Ringkasan
Khotbah : 30 Juli 2000
WHO WILL BE INVITED?
Pengkhotbah :
Rev. Sutjipto Subeno
Disini
kita melihat sebuah kisah yang konkrit dimana Tuhan Yesus diundang oleh seorang
pemimpin dari orang-orang Farisi untuk ikut dalam perjamuan di rumahnya. Pada
saat itu Tuhan Yesus duduk dan mulai mengamati tingkah laku orang-orang Yahudi
yang ada di tempat itu. Dan Ia melihat satu gejala yang begitu unik yang saya
rasa sangat manusiawi yaitu dimana mereka sedang berusaha menduduki
tempat-tempat kehormatan. Ketika Yesus melihat hal demikian maka Ia mengatakan
satu perumpamaan yang sangat baik, yang terdapat di ayat 8: “Kalau
seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat
kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih
terhormat dari padamu.” Kalimat itu untuk menyadarkan orang Yahudi pada
saat itu, dan sekaligus dipakai untuk melihat pada satu realita perjamuan
yang ada di dunia ini. Namun selanjutnya, peristiwa ini dijadikan sebagai
titik pijak oleh Tuhan Yesus untuk membahas satu prinsip spiritual yaitu bagaimana
kita mengerti Tuhan bekerja di dalam prinsip keselamatan kita. Sebab kalau
kita melihat ayat 12-14, dikisahkan ada seorang dari tamu tersebut yang berkata
kepada Yesus, “Berbahagialah orang yang akan dijamu dalam Kerajaan
Allah.” Jadi, Yesus memakai peristiwa di dalam bagian ini untuk menjelaskan
prinsip keselamatan yang jauh dari apa yang seringkali manusia pikirkan.
Kita
dapat melihat bahwa hal diatas merupakan citra atau model dari setiap orang, khususnya
kalau kita menyorot kembali pada orang Yahudi. Dan peristiwa konkrit ini dilihat
bukan hanya oleh Tuhan Yesus, melainkan juga oleh para murid dan bahkan
semua orang yang datang di dalam perjamuan itu. Orang Yahudi adalah orang
yang selalu merasa dirinya paling tinggi, mereka menganggap hanya orang
Yahudi-lah yang merupakan manusia sejati karena mereka memiliki banyak
kemampuan di berbagai bidang. Hal tersebut menjadi bumerang yang membuat
mereka begitu sombong dalam hidup mereka. Dari kejadian ini kita disadarkan
akan satu prinsip. Apabila saudara datang ke sebuah pesta dan duduk di tempat
VIP karena merasa sebagai orang penting, namun ketika itu juga pemilik pesta
datang bersama orang yang benar-benar dianggap olehnya sebagai orang
penting dan ia akhirnya mengatakan pada saudara bahwa tempat tersebut
sudah disediakan bagi orang penting tersebut, maka tidak dapat dibayangkan
bagaimana saudara harus pergi dan duduk di tempat yang tidak terhormat dengan
malu. Hal ini sangat mungkin terjadi dan inilah efek yang paling mengerikan
ketika seseorang salah memposisikan dirinya (disposisi), yang akhirnya
menjadi bumerang bagi diri kita sendiri.
Kalau
kita melihat apa yang diungkapkan oleh Tuhan Yesus di dalam ayat ini, maka ada
dua hal yang olehNya hendak dikritik. Dua hal ini menjadi dua hal yang sangat
membahayakan karena tidak mendatangkan kebaikan tetapi justru
menghancurkan hidup kita sendiri. Adapun dua hal itu adalah:
1)
Kesombongan. Mereka mengejar tempat paling terhormat karena mereka merasa
bahwa mereka layak untuk itu dan harus dihormati. Kesombongan seringkali
justru menjadi bumerang bagi kita dan itu diawali karena merasa diri kita
terlalu penting, perlu dihormati dan dibutuhkan. Di dalam iman Kristen hal
ini menjadi suatu sorotan yang penting sekali untuk boleh mengerti dimana
posisi kita yang seharusnya dan bagaimana kita memposisikan diri secara tepat sebab
ketika itu salah, maka itu justru akan memukul balik kepada kita.
