Ringkasan Khotbah : 17 Desember 2000
Roti Jasmani atau Roti Rohani
Pengkhotbah :
Rev. Sutjipto Subeno
Hari ini kita melihat cerita
panjang di dalam Yoh 6 yang diawali dengan satu berita yang kelihatannya
begitu hebat yaitu ketika Yesus berkhotbah dan memberi makan sekitar sepuluh
ribu orang. Alkitab memang hanya mencatat 5000 laki-laki yang makan, namun
itu artinya perempuan dan anak-anak belum dihitung. Yesus tahu bahwa mereka
mengejarNya hingga ke seberang danau bukan karena mengerti tanda tetapi
karena makan dan perut mereka menjadi kenyang. Akhirnya Yesus terus
melanjutkan khotbahnya hingga menimbulkan reaksi keras dari orang-orang
Yahudi, bahkan semakin rumit dan tidak dapat menerimanya. Disini Yesus justru
mempertajam esensi apa yang sedang terjadi di tengah murid-murid tersebut,
dimana mereka mulai mengalami kegoncangan iman dan bahkan akhirnya
meninggalkanNya.
Kita melihat kontras yang luar
biasa sedang terjadi disini. Pada awal ps. 6 dikatakan beribu-ribu orang datang
kepada Kristus dan ingin mengikutiNya namun akhirnya begitu banyak orang yang
meninggalkan Tuhan. Bukankah konsep ini bertentangan mutlak dengan apa yang kita
pikirkan sebagai kesuksesan di dalam dunia ataupun dalam pemberitaan injil.
Menurut teori, jika pada awalnya sepuluh ribu orang mengikuti Yesus maka
selanjutnya akan menjadi tiga puluh ribu atau bahkan lebih banyak lagi. Tetapi
justru khotbah yang paling penting seringkali berakibat begitu banyak orang
meninggalkan Tuhan Yesus.
Istilah “roti” dalam Yoh 6:41
bukan sekedar menggambarkan roti dalam arti makanan, tetapi lebih menunjuk
kepada makanan pokok atau kebutuhan pangan yang mendasar. Kita dapat bandingkan
dengan doa Bapa Kami yang di dalam satu petisinya mengatakan: “Berikanlah
kepada kami makanan kami yang secukupnya pada hari ini.” Kata “makanan
kami,” di dalam Alkitab bahasa aslinya adalah “roti yang cukup
untuk hari ini.” Namun istilah ini dalam bahasa Indonesia diterjemahkan
sebagai makanan karena memang inti pengertiannya bukan roti secara benda (ansih)
namun roti sebagai satu figur/simbol daripada makanan pokok kita. Inilah yang
menjadi ide penting yang ingin diungkapkan! Ketika orang-orang Yahudi selesai
makan roti dan menjadi kenyang maka mereka merasa kebutuhan pokoknya sudah
terpenuhi dan itu dianggap segalanya. Hingga detik ini konsep seperti ini
tetap dipegang. Abraham Maslow, seorang tokoh psikolog humanis yang
paling terkenal mengatakan bahwa kebutuhan manusia yang paling mendasar dan
tidak dapat diganggu gugat adalah kebutuhan pangan. Manusia jika kebutuhan perutnya
sampai terganggu akan berbuat apa saja bagi perutnya, dan ini memang nyata
terjadi, tanpa terkecuali di negara barat maupun di timur. Maka Yesus kemudian
membawa hal ini masuk ke dalam realita dibalik realita. Ketika mereka melihat
suatu realita yang ada yaitu “roti,” mereka belum melihat realita yang
sesungguhnya karena kita masih harus menerobos realita tersebut untuk mendapatkan
realita yang hakiki yaitu roti hidup, yang merupakan tawaran yang lebih besar
daripada semua kebutuhan yang kita miliki. Dan itulah yang oleh Tuhan Yesus
disebut sebagai “sign” (tanda). Namun orang-orang saat itu hanya
melihat roti yang dapat mengenyangkan perut mereka dan tidak melihat tanda yang
lebih esensial daripada kondisi realita yang tampak dan akhirnya itu yang
membuat mereka semakin rumit.
