Ringkasan Khotbah : 25 Juni 2000
DINAMIKA HIDUP ABRAHAM
Pengkhotbah :
Ev. Thomy J.Matakupan
Kita
telah banyak mengetahui tentang tokoh iman Abraham dengan dinamika iman yang
begitu luar biasa, dan saat ini kita akan lebih memfokuskan pada tanda-tanda
seorang yang telah dewasa rohani dalam kaitan dengan tokoh
Abraham. Dalam Kej. 12 kita melihat bahwa Tuhan berfirman kepada Abraham dan memberikan
janji bahwa ia akan menjadi bangsa yang besar, bangsa yang akan memenuhi
seluruh bumi. Usia Abraham sudah mencapai 75 tahun ketika ia berangkat
dari Haran menuju tanah perjanjian dan akhirnya janji itu baru tergenapi
ketika Abraham berumur 100 tahun. Di dalam kurun waktu 25 tahun tersebut dinamika
iman Abraham sangat luar biasa.
Kita
melihat bahwa respon Abraham maupun Sara menunjukkan respon yang sama-sama
negatif namun tetap ada satu penekanan yang berbeda antara keduanya. Salah
satunya di dalam Kej. 16 diceritakan bahwa Sara karena telah demikian
putus asa, sehingga ia mengijinkan Abraham menghampiri Hagar supaya
Abraham boleh mempunyai anak daripadanya. Disini sepertinya
Sara mencoba membantu Allah supaya Abraham cepat mendapat
anak, sehingga akibatnya Tuhan tidak berkenan kepadanya.
Sebab bukan dari Hagar tetapi dari kandungan Sara-lah, anak yang
dijanjikan itu akan lahir. Dan kita melihat bahwa mulai terdapat ketidakcocokkan
antara apa yang Tuhan janjikan dengan respon kedua orang tua ini karena
mereka hanya memfokuskan kepada apa yang mungkin atau tidak mungkin
yang dihasilkan pada diri sehingga fokus mereka bukan pada anak
yang akan Tuhan beri. Disini kita melihat betapa pentingnya peran seorang
kepala rumah tangga, bagaimana menjadi seorang imam dalam keluarga yang memelihara
dan mensyaringkan janji Tuhan kepada seluruh anggota keluarganya untuk
bersama-sama berjuang maju di dalam mengenapi rencana Tuhan
dalam masing-masing keluarga. Seorang suami bukan sekedar sebagai
kepala rumah tangga atau raja tetapi ia juga harus sebagai imam dan
nabi dari Allah yang hidup dalam rumah tangga tersebut. Ketidakpercayaan
Abraham dan Sara merupakan kegagalan untuk memahami kemampuan
dan janji setia Allah di dalam pekerjaanNya.
Selanjutnya
kita akan melihat bagaimana sikap dan tindakan Abraham yang boleh mencerminkan
hidup iman yang dewasa. Banyak orang Kristen yang berusaha menjadi orang
yang dewasa secara rohani tetapi terlewatkan di dalam memahami tanda-tanda dewasa
tersebut. Disini paling sedikit ada 6 hal yang akan kita pikirkan: 1).
Seorang Kristen yang dewasa akan semakin sedikit ketergantungannya kepada
hal-hal yang bersifat spektakuler, tetapi ia akan lebih menginginkan dan
menikmati keintiman relasi dengan Tuhan. Kalau kita melihat dalam peristiwa
Abraham, sebelum ketiga orang tersebut datang kepadanya maka ada banyak hal
yang sudah pernah Tuhan bicarakan kepada Abraham sebelumnya dalam
bentuk yang spektakuler sekali. Tetapi dalam Kej 18 ini kita
melihat bahwa ketika Allah bertemu dengan Abraham, mereka didalam wujud
manusia biasa (istilah ‘TUHAN’ di dalam ps. 18 menggunakan huruf kapital
besar semuanya, yang dalam PL merupakan terjemahan dari
‘Yahweh’) sehingga sangat mungkin itu berarti Tuhan Yesus di dalam tubuh
pra-inkarnasi. Terdapat satu prinsip penting dalam Alkitab bahwa tidak
ada satu orangpun yang pernah melihat pribadi pertama dan ketiga dari Allah
Tritunggal sebab Allah adalah roh dan barangsiapa menyembahNya, ia
harus menyembah dalam roh dan kebenaran (bnd. Yoh 1:18). Namun Abraham
mulai mengerti bahwa orang tersebut bukanlah orang biasa karena mereka mengetahui
apa yang ada dalam hati Abraham dan apa yang sedang terjadi diseberang tenda
yaitu tertawanya Sara, yang bahkan Abraham sendiri tidak mendengarnya.
