Ringkasan
Khotbah : 23 Juli 2000
TEBUSLAH WAKTUMU!
Pengkhotbah :
Rev. Sutjipto Subeno
Minggu
lalu kita sudah mencoba melihat Efesus 5, bagaimana di tengah dunia ini kita
boleh belajar bangun (wake up) dan menjadi seorang yang bijaksana. Banyak
orang dunia yang merasa ‘bijaksana,’ mereka begitu sombong dan melawan kebenaran
firman Tuhan dan mereka sulit sekali disadarkan bahwa tindakan mereka bukan tindakan
bijaksana melainkan ‘bijaksini,’ yang pada hakekatnya tidak bijak,
karena otak kita tidak cukup mampu memahami dan menelaah seluruh
bagian serta melihat semua yang terjadi di depan kita. Firman Tuhan
telah menegaskan supaya kita hidup tidak seperti orang bebal tetapi
seperti orang arif. Dan kita telah melihat bagaimana kehidupan yang bijak
bukan merupakan satu hal yang terjadi secara langsung tetapi justru
terjadi dalam suatu nuansa paradoksikal yang sangat rumit, dimana kita
perlu membuka diri kita dari ketertutupan sistem dan membuka diri kita
kepada obyek yang tepat yaitu Allah sendiri.
Berkenaan
dengan waktu, Alkitab memberikan tiga pemikiran yang tajam: 1. Waktu itu
berharga. Diantara ayat 15 dan 17 terdapat satu kalimat penting yang diungkapkan
oleh Paulus: “Dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah
jahat.” Kalimat ini dalam bahasa Indonesia dilunakkan dengan istilah
“pergunakanlah” tetapi ini bukan berarti sekedar dipergunakan. Ada harga
yang dibayar untuk waktu yang kita pergunakan. Maka di dalam konsep ayat
16 ini ada satu terobosan pengertian tentang waktu yang tidak dimengerti
oleh dunia kita. Orang dunia mungkin sangat mengerti satu kalimat umum
yang dikembangkan oleh orang materialis, yaitu bahwa “Time is money.”
Ini sebenarnya merupakan cara berpikir yang sangat terbalik arahnya
karena Alkitab justru mengatakan “tebuslah waktumu”, yang justru mau
menyatakan berapa mahalnya waktu itu.
Waktu
adalah nilai yang begitu mahal karena merupakan satu aspek yang begitu penting.
Kita perlu mengerti bahwa manusia berada di dalam dua macam ikatan dan salah
satu ikatan yang kita tidak pernah dapat kembali lagi adalah ikatan waktu.
Manusia diikat oleh ruang dan waktu yang merupakan dimensi yang membatas
kita, dan dimensi yang membatas kita ini menyebabkan kita tidak dapat melewati
kedua batasan tersebut. Ketika saya sekarang berada di sini maka pada waktu
yang sama ini saya tidak dapat berada ditempat yang lain. Itu suatu
ketidakmungkinan karena kita merupakan ciptaan yang dimasukkan ke dalam
satu wadah ciptaan dan wadah ini diciptakan di Kejadian 1:1-3 (wadah ruang)
dan ayat 4-5 (untuk waktunya), dan ruang dan waktu ini diciptakan terlebih
dahulu sebelum terdapat ciptaan apapun juga sehingga waktu adalah sebuah
nilai atau harga.
Tuhan
mencipta kita di dalam satu kontainer waktu sehingga dengan demikian kita
berada di dalam perjalanan waktu. Jikalau saya berada dalam satu ruang maka
saya dapat pergi dan kembali lagi ke ruang tersebut, sehingga pengulangan
dimungkinkan terjadi. Tetapi ini tidak dapat terjadi di dalam konsep waktu
yang ditetapkan oleh Alkitab. Manusia mencoba mengubah konsep waktu itu
dengan menggunakan sistem cyclic. Tetapi jikalau kita dapat maju mundur
dalam sejarah, maka itu menjadi absurditas di dalam waktu yang tidak pernah
dipikirkan secara teliti oleh banyak orang. Seringkali yang dipikirkan
orang hanya keinginan untuk dapat menjadi Tuhan yang dapat melewati
waktu sesuka-sukanya yang akhirnya membuat pengerusakan totalitas, dan bahkan
sampai timbulnya reinkarnasi. Yang ingin dilakukan oleh manusia adalah
mengalahkan waktu karena ia tahu bahwa terlalu banyak hal yang ia sudah
kerjakan di dalam waktu yang begitu rusak, sia-sia, murah dan tidak ada
nilainya sama sekali dan manusia ingin menebus waktu itu.
