Ringkasan
Khotbah : 17 September 2000
KELUARGA BAHAGIA: PRESUPOSISI DASAR
Pengkhotbah :
Rev. Sutjipto Subeno
Dalam bagian ini kita akan memasuki konsep tentang keluarga. Di dalam membicarakan tentang keluarga terdapat hal tertentu yang perlu kita mengerti kembali, dimana keluarga merupakan pergumulan setiap pribadi kita dan itu adalah satu hal yang begitu realistik ada di tengah dunia. Sehingga bagi iman Kristen, berbicara tentang keluarga merupakan salah satu hal yang begitu penting. Di tengah jaman modern ini, pengerusakan keluarga sangat luar biasa, yang mengakibatkan banyak keluarga yang kehilangan prinsip, isi dan bagaimana mereka harus menghidupkan format keluarga mereka. Ketika kita mulai memasuki hidup berkeluarga tidak dengan cara yang tepat, di dalam pikiran, keinginan dan harapan kita yang begitu indah dan ingin kita lihat secara positif, maka itu seringkali akan mengakibatkan suatu ledakan di dalam kehidupan keluarga karena ternyata konsep yang kita terima lebih banyak berasal dari konsep sekuler, opini-opini dan kasus realita yang ada.
Dengan demikian, hal pertama yang perlu kita selesaikan adalah bagaimana kita harus mulai memasuki presuposisi, mengarap prinsip keluarga. Satu kesalahan fatal adalah apabila di dalam kita mengerti kebenaran, kita tidak kembali pada prinsip firman Tuhan melainkan menganalisa berdasarkan realita. Kita tidak boleh menggunakan struktur induktif seperti yang dikerjakan oleh sekuler understanding daripada science (ilmu ilmiah modern) yang menggunakan satu tipuan logika yang kita kenal dengan nama induksi. Dan dengan cara demikian kita anggap sah mendapatkan suatu kebenaran. Hal tersebut tidak mungkin dijadikan basis kebenaran, karena: pertama, secara faktual kebenaran sejati itu berada diatas realita. Di dalam mempelajari apapun, the truth is the truth (kebenaran adalah kebenaran) sehingga realita harus menyesuaikan dengan kebenaran. Prinsip filsafat duniawi atau psikologis seringkali salah di dalam studi biblika dengan melakukan pendekatan melalui jalur realita. Tetapi sebagai orang Kristen, kita tidak seharusnya berpijak seperti itu karena kita memiliki kebenaran sejati yang bukan dirancang oleh manusia melainkan wahyu yang diberikan oleh Tuhan, dan itu merupakan kebenaran yang melampaui semua presuposisi manusia manapun. Ketika kita tidak mau balik kepada prinsip pertama maka seluruh penyelesaian keluarga hanya akan menghancurkan masyarakat dan merusak tatanan.
Prinsip Alkitab yang mengungkapkan perlunya kita membangun keluarga, suatu pernikahan yang monogami, pernikahan yang harus menjaga kesucian serta prinsip pernikahan yang kekal itu bukanlah tanpa alasan karena dibelakangnya seluruh prinsip hidup berdiri tegak di dalam kebenaran Allah, dan ketika itu dilanggar maka orang tersebut tidak akan mengalami kebahagiaan yang penuh. Salah satu aspek psikologi mengatakan bahwa penyebab banyaknya anak muda sekarang yang membikin ulah kekacauan, pertikaian anak remaja, pengeroyokan, dsb. itu adalah anak-anak yang anti sosial, yang tidak dapat bersosialisasi, hidupnya di dalam kekerasan dan berjiwa kekejaman. Dan mereka belajar anti sosial tersebut dari keluarga. Anak-anak yang di rumah tidak mempunyai format keluarga yang baik maka diluar akan menjadi perusak masyarakat. Sehingga dari keluarga-keluarga yang sakit akan menciptakan masyarakat yang sakit. Dan itulah yang akan terjadi jikalau kita membangun konsep keluarga dengan cara dunia.