Selanjutnya kita akan melihat
beberapa kerumitan yang manusia seringkali sulit terima Pertama, kesulitan
membedakan roti yang secara manusia dengan roti yang ditawarkan oleh Tuhan, yang
bersifat kekal. Ketika manusia melihat roti, ia hanya berpikir tentang roti
yang dapat mengenyangkan/memuaskan perutnya, dan itu dianggap cukup jika
sudah dapat memenuhinya. Tetapi Yesus justru mengatakan bahwa itu bukanlah
segala-galanya dan Ia menawarkan satu kebutuhan yang lebih mendasar bagi
manusia yaitu roti hidup, roti kekal, yang akan membawa manusia ke dalam
kekekalan sehingga tidak akan pernah merasa lapar kembali. Namun mereka tetap
mempunyai kesulitan merelasikan hal ini karena realita yang satu dengan yang
lain berbeda sama sekali. Ada satu sumber spiritual yang membuat hal itu dapat
terjadi dan mereka tidak mau melihatnya. Mereka hanya mau melihat apa yang
didepan mata dan mereka tidak mau lebih melihat bahwa ada sesuatu yang tidak
kelihatan secara langsung tetapi sedang terjadi didalamnya. Mereka hanya
melihat hal rohani sebagai satu hal yang sangat menyulitkan dan mereka berpikiran
bahwa jika mereka harus menerima yang bersifat rohani maka yang jasmani harus
ditinggalkan sehingga akhirnya orang Kristen menjadi dualisme, kalau ke gereja
itu berurusan dengan roti rohani tetapi kalau ke dunia itu berurusan dengan roti
jasmani. Padahal seharusnya dua hal tersebut dihubungkan secara paradoks.
Kesulitan
kedua, kalimat di
dalam ayat 45-46 membuat orang Yahudi terheran-heran karena mereka tahu bahwa
Yesus adalah anak Yusuf dan Maria dan dibesarkan di Nazaret dan anak tukang kayu.
Sekali lagi mereka tidak dapat melihat apa yang tidak tampak di depan mata.
Yesus memang anak Yusuf tetapi Ia juga adalah Anak Allah yang berinkarnasi ke
tengah dunia. Mereka kesulitan memparadokskan antara Yesus yang adalah inkarnasi
Allah dan turun menjadi manusia dengan Yesus yang adalah anak Yusuf dan Maria.
Lima roti dan dua ikan dapat menjadikan sepuluh ribu orang makan dan sisa dua
belas bakul, itu pasti bukan sembarang manusia, tetapi mereka tidak dapat
melihat tanda tersebut. Disini kesulitan karena tidak mampu mengkoneksikan
dua hal ini.
Kesulitan
ketiga, mereka
berpikir kalau mereka dapat datang, itu adalah hak mereka untuk datang tetapi
Yesus berkata bahwa yang akan datang kepadaNya itu adalah yang di utus oleh Bapa
untuk datang kepadaNya dan yang tidak diutus kepadaNya tidak mungkin dapat datang.
Kesulitan ini dari dahulu hingga hari ini adalah sama. Banyak orang berpikir
kalau ia diselamatkan dan datang kepada Tuhan Yesus, bertobat, itu adalah
hasil usahanya sendiri. Disini setiap kalimat Tuhan Yesus membuat mereka
bertambah kesulitan untuk mengerti apa sebenarnya yang Yesus mau, karena
mereka tidak mampu memparadokskan relasi mereka. Padahal Yesus mengatakan
bahwa kalau kita dapat datang kepadanya itu karena Tuhan yang menggerakkan
kita untuk datang dan yang dapat datang itu hanya yang dipilih oleh Bapa untuk
datang. Dan kesulitan seperti ini bukan hanya dua ribu tahun yang lalu
tetapi hingga detik ini. Banyak orang berpikir bahwa kalau ia berinisiatif
maka itu mutlak adalah hak dia. Namun alkitab mengatakan bahwa kalau kita
dapat sampai tiba kepada Kristus itu karena Bapa mengutus kita untuk datang kepada
Kristus sehingga waktu kita bertobat kita tidak mungkin akan membanggakan
bahwa itu adalah hasil usaha kita. Jadi ketika Tuhan beranugerah, itu tidak
akan berlawanan dengan inisiatif seseorang berjalan menuju kepada Kristus
karena itu harus direlasikan secara paradoks juga.
Maka dari tiga contoh yang
dibukakan di Alkitab kita melihat bahwa kesulitannya terletak pada bagaimana
cara berpikir orang Yahudi yang terjebak ke dalam pemikiran linier dan tidak
bisa berpikir secara paradoksikal. Secara fenomena kita melihat bahwa sepertinya
Tuhan Yesus gagal tetapi justru itulah kesuksesan esensial yang didapatkan
ketika Kristus akhirnya mengokohkan umat pilihanNya yang sesungguhnya. Dan
akhirnya terbukti yang benar-benar datang kepadanya adalah dua belas orang.
Ini merupakan satu hal yang seringkali manusia tidak mampu lihat dan tidak
secara serius gumulkan. Seringkali kita terkecoh antara arti sukses dan tidak
sukses, kita anggap kalau produksi masal dan besar itu kesuksesan dan setiap
kali kita terjebak dengan hal ini dan akhirnya kita rusak. Sehingga kita
pikir Yesus paling gagal ketika ia harus naik ke kayu salib dan disalibkan.
