­di dirinya da­ri­­pa­da orang tersebut. Hal tersebut sangatlah serius karena hanya mempunyai dua pi­­lih­an yai­tu gelap atau terang, dan itu menyangkut esen­si natur diri ki­ta yang sesungguhnya. Ma­ka iman Kris­ten bu­kan berbicara hal yang fenomena te­ta­pi menunjuk pada satu hakekat esen­si­al yang ada didalam diri ki­ta yang kemudian ba­ru me­nampilkan di­ri keluar. Sehingga penampilan me­­­ru­pa­kan efek daripada na­tur dan bukannya pe­nam­pilan dibentuk la­lu natur mengikutinya. Ini me­­­ru­pa­kan dua proses yang berbeda sama se­ka­li. Ki­ta adalah terang ka­rena kita sekarang di­ubah, di­ke­luar­kan dari ba­pak kegelapan me­nu­ju ke­pa­da bapak kita yang asa­si. Se­hing­ga jikalau se­karang kita bo­leh me­nyebut Allah kita se­bagai Bapa, Dia yang adalah te­rang, maka kita pun yang di­cip­ta me­­nurut gambar dan rupa Allah juga adalah anak-anak terang. Itulah yang men­ja­di kon­sekuensi logis dari satu kaitan natur yang harusnya ter­ja­di!

Dalam kaitan tersebut kita juga telah menyinggung sedikit tentang tugas kekristenan yang mempunyai dua cara bersaksi, yang pertama: sebagai garam dunia yang bersifat permiade (meng­garami), yang berarti ia larut atau hilang dengan cara merembes masuk, me­nga­sin­­­kan yang ada di­se­ke­li­lingnya. Kedua: tuntutan men­­­jadi terang dunia, yang berarti kita harus me­ne­rangi, tampil di tem­pat paling atas dan bersinar secara terang, inilah yang disebut dengan be­ra­dia­si (memancarkan te­rang). Al­­kitab mengatakan bahwa kamu adalah garam dunia dan kamu yang sama adalah te­rang dunia. Dengan demikian ka­lau kita adalah te­rang maka bagaimana kita ber­ekstensi, me­la­ku­kan perbuatan dan aktivitas di­da­­lam te­rang. “Ja­ngan­lah turut mengambil ba­gi­an dalam per­buat­an-perbuatan kegelapan yang ti­dak mem­bu­ah­kan apa-apa, tetapi sebaliknya te­lanjangilah per­bu­at­­an-perbuatan itu,” (ay. 11). Ber­­­arti men­ja­di terang bu­kan sekedar yang pen­ting terang tetapi me­­­­­lakukan aktivitas me­ne­lan­jangi semua ke­gelapan se­hingga kegelapan itu bo­leh tampak. Hal ini ber­arti bah­wa kegelapan itu tidak da­pat kita acuhkan begitu saja tetapi terang itu mempunyai tun­tut­an yang aktif menyatakan te­rang itu keluar. Ba­nyak orang seringkali merasa men­jadi terang atau be­gitu ro­hani ketika hidup secara ter­­­isolir dengan berdoa dan ber­pua­sa. Hal itu wajar apabila dilakukan untuk sekedar me­refresh kem­bali tetapi akan salah jikalau itu su­dah me­ngubah konsep hidup rohani kita. Dalam Yoh 17 dikatakan: “Aku tidak memin­ta, su­pa­ya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka daripada yang ja­hat, … Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah me­ngu­­tus mereka ke dalam dunia.” Tuhan me­manggil ki­ta supaya kita masuk ke tengah du­nia dan itu­­lah spiritual se­ja­ti. Sehingga ba­gai­mana kita di tengah dunia yang penuh dengan ke­ge­lapan da­­­pat mera­diasi­kan dan ti­dak men­jadi sa­ma dengan me­reka yang berada didalam ke­ge­lap­an.

Di tengah dunia, panggilan ini membuat kita sadar bahwa didalamnya ada satu tun­tut­an dimana kita tidak boleh mengekslusifkan diri tetapi naik ke atas kaki di­an supaya terpancar. Ini­lah panggilan menjadi terang Tuhan yang dipanggil untuk kita maju ke­de­pan. Didalam pang­gil­an spiritual seperti ini seringkali kita menghadapi tantangan yang paradoks sekali, khotbah yang me­ne­kankan konsep terang dunia terkadang menimbulkan umpan balik yang ter­ba­wa didalam for­mat dualistik. Disinilah kemudian seolah timbul gap antara tuntutan menjadi terang dengan realita yang harus dihadapi oleh orang Kristen saat ini. Satu tun­tut­an proses yang menunjukkan ada­nya satu perubahan yang berjalan terus-menerus, perubahan yang menuju pada satu titik ke­sem­purnaan yang diharapkan. Tuhan menuntut kita melakukan tindakan aktif yang be­nar-benar ter­jun dan mengarap dunia kita de­ngan jiwa proses bertumbuh. Yang kedua, kita ti­dak merasakan diri kita menjadi aman rohani ke­ti­ka kita sendiri tetapi kita jus­tru dipanggil untuk terjun di tengah du­nia ini. Ini yang didalam Re­for­med Theology disebut se­ba­gai Cultural Mindate (mandat bu­da­ya). Orang Kristen bukan terang ke­tika ia berada di dalam ge­reja tetapi ia menjadi terang ketika ia ter­­jun ke setiap bidang yang ditekuninya. Terang sejati ada­lah dimanapun kita berada kita ada­lah te­rang dan proses itu di­ga­rap disemua bidang.

