Ringkasan
Khotbah : 29 Oktober 2000
PENGINJILAN DI DALAM KELUARGA
Pengkhotbah
:
Rev.
Sutjipto Subeno
Dalam
bagian ini kita melihat bagaimana situasi keluarga yang diungkapkan oleh Paulus,
dimana keluarga merupakan satu bagian yang harus bersifat monolitik (satu
keutuhan) yang tidak boleh diceraikan. Sebab pernikahan bukan sekedar merupakan
satu hukum melainkan di dalamnya merepresentasikan/ menggambarkan hubungan
antara Kristus dengan jemaat. Tetapi kita sering melakukan kesalahan fatal
dengan menjadikan kebahagiaan keluarga sebagai sasaran terakhir dari
kehidupan manusia, yang membuat akhirnya kita mengejar kebahagiaan faktamorgana
(semu), yang seolah bahagia tetapi menimbulkan kekosongan dalam hatinya dan
tidak akan pernah puas. Kebahagiaan sesungguhnya bukan merupakan tujuan,
melainkan dampak atau efek dari satu tujuan terakhir yang Tuhan tetapkan
bagi setiap keluarga, yaitu mempermuliakan Allah dan menikmatinya seumur
hidup kita. Dan ketika itu dicapai maka damai sejahtera yang menjadi dampak
akan kita nikmati dan mengiring kita setiap saat.
Di
Korintus dijelaskan dengan begitu tegas bahwa dalam hubungan suami-isteri, istri
harus melihat suami sebagai kepala isteri dan Kristus sebagai kepala suami,
sehingga kalimat itu menggambarkan satu hubungan hirarkis yang tepat sekali.
Sehubungan dengan hal ini, maka kita melihat bahwa: 1). Jikalau suami-istri
itu adalah anak Tuhan maka tidak boleh bercerai; 2). Jikalau salah satu
dari suami atau isteri itu bertobat menjadi Kristen dan yang lainnya belum, maka
itu pun juga tidak boleh bercerai, sejauh saat itu suami/ istri yang belum
bertobat itu tidak menghendaki perceraian karena suami atau isteri yang
tidak beriman tersebut dikuduskan oleh isteri atau suami yang beriman;
3). Namun kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai
karena dalam hal yang demikian saudara tidak terikat. Ini bukan sekedar hukum
boleh atau tidak boleh bercerai melainkan ada satu pergumulan/ visi
dibelakangnya yang mana siapa tahu melalui hal itu saudara menguduskan
suami atau isteri saudara. Ini merupakan satu prinsip yang sangat sentral,
yaitu bagaimana keluarga itu dapat mencapai satu damai sejahtera/ kebahagiaan dengan
cara suami-isteri saling menguduskan satu sama lain. Inilah yang saya ingin
bahas sebagai satu prinsip dasar dimana kita masuk ke dalam pengijilan
keluarga, bagaimana di dalam seluruh hidup setiap keluarga hanya dapat
mencapai kebahagiaan tertinggi jika kondisi keluarga itu mencapai satu
kekudusan di dalam Tuhan.
Semua
aspek kesucian moral, etika yang tinggi di dalam kehidupan suami-isteri menjadi
satu hal yang sangat ditekankan dalam kehidupan iman Kristen, namun tidak di
dalam aspek ini. Disini penekanannya lebih kepada bagaimana suami dan isteri
nanti dipisahkan (dikuduskan: dipisahkan untuk satu tugas yang khusus)
yang menjadi satu kaitan/ relasi yang mau mempermuliakan Allah
melalui hubungan mereka. Dan karena representasi pernikahan adalah menggambarkan
Kristus dan jemaat, kita akan membahas tiga hal yang seluruhnya berpusat pada
Kristus: konsep pertama, Kristus diatas keluarga (Christ is the head of
the house). Kalimat yang seringkali dapat kita temukan dalam hiasan
dinding rumah. Kalimat ini sesungguhnya adalah kalimat doktrin yang
sangat keras namun sekarang sudah banyak menjadi slogan dan bahkan disalahtafsirkan.
Maka ketika saudara memasang hiasan itu di rumah saudara, benarkah rumah
tangga saudara telah mengepalakan Kristus? Apakah kita telah menyadari dengan
jelas bahwa di dalam relasi suami-isteri harus ditundukkan mutlak di bawah
kebenaran Allah dan kedaulatan Kristus, karena Kristus adalah kepala suami dan
suami kepala isteri? Suami sebagai kepala rumah tangga bukan merupakan
otoritas terakhir tetapi ia harus tunduk dibawah kekepalaan Kristus sebagai
kepala keseluruhannya sehingga seluruh keluarga boleh mencapai suatu
kebahagiaan yang sejati dan mempermuliakan Allah. Dan itu tidak akan dicapai
kalau keluarga tersebut tidak berpusat pada Kristus. Disini yang perlu
diperbaharui bukan sekedar pertobatan pribadi, dimana saya menundukkan
keegoisan diri saya untuk kembali taat kepada Tuhan melainkan juga keluarga,
bagaimana rumah tangga diserahkan kepada kedaulatan Kristus yang memerintah
atas rumah tangga kita. Keluarga yang diperintah oleh Kristus adalah dimana
setiap keputusan yang diambil merupakan keputusan yang digumulkan di
dalam kehendak Kristus. Inilah yang menjadi citra yang membahagiakan keluarga!