Kedua,
di dalam membicarakan tentang keluarga, kita harus kembali pada firman karena
kita disadarkan dengan satu Teologi Reformed yang mengatakan bahwa dunia ini
sudah mengalami kerusakan total. Kita tidak mungkin membangun prinsip yang
baik berdasarkan realita yang telah rusak karena itu sama seperti ketika kita
diminta membuat definisi tentang mobil, tetapi didepan kita disodori mobil
yang sudah sangat rusak, maka yang kita buat adalah definisi dari kehancuran
tersebut. Ketika kita mencontoh format dunia yang rusak untuk membangun satu
teori realita berdasarkan model-model keluarga, yang kemudian kita induksi
dan mengambil kesimpulan bahwa keluarga adalah seperti itu, maka itu
merupakan basis pengerusakan sistem keluarga yang paling fatal. Sebab bukan
sekedar akan menjadi teori kacau tetapi saudara akan mengacaukan orang-orang
yang hidup benar. Induktif studi keluarga hanyalah untuk menunjukkan berapa rusaknya
keluarga yang ada, dan bagaimana firman Tuhan harus mengkoreksinya. Disini kita
percaya bahwa tidak ada kemampuan manusia yang sanggup memulihkan
struktur ini kecuali Roh Kudus yang bekerja. Alkitab jelas mengatakan bahwa kita
adalah manusia yang dicipta baru di dalam Kristus (recreated man), II Kor 5:17.
Hari ini berbagai format yang disodorkan oleh majalah dan film-film
(Cinderella Syndrom) dimana semua memberikan opini-opini yang sangat mengerikan
tentang keluarga, dan itulah yang membuat manusia semakin rusak dan hancur.
Tetapi sebagai anak Tuhan yang mengerti dan memiliki firman tidak
seharusnya kita turut dalam prinsip seperti itu. Satu-satunya adalah kembali
pada prinsip firman Tuhan, baru ketajaman penglihatan kita akan muncul sebab Roh
Kudus akan menerangi dan membawa kita hanya dari titik pijak yang tepat untuk
melihat semua yang terjadi.
Ketiga,
Studi induktif di dalam dirinya sendiri tidak valid. Realita merupakan hal yang
tidak valid karena realita tidak pernah kita pelajari secara menyeluruh dan
tidak pernah mungkin akan kita dapatkan secara menyeluruh juga. Kita tidak
akan mungkin meneliti seluruh keluarga untuk mendapatkan kesimpulan
tentang keluarga dan sekalipun kita dapat mendapatkannya hari ini, itupun tidak
akan sah untuk besok. Sesungguhnya kita mempunyai prinsip yang begitu agung,
yang jauh diatas realita yang sebenarnya dapat kita pakai sebagai prinsip
pembangun teori yang sangat sah, yang sangat kokoh dan tidak dapat digeser.
Dan disini kita akan mempunyai konsep yang jelas bagaimana membangun konsep
keluarga di dalam kekristenan. Keluarga Kristen yang bahagia harus kembali
pada kunci konsep firman Tuhan.
Terdapat
tiga alasan mengapa keluarga begitu serius harus kita bicarakan dan pelajari karena:
1). Alkitab menegaskan bahwa keluarga adalah the define institution (institusi
Ilahi). Tuhan mencipta lembaga pernikahan sejak dunia belum jatuh di dalam
dosa. Kej 2 menyatakan bahwa Allah menciptakan pria dan wanita, dan mereka dipersatukan
di dalam lembaga pernikahan yang disahkan oleh Tuhan. Lembaga pernikahan bukan
sekedar lembaga karena instingtif, melainkan pernikahan dicipta oleh Tuhan
dengan cara dan struktur penciptaan yang unik dan ini menjadi satu lembaga
yang begitu serius dikerjakan. Di dalam Injil Matius juga dikatakan bahwa apa
yang telah dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan manusia. Sehingga
ketika manusia mencoba menceraikannya, maka ia sudah melawan diametris
terhadap keberadaan Allah sendiri. Pernikahan bukanlah sekedar I love you,
you love me, tetapi kekristenan melihat pernikahan itu sebagai hubungan
antara Kristus dengan jemaat (hubungan yang vertikal antara Allah dengan
manusia). Di dalam konsep Ilahi pernikahan merupakan satu institusi yang
begitu agung dan mulia. Kita tidak akan tahu bagaimana keluarga yang tepat
kecuali kembali pada yang membuat membuat keluarga tersebut. Disini kita
boleh mengerti betapa indah, berharga dan agungnya sebuah pernikahan.
Dan dengan demikian seluruh perjalanan pernikahan boleh digarap dengan serius
karena kita tahu basisnya yang akan membuat seluruh cara pandang terhadap
pernikahan berubah.
2).
Institusi Ilahi menjadikan pernikahan menjadi satu natur dasar daripada manusia
itu sendiri (the basic nature of human being). Ketika manusia itu hanya
seorang pria atau wanita saja, maka itu dapat dikatakan bahwa ia adalah
“manusia yang belum utuh totalitasnya.” Pertama kali Alkitab mengatakan
tidak baik, sesudah semua yang Ia ciptakan baik adanya adalah ketika manusia
masih sendiri (Kej 1). Kita seringkali mungkin hanya mengerti dari aspek
prokreasi saja. Tetapi kita harus menyadari bahwa di dalam semua segi
antara pria dan wanita (bukan hanya di dalam aspek fisik saja), melainkan di
dalam cara berpikir, cara berelasi dan pola hidup, mereka saling melengkapi.