Semangat menjadi terang harus me­ru­pa­kan semangat umpan balik kepada diri kita. Se­­­tiap kali kita menjadi terang itu berarti Tuhan me­nuntut kita untuk rela mendapatkan tantangan da­­ri kegelapan dan ketika menjadi terang maka disitu sifat-si­fat ilahi akan memancar untuk me­nia­­­da­­kan ke­gelapan. Ini berarti ada satu pancaran yang be­gi­tu kuat untuk meradiasi keluar. Jiwa mau be­la­jar, bertumbuh dan rela untuk dievaluasi itu harus menjadi se­­mangat kita. Namun se­ring­­­ka­li terutama di­du­nia timur terdapat persaingan yang tidak sehat, dimana ketika seseorang ber­­tumbuh itu menjadikan kesempatan orang yang melihat ingin be­­lajar tetapi jus­tru sebaliknya me­­­reka iri dan berkeinginan meng­ha­n­curkannya. Jiwa seperti ini bu­kanlah jiwa terang. Semangat se­­perti ini harus dibuang dari anak-anak Tuhan! Setiap kita harus rela melihat orang lain le­bih he­bat dari kita dan disamping itu juga harus memacu diri untuk melangkah maju lebih lagi. Se­ma­ngat itu menjadikan kita dapat menjadi terang yang be­sar sekali yang akan memancar ke tengah du­­nia ini. Terang itu bukan karena kita berkapasitas top tetapi terang seringkali di­mani­fes­tasikan dari integritas kita yang memancar keluar. Saya ingin kita bertumbuh didalam kualitas se­perti ini. Ja­­ngan kita mematikan kesempatan setiap orang un­tuk menjadi terang yang sebesar-be­sar­nya dan sebaliknya mari kita mulai dari diri kita sendiri mau menjadi terang yang besar. Biar­lah kalau me­­lihat orang lain maju itu bukan menjadikan kita iri ingin menghancurkannya tetapi jus­tru men­ja­di iri yang memacu kita maju, bersaing secara se­hat. Sehingga dengan semangat se­per­ti itu, ma­ka kita tidak pernah berhenti. Bagaimana kekeristenan kita? Sebelum kita me­mancar­kan terang (be a light), memancarkan terang yang seterang-terangnya.

3). Tuhan menginginkan ketika kita memancarkan terang maka terang itu bukan se­ke­­­dar untuk menyilaukan orang dan membuat orang menjadi begitu tidak suka tetapi di satu pihak mem­­punyai satu jiwa supaya sambil memancarkan terang, orang lain dapat men­­jadi terang. Da­lam ayat 13, Paulus jelas memberikan motivasi ini. “Tetapi segala sesuatu yang sudah di­­te­lan­jangi oleh terang itu menjadi tampak sebab semua yang tampak adalah terang.” Di­­dalam bahasa In­donesia penulisan kata menelanjangi cukup kaku namun idenya adalah bagaimana ketika kita me­nyatakan terang kepada orang lain maka orang tersebut dapat menjadi terang. Bagai­ma­na per­­gumulan saya bukan sekedar untuk mengecam orang tetapi mengubah orang. Didalam hal ini ba­­­gaimana semangat jiwa injilli kita muncul sehinga setiap kita mempunyai kerelaan un­tuk di­­pakai Tuhan supaya orang lain melihat terang dan menjadi terang. Itu semua harus digarap di­da­­lam diri kita. Gereja Reformed Injili se­­­ringkali diasumsikan orang mempunyai standar teologi yang baik tetapi didalam prakteknya kita me­­­ngecam atau menghancurkan orang yang tidak berteologi Reformed. Memang itu mungkin tidak seratus persen benar namun ada ke­­­mungkinan dapat ter­ja­di hal seperti ini. Jika gerakan reformed hanya dimengerti sebagai satu mercusuar teologi lalu se­mua yang la­in dikecam dan dihancurkan maka reformed akan berhenti dengan jumlah yang tidak ber­tambah dan mati karena semuanya tidak dapat diimplementasikan dengan baik. Itu bukanlah ji­wa dari John Calvin yang menegakkan teologi Reformed. Calvin adalah orang yang begitu setia me­layani de­­ngan kehidupan yang terpancar, keinginan yang menjadikan semua orang mengerti teologi Reformed dan tahu bagaimana belajar firman Tuhan dengan baik serta membina mereka sehingga akhirnya teologi reformed dapat berkembang besar. Oleh sebab itu teologi reformed yang kokoh harus disertai de­ngan satu jiwa injili. Sehingga bagaimana dengan doa dan kerelaan, cinta kasih yang sekuat mungkin kita ingin supaya orang la­in juga da­pat melihat, mengerti dan ak­hir­nya menjadi terang. Ini jiwa misi yang harusnya muncul di setiap anak Tuhan. Tanpa se­mangat ini maka tidak ada artinya menjadi terang, radiasi dan si­nar yang kita lontarkan tidak akan meng­ha­silkan apa-apa, hanya menghasilkan kehancuran. Mari ki­ta di­ubah dan dibentuk oleh Tuhan se­hingga kita bukan saja mengerti proses merembes masuk dan me­radiasi di tengah dunia, rela ber­proses untuk maju baik didalam diri maupun kepada orang lain, tetapi yang kedua kita juga mem­punyai kekuatan dan keinginan untuk mempertumbuhkan di­ri de­ngan kualitas yang semakin ting­gi, sehingga pancaran terang kita semakin lama semakin luas dan kuat dan akhirnya da­pat me­­mancarkan terang.

