Ringkasan
Khotbah : 7 Januari 2001
Practical Aspect of A Gentleman
Pengkhotbah
: Rev.
Sutjipto Subeno
Beberapa
minggu yang lalu kita sudah melewati dua sesion di dalam membicarakan
seorang wanita yang sejati, dan kita sudah mulai masuk ke dalam tiga konsep pria
yang sejati yang digambarkan dalam Alkitab: pertama, pria yang takut akan Tuhan.
Kedua, pria yang cinta, melindungi dan memelihara isteri dan anak-anaknya,
seperti Kristus mencintai jemaat. Ketiga, pria yang akan menguduskan isterinya,
menjadikan isterinya cemerlang, tidak bercacat, kerut atau serupa itu.
Alkitab
mengatakan, “Kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat
dan telah menyerahkan diriNya baginya.” Dan gambaran ini ingin menunjukkan bagaimana
Kristus menjadi model dasar bagaimana seorang suami berlaku. Terdapat empat
hal yang akan kita pikirkan dan gumulkan bersama mengenai bagaimana seorang
pria/suami memperkembangkan pergumulan dan pertumbuhannya sehingga
sesuai dengan apa yang Tuhan tetapkan sebagai natur pria: pertama, pria yang
bertanggung jawab ( yang mempunyai responsibility). Banyak upaya
pengembangan responsibility di tengah dunia yang sudah mulai menjadi
luntur saat ini. Bahkan beberapa orang guru mengatakan sangat sulit mendidik
anak untuk memiliki tanggung jawab yang baik saat ini. Dan ini semua disebabkan
oleh beberapa hal, yang antara lain adalah hilangnya teladan. Pendidikanlah
yang menentukan seorang anak mampu tidaknya mengembangkan tanggung-jawab,
dan pendidikan yang dilatihkan kepadanya itu sekarang sudah mengalami penurunan
secara drastis dikarenakan tekanan sosial masyarakat yang
sangat besar serta adanya hak asasi manusia yang ditegaskan begitu
rupa.
Ide
suami menjadi kepala seharusnya menekankan pertanggung-jawabannya, bagaimana
ia mengayomi seluruh keluarganya. Tetapi saat ini banyak keluarga yang mempunyai
format keluarga terbalik disebabkan isteri-isteri versi Margaret Thatcher
dan suami yang mengikut dibelakangnya. Seperti contoh negatif yang ditunjukkan
dalam Alkitab yaitu tentang Debora dan Barak. Hal itu dapat terjadi karena
waktu itu pria yang bernama Barak tidak mampu menunjukkan hal yang seharusnya
dilakukan pria sehingga akhirnya Debora harus turun tangan
menggantikannya. Namun ia berkata kepada Barak: “Saya maju, tetapi ketahuilah
bahwa kemuliaanmu sebagai pria hilang.” Alkitab mencatat dengan jelas
bahwa ketika pria gagal menjalankan tugas pertanggung-jawabannya
sebagai pria maka saat itu naturnya hilang dan ia tidak layak lagi menjadi
pria, dan ia akan dilecehkan oleh siapapun juga. Inilah jiwa resposibility,
jiwa bagaimana seorang pria ketika menghadapi sesuatu ia dapat bertanggung
jawab penuh untuk itu dan bagaimana ia menjaga seluruh keluarganya.
Kedua,
pria harus mengembangkan pemikiran yang relasional dan konseptual. Manusia
dicipta Tuhan dengan modal yang sesuai dengan tugas naturnya, sehingga pria
dan wanita terlihat berbeda bukan hanya secara tampilan tubuh saja, melainkan
berbeda hingga dalam hal yang paling esensial/hakekatnya. Seorang pria diberikan
tugas sebagai kepala, maka ia harus menjadi pengarah di dalam seluruh perjalanan
keluarganya di dalam mencapai sasaran yang tepat. Maka seorang pria seharusnya
telah diberi satu kemampuan untuk melihat kedepan dengan cara pikir yang
sangat relasional dan konseptual, sehingga ia dapat melihat seluruh kaitan
bersama-sama lalu menetapkan langkah selanjutnya. Dan ketika pria berpikir
secara relasional dan konseptual, ia tidak mungkin memikirkan detailnya,
sehingga wanita diberikan kemampuan untuk berpikir secara lokal supaya ia
dapat mengisi secara rinci detail yang belum terpikirkan oleh suaminya. Maka
sebagai head, di dalam mengambil setiap keputusan harus dipertimbangkan
secara masak sehingga keluarganya tidak sampai menjadi korban kalau keputusan
yang diambilnya salah. Para pria sesungguhnya sudah diberikan kapasitas untuk
itu maka ia hanya perlu untuk melatih mengembangkannya dengan lebih baik. Banyak
pria modern saat ini tidak lagi dilatih untuk berpikir secara koseptual dan
relasional, melainkan diajar masuk dalam konsep pemikiran yang bersifat
lokal, yang bukan merupakan dunia pria. Dan ketika pria maupun wanita
dipaksa untuk mengerjakan apa yang berlawanan dengan natur mereka, maka apa yang
mereka kerjakan tidak mungkin dapat mencapai maksimal. Di dalam setiap
kemampuan yang dimiliki pria maupun wanita, mempunyai kelebihan dan
kekurangan masing-masing yang sangat mungkin mencapai hasil terbaik
secara konseptual maupun detailnya jikalau kedua unsur tersebut dikomplementasikan.