2)
Kemampuan untuk mau melihat diri dari pandangan orang lain. Kesombongan kita seringkali
disertai dengan satu egoisme yang besar sehingga itu membuat kita memandang dan
memikirkan sesuatu hanya dari sudut pandang kita, dan bukannya sudut
pandang orang lain juga. Sama halnya ketika para tamu datang dan berlomba
mencari tempat paling terhormat maka mereka tidak memikirkan sama
sekali apa yang dipikir oleh pemilik pesta. Dan pada saat itu sangat mungkin
pemilik perjamuan justru mempunyai pandangan yang sama sekali berbeda
dari apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka. Seringkali di dalam suami
istri kita juga diajarkan demikian. Jika kita hanya memikirkan dari
sudut pandang kita dan tidak memikirkan dari sudut pandang suami atau istri
kita maka itu akan mengakibatkan kesulitan. Jadi, suatu keharmonisan terjadi
ketika dua belah pihak mulai memikirkan dari sudut pandang
partnernya, sehingga dengan demikian mereka boleh mencoba saling
mengerti satu sama lain. Tetapi ada hal yang jauh lebih penting daripada
saling mengerti di dalam hubungan suami istri saja, yaitu bagaimana relasi antara
kita dengan Tuhan kita. Bagaimana saya memikirkan bukan dari sudut pandang saya
melainkan dari sudut pandang Tuhan, apa yang Ia inginkan dan bagaimana saya mengerti
isi hatiNya, menjadi satu hal yang paling penting dalam hidup kita tetapi
sekaligus merupakan hal yang paling sulit dikerjakan karena kita terlalu
egois dan memikirkan hanya dari sudut pandang kita sendiri.
Dua
hal ini yang seringkali muncul ditengah masyarakat kita dan menjadi
masalah yang oleh Tuhan Yesus dibawa menjadi satu pelajaran rohani yang sangat
besar. Tuhan Yesus mulai mengeser peristiwa perjamuan ini menjadi satu
berita tentang doktrin keselamatan Kristen, yang dimulai dalam Lukas 14:15-24.
Ketika Tuhan memberitakan keselamatan, seringkali keselamatan itu tidak ditanggapi
secara tepat oleh manusia. Banyak orang yang ketika mendapatkan berita keselamatan
Kristen, disatu pihak ia dapat mengerti bahwa berita itu penting, namun dilain
pihak ia merasakan dirinya lebih penting dari berita itu. Sebagian besar
orang tahu akan berita dimana kita boleh mengenal Tuhan, diselamatkan dan
boleh masuk di dalam persekutuan Kerajaan Allah, tetapi seringkali
kemudian muncul satu sikap kesombongan pribadi dimana berita itu menjadi
satu pertimbangan bisnis di kepala kita. Dan pada saat itu kita sedang
masuk dalam satu kebodohan dan kesombongan yang akhirnya membinasakan
kita. Cara berpikir dan hal-hal yang kita anggap begitu penting itulah yang
seringkali justru merusak kita. Ketika kita menjadi orang Kristen, mungkin
kita seperti orang-orang tersebut yang ketika diundang, kita merasa cukup
penting sehingga kita merasa berhak menentukan untuk datang atau tidak,
dan bahkan lebih berpikir bahwa bisnis kita jauh lebih penting. Pada saat seperti
inilah kita harus merefleksi diri kita dan mengetahui siapakah diri kita!
Apakah sedemikian hebat dan pentingnyakah diri kita sehingga kita berhak
tawar-menawar dengan Allah? Keselamatan haruslah selalu berpusat pada Kristus.
Tuhan Yesus melalui hal ini menunjukkan bahwa justru kehancuran iman kita
terkadang terjadi karena kita berpikir bahwa kita terlalu hebat untuk
dapat bertindak sesuka hati kita. Saat itulah ketaatan dan kerinduan
kita untuk kembali berelasi dengan Allah hilang sama sekali.
Hal
kedua yang Tuhan Yesus kemukakan, yang jauh lebih mengejutkan orang Yahudi adalah
ketika Yesus berkata dalam perumpamaan tersebut bahwa tuan itu akhirnya murka
dan memerintahkan hambanya untuk membawa orang-orang miskin dan
orang-orang cacat dan orang-orang buta dan orang-orang lumpuh untuk ikut dalam
perjamuan. Pemikiran ini sama sekali tidak terpikirkan oleh orang Yahudi
karena bagi mereka sangat tidak mungkin jikalau seorang terhormat akan mengundang
orang gembel dan cacat ke dalam perjamuan. Namun kita melihat bahwa Tuhan bukan
mengundang orang-orang yang sombong, yang berpikir bahwa mereka hebat atau penting,
tetapi justru Ia mengundang orang sakit. Ini merupakan satu figurasi lagi yang
Tuhan pakai, Tuhan mengundang mereka yang sadar benar-benar akan kepapaan
dirinya dan dimana posisi mereka sebenarnya, orang-orang yang berdosa,
hancur, kotor dan najis.