Dihadapan manusia, ketika Yesus
harus mati di dipaku diatas kayu salib itu dipandang sebagai misi kegagalan
total, tetapi justru itulah puncak dari kesuksesan total, dan itulah yang
dinamakan reality behind the reality. Kita tidak menyangkali realita
Yesus sebagai manusia tetapi realita tidak seharusnya demikian. Celaka kalau
manusia hanya dapat melihat realita yang tampak di depan mata dan gagal
menangkap realita di belakang realita.
Satu hal yang saya sedih sekali
dimana negara ini begitu hancur karena negara ini tidak mau mengerti reality
behind the reality. Kita seringkali terjebak dengan fenomena dan kadang cara
penyelesaiannya sangat pragmatis sekali. Saya ingin mengajak kita melihat
dibelakang ini ada satu yang sangat mengerikan. Jika negara ini terus-menerus
berganti rezim/ pemimpin tetapi kejadiannya tetap sama maka berarti ada satu
masalah yang sangat serius dibelakang semua yang tampil. Problem yang sangat
mendasar, yang merupakan problem nasional kita secara total adalah tentang
pribadi kemanusiaan kita dan bukan problem sekedar KKN. Bahkan sekarang saya
melihat satu kondisi yang sangat kacau sekali, yang mungkin saja kita anggap
sudah biasa yaitu dimana kalau seseorang yang kedapatan mencuri satu sepeda
motor dan tertangkap maka ia akan dibakar hidup-hidup, ditonton dan masa bisa
dengan tenang dan sukacita melihat hal semacam itu. Apa arti sebuah jiwa
bagi mereka yang masih dapat melihat seperti itu hingga tidak mempunyai
perasaan belas kasihan sama sekali? Apakah problemnya karena hukumnya kurang keras?
Firman Tuhan mengatakan, “Apa artinya engkau mendapatkan seluruh isi dunia ini
tetapi kehilangan nyawamu? Berapa harga sebuah nyawa bisa diganti? Manusia
seringkali tidak bisa melihat numena/satu hakekat esensial dibelakang fenomena.
Akankah kita hanya sekedar melihat hal-hal yang tampak seperti KKN ataukah
kita dapat menerambah/melihat dibelakang dan melihat ada satu masalah serius
yaitu masalah hidup yang kekal, nilai sebuah jiwa yang tidak kita perhitungkan.
Tuhan Yesus mengatakan bahwa yang mereka ributkan adalah roti yang membuat perutmu
kenyang tetapi ia menawarkan satu hal yang esensial dibelakangnya yaitu
keselamatan nyawa mereka. kembalilah pada roti hidup, roti yang kekal itu,
karena itulah yang kita butuhkan untuk hidup.
Seringkali kita kesulitan
memberitakan injil kepada orang lain karena mereka mau mencari bukti riil.
Mengikut Yesus itu menyangkut esensi nasib di belakang nasib yang kita lihat di
depan mata. kalau kita mendapatkan esensi yang mendasar maka baru realita
fenomenanya mengikuti dibelakangnya. Bagaimana kita mencoba menyadarkan dunia
dan orang di sekeliling kita untuk mengerti realita yang hakiki dibelakang
realita yang kelihatan. Mari kita belajar tidak dikunci oleh fenomena kita
tetapi melihat sesuatu behind the reality dan kalau saudara mengerti hal
itu, mari kita menyadarkan rekan-rekan kita yang lain yang masih di dalam
kondisi seperti itu. Memang hal ini sulit karena mereka terjebak ke dalam satu
opini dunia secara umum hidup manusia berdosa dan terkunci dalam satu lingkaran
tertutup yang membuat bisa terbuka lagi dan mengerti ada sesuatu pengajaran yang
melampaui apa yang ia pikirkan. Tetapi ini masih mungkin dilakukan dan itu
berarti ada penerobosan. Sehingga Alkitab mengatakan “bukan aku yang dapat
datang kepada Kristus melainkan karena Tuhan mengutus aku untuk datang kepada
Kristus.” Dan itu mutlak karena anugerah yang datang pada kita dan disitu
justru yang akan menunjukkan siapa murid Tuhan Yesus yang sesungguhnya.
Saya harapkan ini menjadi satu kekuatan untuk kita mengerti dan Tuhan memakai kita. siapa yang dapat menyadarkan orang melihat realita di belakang realita kalau bukan orang yang sudah menerobos realita itu. Kiranya Tuhan memberkati. Amin.?
(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)