Ketika membicarakan terang, di ayat 22 hing­ga 33 Paulus langsung mengkaitkan de­ngan konsep keluarga, dimana satu-persatu mulai dibereskan supaya kita tahu persis ba­­gai­mana ke­luarga seharusnya dibina. Terang justru harus dimulai dari keluarga terlebih dahulu se­­hingga di­­situ setiap orang dalam keluarga tersebut dapat menjadi citra terang bagi seluruh keluarga. Jiwa mas­ya­­rakat modern membuat kita tidak pernah lagi mendapat pendidikan bagaimana membina se­bu­ah rumah tangga yang baik sehingga akibatnya keluarga modern terancam dengan keru­sak­an yang mengerikan dan jiwa berkeluarga hilang. Sehingga itu membuat kita tidak mengerti lagi pe­­ra­n­an suami, istri dan anak dan akhirnya keintiman atau keterikatan keluarga tidak terjalin. Di­mana ke­­luarga rusak maka disitu terang tidak dapat menyala lagi dan ini yang setan sangat ingin­kan. Sa­ya rindu orang-orang kristen waspada terhadap hal seperti ini. Alkitab mengatakan dunia ini ma­­kin lama makin mengerikan dan makin gelap, sehingga bagaimana keluarga dikembalikan ke­pa­da porsi yang sesungguhnya.

Yang terakhir sebagai tantangan, saya ingin kita lihat apa yang dikatakan didalam ayat 11-13, yaitu kata dua kali diulang: “telanjangilah.” Istilah ini dalam ba­ha­sa indonesia bagi saya ma­­sih terlalu netral dan bahkan dapat berkonotasi macam-macam, te­ta­pi ide kata ini ialah ‘egleso’ (membuka borok/ luka lalu cuci hingga bersih). Yaitu satu kondisi di­ma­na borok atau luka da­­lam yang tertutup sehingga dari luar tidak terlihat dan sepertinya bagus tetapi di­dalamnya bo­rok itu semakin hari semakin membesar. Dan itu bagaikan sebuah rumah kayu yang tampak se­ca­­ra luar sangat bagus karena ditutup dengan wallpaper (kertas dinding) te­tapi di­da­lam­nya kayu­nya sudah habis dimakan rayap. Ketika terang tidak aktif maka kegelapan justru se­ma­kin aktif. Se­hingga istilah disini mempunyai pengertian membuka suatu kenajisan atau lu­ka yang per­­lu di­ber­sihkan. Dengan demikian semua itu menuntut kita untuk mengkoreksi hidup dan mem­be­­res­kan diri kita secara tepat. Istilah egleso ini menjadikan kita sekali lagi bertanya, “Tuhan, se­be­­rapa jauh aku rela membongkar, menelanjangi kegelapan tersebut?” Kita seringkali tidak rela me­­lihat lu­ka itu sehingga akibatnya kegelapan makin lama makin gelap dan mengerogoti. Dan ka­lau itu ter­jadi didalam hidup kita maka hidup kita akan rusak.

Relakah kita menjadi terang dengan re­la membongkar semua borok-borok yang mem­bu­at kita terikat didalam kegelapan? Kedua, re­la­kah kita membongkar borok yang ada didalam ke­gelapan masyarakat kita sehingga mereka da­pat disadarkan bahwa mereka didalam ke­gelap­an, sekalipun itu beresiko terlalu besar dan ter­ka­dang sakit tetapi itu harus dilakukan demi me­nyem­buhkannya. Mari kita belajar dipakai Tuhan un­tuk menjadi terang dengan cara menelanjangi ke­gelapan, membuka kebusukan sehingga itu da­pat dikembalikan kepada penyembuhan yang ba­ik. Maukah saudara melakukan hal itu? Kembali ke­pada setiap kita, tekad dan keseriusan kita menjadi anak-anak terang. Amin.?

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)