Dan saat ini yang terjadi adalah pria gagal menjalankan progress pemikiran
konseptual dan relasional sehingga wanita yang mengisi posisi tersebut.
Ketiga,
pria perlu mengembangkan cinta kasih yang bersifat Kristus centric/ melindungi.
Alkitab berbicara dengan jelas bahwa yang seharusnya menjadi love symbol
adalah pria, dan bukan wanita. Tuhan menuntut pria mencintai dengan sungguh-sungguh,
cinta yang melindungi, yang memberikan diri dan mengorbankan seluruh hidupnya.
Alkitab menunjukkan bagaimana ketika Kristus mengasihi jemaat, Ia menjaga, menyucikan
hingga merawati dan memelihara. Maka cinta seperti inilah yang seharusnya
muncul dan dikembangkan tanpa henti oleh seorang pria, bagaimana ia belajar
mencurahkan cinta kasihnya dengan melindungi dan merawati isterinya serta
bagaimana ia dapat memikirkan yang terbaik bagi isterinya. Dikatakan
dalam Alkitab: jikalau kepala tidak merawati tubuhnya maka itu bukan
kepala yang sejati. Maka pria seharusnya mengasihi isterinya sama
seperti Kristus yang mengasihi tubuhnya, yaitu jemaat. Dengan demikian
keseimbangan antara suami bekerja, suami dirumah dan suami melayani semua
menjadi kaitan yang tidak terlepas satu sama lain.
Keempat,
pria/suami yang mempunyai jiwa besar. Suami yang berani maju mengerjakan
sesuatu, mengarahkan dan berani megakui kegagalan. Seorang suami yang menjadi
pemimpin di dalam keluarga sangat memerlukan jiwa besar untuk berjalan di tengah
dunia ini. Jikalau tidak maka ia akan menjadi permainan daripada situasi,
mempermalukan dan menghancurkan diri maupun keluarganya. Tuhan
sesungguhnya sudah memberikan kapasitas ini tetapi tekanan
masyarakat yang mengubah value system/konsep nilai kehidupan manusia
kerapkali membuat para pria kehilangan konsep jiwa besar. Manusia seringkali
dinilai dari aksesori yang ada disekelilingnya (kekayaan, kedudukan
ataupun kepandaian) dan tidak dari esensi manusianya. Dan akibatnya ketika
seorang pria mulai maju dan berjuang ia mempunyai ketakutan dan rasa malu yang
begitu besar apabila ia mengalami kegagalan. Akibatnya kita akan terus mencari
aksesori seperti itu dan apabila kita gagal mencarinya maka seluruh
esensi pun ikut gagal dan mengorbankan diri kita sendiri. Jiwa besar
adalah waktu saya berani mempertanggung-jawabkan diri saya di hadapan
Tuhan dan bukan didepan manusia. Maka ketika saya berjalan, bagaimana saya
sadar siapa diri saya, siapa Tuhan dan bagaimana Tuhan berlaku atas diri saya.
Sehingga kita dapat mengkoneksikan esensi kita kembali pada Tuhan
dan ketika kita berada di posisi atas, kita bukan berada di bawah semua orang
atau semua aksesoris tetapi diatas kita ada Tuhan yang menjadi penentu kita.
Banyak orang ketika mengalami kegagalan bukannya sadar bahwa ia adalah
manusia, belajar dan bangun kembali melainkan mereka menjadi hancur dan
bahkan lari kepada obat-obatan dan tempat-tempat yang kacau, atau yang paling
halus ia pulang dan keluarganya menjadi sasaran amarahnya.
Setiap hidup kita sangat berfluktuasi, kadang dibawah dan kadang pula dapat berada di atas, tetapi kita harus tahu jelas bahwa kalau Tuhan mengatur kita dalam ketaatan kita terhadap Tuhan maka itu terbaik bagi hidup kita, dan sadar jikalau kita menghancurkan diri kita maka itu saatnya kita sedang melawan apa yang Tuhan inginkan untuk kita kerjakan dalam hidup kita. Terkadang melalui kegagalan, Tuhan melatih hidup kita untuk bertumbuh lebih besar, dan melalui pengalaman yang mungkin sangat menyakitkan, itu menjadikan kita lebih mengerti lagi berbagai realita kehidupan serta lebih waspada di tengah dunia. Posisi head itu sangat membahagiakan tetapi sekaligus juga membahayakan sehingga kalau posisi ini tidak disertai dengan jiwa besar akan berbahaya! Untuk itu diperlukan berani berjuang, memulai lagi dan mengakui kegagalan kita sehingga itu menjadikan hidup kita jauh lebih kuat. Saya harapkan ini menjadi citra pria yang baik sehingga di dalam pertumbuhan hidup, saudara dapat menjadi pengayom bagi seluruh keluarga dan mampu menjalankan tugas dengan tepat. Saya harap ini boleh menguatkan kita semua. Amin.?
(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)