Mungkin
banyak orang menganggap hal diatas sepele, namun sebenarnya ini telah menimbulkan
terlalu banyak masalah dalam kehidupan keluarga, yang mengakibatkan kehidupan keluarga
yang bermasalah seperti ini tidak pernah dapat terbuka secara jujur dan terjadi
kontaminasi yang besar. Ketika suami-isteri tidak mengepalakan Kristus
diatas, maka suami-isteri itu tanpa sadar akan saling membandul satu sama
lain. bahkan sekalipun telah diberikan premarital konseling, saya masih
menemukan beberapa keluarga bermasalah di dalam aspek ini. Seringkali kekepalaan
suami dalam kehidupan keluarga disalahgunakan oleh suami sehingga akhirnya suami
menganggap bahwa ia menjadi otoritas terakhir dan isteri suka atau tidak suka
harus tunduk pada suami. Hal ini lebih tepat saya katakan sebagai
kediktatoran suami yang dapat menimbulkan masalah yang sangat rumit di dalam
diri isterinya. Sebab isterinya akan menjadi orang yang tertekan dan banyak
isteri yang akhirnya terkena sakit kanker karena suaminya tidak dapat diajak bicara
dan tidak berani untuk membantah apa yang dikatakan oleh suaminya. Iman Kristen
mengajarkan bahwa isteri harus tunduk pada suami di dalam segala hal,
tetapi di lain pihak hal itu dipakai suami sebagai suatu alat untuk
mengintimidasi isterinya. Kalau Kristus tidak menghendaki tetapi suami
membantah maka itu berarti sama seperti isteri membantah suami. Seringkali suami
marah ketika isteri membantahnya, tetapi sesungguhnya ia juga harus sadar
bahwa Tuhan akan marah kalau ia berani membantah Kristus. Jadi tidak ada
alasan suami memainkan peranan sebagai kepala dan mengintimidasi isterinya.
Sebab keluarga yang demikian tidak akan mungkin mencapai kebahagiaan,
anak-anak menjadi kecewa sekali melihat ayah yang diktator dan ibu yang tertekan,
dan itu menimbulkan kebencian dalam diri mereka terhadap orang tua. Hal ini banyak
terjadi bukan hanya di luar kekristenan melainkan juga di dalam Kekristenan.
Sebagai kepala, seringkali dalam mengambil keputusan suami merasa cukup
bijak dan tidak perlu mengumulkan dengan isterinya tetapi ia tidak sadar
bahwa ketika ia mengambil keputusan yang salah, maka seluruh keluarga akan
terkena efeknya. Disini saya mengharapkan pertobatan di dalam keluarga. Cara
terbijak adalah ketika kita akan memutuskan segala sesuatu, kita menggumulkan
bersama apa yang Tuhan mau kita kerjakan, berdoa dan bersama-sama melihat
pimpinan Tuhan di dalam rumah tangga kita sehingga akhirnya seluruh keluarga
akan melihat sebagai satu kepuasan karena bersama taat pada pimpinan Tuhan.
Kedua,
Kristus di dalam keluarga (Kristus bukan sekedar kepala atas rumah tangga tetapi
Ia juga adalah pembaharu keluarga. Keluarga anak-anak Tuhan dapat dipulihkan dan
dibentuk baru asal ada komitmen dari kedua belah pihak untuk memperbaharui.
Sejauh kedua pihak, baik suami maupun isteri bertekad memperbaharui kembali
kehidupan keluarga mereka sesuai dengan firman dan bersandar mutlak pada
Tuhan maka tidak ada yang mustahil di hadapan Tuhan. Mungkin ini jauh lebih
berat daripada mereka yang belum sampai pada kerusakan seperti itu tetapi
seberat apapun, Tuhan sanggup memulihkan keadaan yang rusak dan hancur kepada
keadaan yang baik. Dan itulah yang menjadi pengharapan besar orang Kristen! Kekristenan
dalam mengerti pengharapan sangat berbeda dengan prinsip judi di tengah dunia,
sebab ketika kita bermain judi (pasti dengan pengharapan yang besar)
tetapi di dalamnya tergantung satu spekulasi yang bermain-main dengan
kuasa yang akan menghancurkan dan didalamnya dikuasai oleh nafsu; tetapi
pengharapan di dalam Kristus merupakan satu pengharapan yang dimulai dari
pengudusan. Pengharapan yang bersandar pada Kristus yang sudah menang dan
menjadi bukti kekuatan. Dalam Ibrani dikatakan, apa yang dapat membuat kita
tidak berpengharapan kalau Kristus sudah melewati semua kesulitan dan masalah
seperti yang saudara dan saya sudah alami dan sudah memenangkan semuanya itu?