Alkitab
mengatakan bahwa sejarah adalah satu garis linier dari titik alfa sampai titik
omega dan semua itu harus dipertanggungjawabkan satu-persatu. Waktu terlalu
mahal untuk kita abaikan, untuk kita lewatkan begitu saja dan kesadaran ini
merupakan kesadaran pertama yang menjadikan kita bijaksana. Seberapa
saudara menghargai mahalnya waktu maka sebegitu jauh kita akan lebih bijak di
dalam hidup. Orang hidup dengan satu ketelitian mempertahankan waktunya
karena ia tahu berapa mahal waktunya. Di tengah kehidupan ini saya sangat
memikirkan bahwa mau tidak mau, konsep waktu akan mempengaruhi cara berpikir
kita, sikap kita di dalam kita menghargai pekerjaan kita, cara mengambil
keputusan dan bagaimana kita mengatur segala sesuatu. Setiap kita yang makin
sadar dan mengerti berapa mahalnya waktu maka ia tidak akan membiarkan waktunya
lewat begitu saja. Satu hal yang perlu kita gumulkan baik-baik adalah
seberapa mahal waktu kita sesungguhnya?
2.
Waktu adalah jahat. Waktu adalah jahat pertama kali di proklaim oleh Alkitab
di dalam Efesus 5. Alkitab menyatakan bahwa waktu tidak netral dan itu berarti
kita harus menebus waktu itu atau kalau tidak, kita akan dihancurkan oleh
waktu tersebut. Jadi, saat kita melewatkan waktu secara sembarangan, maka pada
saat yang sama waktu sebenarnya sedang memakan kita sehingga kita masuk dalam
kondisi negatif. Ketika kita bersekolah dan waktu itu tidak kita pergunakan dengan
sungguh maka itu berarti kita sedang membuat waktu memakan kita dengan
jahatnya. Seberapa banyak orang yang sudah membuang waktu, mereka bukan hanya
rugi secara materi atau psikologis tetapi rugi karena mereka kehilangan
hal yang paling fatal dan vital bagi kehidupan, yaitu keselamatan. Terlalu
banyak orang tidak tahu dan tidak mengerti berapa jahatnya waktu sedang
mengerogoti hidupnya, merusak dan menghancurkannya. Maka seharusnya kita
memohon bijak supaya kita boleh belajar baik-baik mengerti waktu.
3.
Waktu berkenaan dengan Kekekalan. Setelah Martin Heidegger mengumumkan
dan Jean Paul Sartre mengkonfirmasikan tentang waktu dan nihilisme, maka orang
dunia mengatakan “time is nothing” (life is nothing and everything is
nothing). Ini akhirnya membuat satu konsep penerobosan pengerusakan konsep
waktu yang luar biasa. Alkitab mengatakan bahwa ‘waktu’ itu terkait
dengan kekekalan karena waktu dapat ada karena Allah yang kekal mencipta waktu
sehingga waktu tidak lepas dari apa yang Allah ciptakan secara kekekalan
tadi. Maka disini ada hubungan konkrit antara kekekalan dengan
kesementaraan. Tetapi ketika manusia masuk ke dalam satu atheisme yang
menglobal di tengah dunia ini maka perlahan tetapi pasti kita diindoktrinasi
oleh orang dunia modern dengan perkataan “time is nothing.” Nihilisme ini
menjadi bukti kekecewaan manusia yang gagal untuk mendapatkan nilai dalam
hidupnya.
Jikalau
waktu tidak berarti apa-apa maka tidak seharusnya kita berbicara bahwa waktu
itu bernilai dan jahat, dan yang penting tidak ada artinya hidup itu bagi seseorang.
Pada saat kita masuk di dalam tipuan pengertian seperti ini maka dunia bukan
melihat itu sebagai satu kelemahan yang harus dikembalikan tetapi justru
dikonfirmasikan sebagai ketiadaan apapun. Akankah orang Kristen juga
bersikap sama? Diperlukan pimpinan Tuhan yang sungguh sehingga kita
mendapatkan anugerah untuk memakai waktu kita dengan bijaksana.
Saya
hari ini bersyukur dimana ada beberapa orang yang boleh dibaptiskan dan itu berarti
mereka tahu bagaimana menggunakan dan menebus waktu mereka dengan tepat.
Saya harap hari ini kita mulai sadar bagaimana kita menjadi orang-orang yang
bijak mengkaitkan waktu dengan kekekalan. Nilai bukan dicari di dunia ini
tetapi di dalam kekekalan. Jadi tebuslah apa yang ada di dunia ini untuk
mendapatkan nilai di dalam kekekalan karena disitu tidak ada ngegat yang dapat
menghabiskan, tidak ada harta yang dapat dihancurkan dan tidak ada apapun yang
dapat merusak saudara.
Seberapa tajamkah kita melihat bahwa ajaran-ajaran dunia seperti itu akan pelan tetapi pasti akan mengerogoti iman kita, merusak konsep kita sehingga penggunaan waktu kita dan seluruh konsep pengertian kita menjadi luntur dan hancur? Saya rindu hari ini Tuhan menyadarkan kita kembali bagaimana menjadi orang bijak yang menggunakan waktu kita dengan tepat. Amin.?
(Ringkasan
khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)