Dalam hal-hal yang sepele semacam itu, Abraham melihat bahwa bertemu
dengan ketiga orang tersebut baginya sudah cukup dan ia mulai menikmati
bagaimana menjamu mereka. (bnd. Luk 22:14-15; 24:30-31; Why 3:20) Disini bukan
dalam hal makannya, tetapi ini lebih kepada hal bagaimana intimnya
persekutuan antara manusia dengan Tuhan, dan itulah yang menjadi fokus utama,
hal yang dikejar terus-menerus sebagai orang yang dewasa rohaninya. Ada atau
tidaknya suatu hal yang spektakuler, itu tidak mengganggu keintiman
daripada relasinya.
2).
Seorang Kristen yang dewasa, ia bukan hanya fokus kepada diri tetapi akan menunjukkan
perhatiannya kepada orang lain. Ketika ia sudah mengalami cinta Tuhan dalam
hidupnya maka iapun menginginkan orang lain mengalami pengalaman yang
sama seperti yang telah ia alami. Mungkin saat pertama ia menerima Tuhan
Yesus ia akan mengatakan bahwa ia adalah orang yang paling bahagia karena itu
saat ia berpindah dari kengerian kekal menuju pada kebahagiaan
kekal, tetapi selanjutnya ia mulai memikirkan orang lain, apakah orang tua dan
saudaranya yang lain juga mengalami hal yang sama. Kalau kita mau menelusuri
doa syafaat Abraham untuk Sodom dan Gomora, maka kita akan mengerti mengapa
ia memohon kepada Allah untuk tidak memusnahkan jikalau terdapat sepuluh orang
benar dalam kota tersebut. Itu semua dikarenakan yang menjadi perhatian
Abraham pada saat itu adalah keponakannya yang bernama Lot dan sepuluh
merupakan jumlah yang paling aman seruan Abraham kepada Tuhan agar Lot dan keluarganya
diselamatkan. Hal ini tidak dapat diartikan bahwa kita dapat mengubah rencana
Tuhan dengan tawar-menawar dengan Tuhan, karena tanpa adanya
tawar-menawarpun Tuhan pasti akan selamatkan paling sedikit
sepuluh orang. Sehingga pengajaran yang mengatakan bahwa doanya dapat
mengubah Tuhan sama sekali tidak Alkitabiah. Sudahkah kita sebagai orang
yang sudah diselamatkan mempunyai kerinduan untuk memikirkan saudara kita yang
lain supaya mereka boleh mendengar Injil paling sedikit satu kali
dalam hidup mereka? Pikiran semacam ini menjadi satu tanda orang yang
dewasa rohani dan itulah yang dikatakan dalam Alkitab sebagai hidup yang
berkelimpahan. Seperti dalam Yoh 10:10, waktu Tuhan Yesus datang, Ia mengatakan,
“Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyai dalam
segala kelimpahan.” Maka disana diartikan bahwa pada diri sendiri masih
kurang tetapi ia tetap mau menolong orang lain karena masih ada orang yang
lebih membutuhkannya. Itu juga yang dikatakan oleh Yesus ketika ada seorang
janda yang mempersembahkan dua keping uang.
3).
Orang Kristen yang dewasa akan seimbang di dalam hal aktif dan pasifnya. Ketika
kita melihat Abraham dan pergumulannya berkenaan dengan janji Tuhan maka ada
beberapa kali ia pasif, mis: ia tidak langsung berangkat ke mesir ketika ada
bencana kelaparan besar, demikian juga ketika ia harus mengikuti Sara untuk
menghampiri Hagar, sebab disini kita melihat bahwa aktifnya rencana itu
muncul dari pikiran Sara. Namun kita melihat dalam ps 18 Abraham aktif datang
menyambut dan melayani tiga orang tersebut, demikian juga ketika Tuhan memberitahukan
rencananya untuk menghancurkan sodom dan Gomora. Orang yang dewasa rohani maka
ia tahu membedakan dimana harus bertindak aktif dan dimana harus diam atau
pasif. Dan ia mempunyai keyakinan bahwa Allah akan mengerjakan rencananya
berdasarkan karakter daripada Allah sendiri dan keaktifannya dikaitkan
dengan kapability yang Allah miliki, dan ketika ia pasif ia tahu bahwa
bukan bagiannya untuk mengerjakannya. Dengan demikian anugerah Tuhan
tidak diboros-boroskan melainkan ada banyak hal yang boleh diselamatkan.
4).
Orang Kristen yang dewasa melihat perihal nubuatan dalam relasi dengan doa dan
pelayanannya dan bukan sekedar hal yang berkaitan dengan intelektual belaka.
Istilah nubuatan dalam PL ini berkaitan dengan hal yang akan terjadi di
depan dan itu semua telah digenapi dalam diri Kristus, namun dalam PB hanya satu
hal yang belum tergenapi yaitu kedatangan Tuhan Yesus yang kedua. Sehingga saat
ini perihal nubuatan sudah menjadi rancu dengan istilah ramalan. Dalam PB
istilah nubuatan bukan lagi berarti seperti dalam PL tetapi berkaitan dengan hal
menjelaskan isi Alkitab. Orang yang bernubuat adalah orang yang berdiri
dan menjelaskan isi firman Tuhan sehingga dimengerti oleh banyak orang,
seperti halnya pendeta atau penginjil yang berkhotbah dan disitu ia sedang
menjalankan fungsi nabi dan rasul. Peran seorang suami terutama sebagai nabi
dalam keluarga, bagaimana ia mengerti firman kemudian menjadikan firman tersebut
menjadi topik pembicaraan di rumah setiap kalinya, yang menguasai hidup rumah
tangganya. Itu sebab Paulus mengatakan bahwa biarlah pikiran Kristus dan
segala kekayaanNya menguasai pikiran dan hati kita (Kol 3:10).