Banyak
orang yang tidak mampu mengerti tentang hal ini sehingga mereka
berpikir, siapa orang yang dapat datang kedalam Kerajaan Allah? Justru pada
saat kita merasa berdosa, hancur dan menyadari siapa diri kita yang sesungguhnya,
maka itulah saatnya Tuhan mengulurkan tangan kepada kita. Bukan karena kita
memiliki hak tetapi justru ketidakpunyaan hak maka anugerah
Tuhan turun atas kita. Ketika orang-orang tersebut terbuang dan tidak memiliki
tempat maka saat itulah anugerah itu turun. Itu bukan saatnya ia melarikan
diri dari Tuhan tetapi itu saat ia boleh menerima anugerah keselamatan dari
Tuhan, pertobatan, dan kesadaran keberdosaan yang Tuhan inginkan dari setiap
kita. Tuhan mau kita menjadi orang-orang yang rendah hati dan tahu siapa kita
dihadapan Tuhan, sadar kita adalah orang berdosa yang membutuhkan keselamatan
dari Tuhan, sadar bahwa kita membutuhkan dicuci dan dibersihkan oleh darah Tuhan
dan itulah yang boleh membawa kita kembali kepada Dia.
Pada
saat kita boleh melihat hal ini maka kita mengerti cara kerja Tuhan yang jauh
berbeda daripada apa yang dunia pikirkan, cara Tuhan beranugerah yang
tidak pernah dipikirkan oleh orang di seluruh dunia dengan cara pikir mereka
yang sangat berlawanan dengan cara Tuhan kerja. Justru pada saat itulah
kita boleh tahu bahwa Tuhan mengasihi kita. Kita mengadakan perjamuan
dan mengingat Dia yang mencurahkan darah dan memecahkan tubuhnya di kayu salib
bukan untuk mencari orang yang merasa dirinya hebat dan paling penting
tetapi untuk menebus orang berdosa dan para penyamun supaya boleh bertobat
dan kembali pada Tuhan. Saat itulah orang-orang gelandangan, timpang dan buta
akan diperbaharui dan disucikan untuk hidup kembali di dalam anugerah dan
masuk di dalam perjamuan Allah, pemelihara hidupnya. Dan disitulah keselamatan
menjadi anugerah yang menyangkut satu nilai tertinggi.
Tiga:
Ketika tuan itu mendengar dari hambanya bahwa semua sudah masuk tetapi masih ada
tempat, maka tuan itu minta para hambanya agar pergi ke semua jalan dan memaksa
orang-orang yang ada di situ untuk masuk dan tidak seorang pun dari yang telah
diundang itu akan menikmati jamuanKu (ay. 23). Disini Kristus sudah
memberikan peringatan supaya kita tidak main-main, karena mereka yang
bermain-main dengan undangan itu tidak akan mendapat tempat lagi. Prinsip
anugerah disertai dengan konsep kedaulatan. Allah rela menolong orang yang
hancur dan paling berdosa tetapi jangan bermain-main dengan anugerahNya,
karena ia akan mengatakan bahwa tertutuplah tempat bagimu. Kedaulatan Allah
adalah kedaulatan Allah sehingga jangan kita berpikir ketika kita
berurusan dengan keselamatan kita di hadapan Allah maka kita dapat bermain-main
karena keselamatan adalah menyangkut relasi yang tertinggi. Maka teologi
Reformed melihat ini secara komposisional, yaitu bagaimana anugerah Tuhan ditawarkan
dan dapat menjangkau siapapun juga tanpa terkecuali. Tetapi kedaulatan bukan
di tangan kita melainkan di tangan Tuhan dan ketika ditutup maka tidak ada
tempat lagi bagi kita.
Disini Tuhan dengan tajam sekali mengungkapkan satu doktrin keselamatan yang begitu rupa untuk kita boleh semakin hari semakin menyadari berapa besar anugerah yang Tuhan berikan. Saya ingin setiap kita mulai memikirkan siapa kita dihadapan Tuhan. Ketika kita boleh menyadari berapa berdosanya kita, itu saat kita bertobat di hadapan Tuhan. Biarlah pada hari ini kita diuji kembali dan mencoba merefleksi diri kembali, siapakah saya dihadapan Tuhan. Dan biarlah anugerah Tuhan masih boleh tiba ke atas kita, jangan sampai terlambat dan jangan sampai kesempatan itu ditutup dari kita. Berani bermain-main dengan kedaulatan Allah berarti bermain-main dengan pribadi Allah. Maka bagi saya, itu merupakan peringatan yang diungkapkan dengan ketajaman sehingga setiap kita boleh mengingat kembali. Berita seperti ini sudah cukup bagi orang Yahudi untuk memicu cara berpikir mereka dan mereka tahu apa yang disampaikan. Hal ini bukanlah berita kosong melainkan telah dibuktikan dalam sejarah. Amin.?
(Ringkasan
khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)