Sehingga dengan demikian, basic nature daripada kehidupan keluarga adalah pernikahan
antara seorang pria dan seorang wanita. Di dalam bahasa Ibrani kita akan lebih
jelas melihat kaitan hal ini yaitu: “Ia akan dinamai Haishshah karena ia
berasal dari Haish,” (dimana Haisyah (perempuan) itu menjadi satu ekstensi
dari Hais (laki-laki)). Sehingga ini menjadikan pernikahan sebagai lembaga
yang sah, yang Tuhan ciptakan.
3).
Keluarga begitu penting karena keluarga adalah pembentuk unit masyarakat yang
paling kecil. Manusia mempunyai dua unsur, yaitu individunya (satu struktur
kepribadian secara internal), dan instrinsik ia sebagai seorang manusia yang
masih harus dijalankan dengan format ekstrinsiknya, yaitu bagaimana ia
sebagai manusia berelasi dengan sesama (homo hominisocius). Manusia tidak
dicipta secara tunggal melainkan plural sehingga dengan demikian manusia harus
berinteraksi satu sama lain. Pernikahan adalah belajarnya seseorang
bersosialisasi dengan orang lain, belajar tidak mementingkan/ memikirkan
dirinya sendiri. Dan hal ini keluarga merupakan miniatur social condition
dari intrinsik dan ektrinsik ekonomi Allah Tritunggal. Jadi kalau Allah tritunggal,
Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus di dalam dirinya sendiri menjadi pribadi dan
berelasi di dalam diri antar pribadi tritunggal maka manusia juga secara
miniatur disebut dwitunggal (lebih kecil dan kualitasnya lebih rendah),
suami-istri dapat bersosialisasi. Dan sosialisasi dalam keluarga ini
membentuk unit terkecil daripada sosial masyarakat yang besar. Dengan demikian
kalau sosial condition masyarakat terkecil ini beres (setiap keluarga
beres) maka akhirnya seluruh masyarakat menjadi masyarakat yang sehat,
tetapi apabila yang terjadi sebaliknya maka masyarakat tersebut juga
akan menjadi sakit dan relasi menjadi rusak. Sehingga didalam format ini bagaimana
pedidikan anak didalam Alkitab diajarkan dengan baik dengan demikian format keluarga
dikembalikan pada tuntutan Alkitab.
Ketika
Tuhan menciptakan istitusi keluarga, Ia tidak menciptakan itu untuk membuat manusia
sengsara tetapi justru Ia menyediakan the fullness of happiness untuk sebuah
keluarga. Persoalannya adalah maukah kita masuk didalamnya ataukah kita
hanya membayangkan kebahagiaannya tetapi kita mau berjalan semau kita
sendiri, yang menyebabkan kita tidak dapat bertemu dengan kebahagiaan
yang Tuhan sediakan. Hari ini mari kita mengevaluasi kembali apakah pernikahan
kita hanya merupakan suatu putaran yang tanpa arah yang akhirnya menjadi
kering? Apakah kita sebenarnya telah gagal mengerjakan pernikahan yang jauh
lebih indah dan dinamik untuk kehidupan kita?
Biarlah tiga bagian ayat yang telah kita baca ini boleh memberikan konsep yang mendasar tentang pernikahan. Coba kita pikirkan kalau kita mau menikah, apa yang akan kita lakukan, pernikahan itu apa, mau kemana, bagaimana kita merancang kehidupan yang akan datang, bagaimana kita taat pada Tuhan, bagaimana belajar membentuk satu citra keluarga yang cinta Tuhan dan juga bagaimana memelihara dari sejak masa pacaran supaya jangan sampai kita jatuh ke dalam kerusakan! Karena kerusakan itu akan membuat kita menyesal dan tidak dapat dipulihkan kembali dan sejarah tidak mungkin dapat mundur atau diulang kembali. Biarlah ini boleh menjadi satu pergumulan yang terus membentuk hidup kita, kehidupan pelayanan kita, seluruh kehidupan keluarga dan akhirnya boleh menciptakan satu kebahagiaan yang Tuhan inginkan. Saya rindu, kalau orang-orang Kristen boleh kembali pada format keluarga yang tepat dan baik sehingga dapat menjadi kesaksian yang baik, yang mampu memberikan dampak dunia melihat dan ingin mencontoh kita. Amin.?
(Ringkasan
khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)