5).
Orang Kristen yang dewasa mengerti dengan jelas akan dua hal kebenaran penting
yaitu berkaitan dengan kebesaran dan keadilan Allah. Kebesaran Allah dalam
konteks Abraham dapat kita lihat dimana Tuhan menegur Abraham dengan
mengatakan, “Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk Tuhan?” Dan disitu
kita melihat bahwa Allah juga adil di dalam menunjukkan sikap berapa orang
yang akan Ia selamatkan. Ini merupakan bagian doa syafaat Abraham yang dia
mengerti tentang Allah, kebesaran dan keadilanNya. Ketika kita memikirkan
bagaimana kedewasaan hidup rohani dikaitkan dalam hal keluarga, kita
akan melihat kebaikan Allah itu menjadi kebaikan yang terus-menerus
dipikirkan dalam hidup suatu keluarga dimana seluruhnya dapat merasakan
bagaimana Tuhan sudah memimpin kehidupan mereka. Alangkah mengerikan sekali
kalau konsep kebaikan Allah sudah tidak dapat dimengerti lagi oleh karena
kita sudah terlalu biasa menerima kebaikan Allah yang dapat kita jumpai
tiap kali dalam hidup kita, sehingga akibatnya tidak akan ada satu
ucapan syukur yang keluar lagi. Kita dapat bayangkan kalau pada malam hari
kita tidur dan selanjutnya pagi harinya kita tidak dapat bangun kembali
untuk seterusnya. Banyak orang Kristen yang hidup dalam anugerah Tuhan yang
terlalu besar dan itu sudah terlalu biasa sehingga tidak melihat lagi sebagai
suatu mutiara yang indah, bagaimana pemeliharaan Allah dalam hidupnya.
6).
Orang Kristen yang dewasa ditandai dengan pikiran dan hatinya makin menyerupai
Allah. Apa yang Allah pikirkan, kesusahan dan sukacita Allah itu menjadi hal
yang dialaminya juga,membenci apa yang dibenci dan mencintai apa yang Allah
cintai, disini yang menjadi tanda bahwa kita mau tunduk dibawah kehendak
Tuhan. Setiap kali sebelum saya memimpin suatu KKR, yang selalu menjadi doa
utama saya adalah biarlah kasih Tuhan menguasai hati saya sehingga
apabila berkhotbah maka kasih itu yang mendorong saya untuk melihat setiap orang
dengan kasih Tuhan. Bukankah ini juga yang dikatakan dalam Ef 4:13,
“Sehingga kepenuhan Kristus ada padamu.” Satu kali ada pembicaraan antara
seorang ayah dengan anaknya yang baru pertama kali masuk sekolah. Maka
anaknya dengan penuh sukacita menceritakan pengalaman demi pengalaman
yang ia jumpai disekolah, dan akhirnya ia bercerita tentang cita-cita setiap
anak dalam kelasnya. Begitu ditanya oleh ayahnya tentang apa yang menjadi
cita-cita anaknya, maka anaknya langsung menjawab bahwa yang hanya ia
inginkan adalah menjadi seperti ayahnya. Oleh karena ia melihat cerminan
sosok ayah menjadi cerminan pribadi yang benar-benar dapat dipercaya,
yang memperhatikan dan memberikan kehangatan serta cinta kasih yang sepenuhnya.
Seorang anak tidak mungkin mengatakan demikian jikalau ayahnya tidak
mencerminkan sifat Allah dalam hidupnya. Demikian juga halnya dalam kisah
Abraham ketika ia harus mempersembahkan anaknya. Ia saat itu
sudah berusia diatas 100 tahun dan itu berarti sudah sangat tua, dan beda usia
dengan anaknya sudah terlalu jauh. Tetapi ketika ia membawa Ishak ke atas gunung,
Ishak dengan sepenuh hati menyerahkan dirinya untuk dipersembahkan. Hingga
disitu kita melihat bahwa iman Abraham tidak berubah sehingga memberikan
arti bahwa itu merupakan proses terus-menerus menuju kedewasaan rohani.
Proses seperti itu membutuhkan banyak sekali waktu, mungkin
keluhan dan bahkan airmata.
Saya
berharap apa yang telah kita pelajari hari ini menjadi cerminan sampai
seberapa dewasakah hidup rohani kita dan kiranya Tuhan tolong supaya kita
boleh makin dewasa lagi. Kiranya firman Tuhan ini boleh menjadi berkat
bagi kita semua. Amin.?
(Ringkasan
khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)