Pengharapan hidup yang disandarkan pada manusia pasti akan mengalami
kekecewaan karena manusia memang tidak sah menjadi pokok sandaran
pengharapan kita dan dalam banyak aspek mempunyai limitasi yang tidak memungkinkan.
Pengharapan sejati adalah kembali pada Kristus karena Kristus bukan satu figur
yang hanya dapat mengatakannya saja tetapi ia adalah figur yang menjalankan
dan membuktikan dengan bangkit dari kematian, dan menyaksikannya kepada
begitu banyak orang, sehingga tidak ada alasan orang mengatakan Kristus
tidak bangkit. Disini kita tahu bahwa Kristus adalah satu-satunya yang menang
dari semua kesulitan yang pernah Ia alami di tengah dunia, yang jauh lebih berat
dari apa yang saudara dan saya alami. Kristus datang bukan untuk orang sehat
atau keluarga yang sudah beres melainkan justru untuk memperbaharui
keluarga-keluarga yang selama ini mau kembali diperbaharui olehNya. Inilah
prinsip yang Tuhan mau perbaharui karena Tuhan mau pakai keluarga untuk
menjadi saksinya. Kalau keluarga-keluarga Kristen hancur dan rusak maka bagaimana
mereka dapat menjadi saksi dan mempermuliakan Allah karena satu imposiblitas.
Pdt. Stephen Tong selalu mengatakan bahwa kalau kita sudah tidak dapat lagi
melihat perbaharuan dan tidak ada kuasa Tuhan yang bisa memperbaharui hidup maka
kita berhenti saja menjadi pengkhotbah. Tetapi justru dengan adanya khotbah
dan belajar firman itu karena kita percaya masih ada perubahan yang bukan
dengan kuasa kita melainkan kuasa Kristus sebagai pembaharu hidup saudara
dan saya.
Ketiga,
Kristus melalui keluarga (Kristus menebus keluarga). Dalam Korintus, Paulus menyatakan
beban dia melihat keluarga-keluarga dimenangkan oleh anggota keluarganya.
Yang paling potensial memenangkan keluarga adalah anggota keluarga itu sendiri
tetapi yang paling susah memenangkan keluarga, juga adalah anggota keluarga
tersebut. Karena merekalah yang mengetahui secara totalitas hidup kita.
Ketika dalam satu keluarga, satu orang bertobat sungguh-sungguh maka itu
akan menjadi dampak yang akan membawa seluruh keluarga mulai melihat sinar Allah
yang mulai direfleksikan melalui orang tersebut ke seluruh anggota keluarga
yang lain. Maka ketika satu anak Tuhan mulai bertobat, itu merupakan panggilan
yang sangat serius bagi dia untuk sungguh-sungguh menjaga kesungguhan sehingga
kemuliaan Allah memancar dalam hidupnya. Seorang anak Tuhan bertobat bukan
dengan egois atau mencari selamat sendiri tetapi kerinduan dari dirinya
terpancar kemuliaan Allah yang memancar keluar. Disatu pihak kita menyatakan
prinsip Kristen tetapi dilain pihak kita menunjukkan citra Kristen yang sejati,
bagaimana hidup sebagai anak Tuhan yang sejati. Jadi itu menjadikan orang
harus melihat bahwa seorang Kristen sangat berbeda dari yang lain karena
prinsip dan ibadahnya jelas, ketaatannya sungguh-sungguh dan tidak
mempermainkan iman tetapi di lain pihak ia bukan menjadi musuh keluarga, bahkan
lebih hormat dan sayang terhadap orang tua. Sehingga melalui perubahan
hidup kita menjadi satu kesaksian yang paling kokoh dalam memberitakan injil
di tengah keluarga. Banyak orang Kristen hanya mau menyatakan diri dari
aspek slogan dan bukan dari kehidupan yang sungguh-sungguh! Bagaimana
dengan keluarga kita?
Saya rindu setiap kita dipakai menjadi saksi sehingga banyak orang boleh dimenangkan melalui kesaksian hidup kita. Biarlah hari ini kita kembali disadarkan bagaimana setiap anggota keluarga Kristen menjadi alat-alat Tuhan yang merefleksikan kasih Kristus, penebusan, kematian Kristus di kayu salib, yang boleh membawa kita menikmati keindahan hidup yang memperjuangkan kemuliaan Tuhan. Amin.?
(Ringkasan
khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)